Minggu, 12 Agustus 2012

[buruh-migran] Draf Revisi UU TKI Tidak Menjawab Persoalan Buruh Migran

 

Draf Revisi UU TKI Tidak Menjawab Persoalan Buruh Migran
Suara Pembaruan, Senin, 13 Agustus 2012 | 7:32

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis HidayahDirektur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah

[JAKARTA] Migrant Care meminta Komisi IX DPR harus diaudit kinerjanya atas hasil draft revisi UU Nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI yang sama sekali tidak menjawab kompleksitas persoalan buruh migan dan tidak mencerminkan isi konvensi buruh migran.  

Migrant CARE menduga kuat adanya conflict of  interest dalam drafting RUU tersebut.   

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, kepada SP, Minggu (12/8) malam.   Anis juga mendesak pembahasan RUU revisi UU TKI dilakukan oleh pansus besar antar komisi, yakni Komisi I, III, IX dan VIII. 

Dan harus dipastikan bahwa anggota pansus yang akan dibentuk harus bebas dari kepentingan bisnis penempatan TKI. DPR RI harus membuka ruang seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat sipil dalam pembahasan RUU tersebut, termasuk partisipasi buruh migran Indonesia dan anggota keluarganya.   

Analis Kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo menjelaskan, ratifikasi terhadap International Convention on The Protection of The Rights of All Migrant Workers and Their Families yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui sidang paripurna DPR, tanggal 12 April 2012 nampaknya hanya merupakan pencitraan semata. 

Betapa tidak, revisi terhadap UU Nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI yang telah disetujui dalam sidang paripurna DPR tanggal 5 Juli 2012 terbukti secara substantive tidak mengadopsi isi konvensi tersebut.   

Tiga tahun sudah Komisi IX DPR menghabiskan waktu untuk membahas revisi UU TKI yakni 2010-2012,  yang ternyata hasilnya menegaskan, DPR RI adalah bagian dari masalah perlindungan buruh migran. 

Ekspektasi masyarakat luas, terutama buruh migran Indonesia dan anggota keluarganya bahwa revisi UU TKI adalah adalah pintu masuk untuk memperbaiki nasib buruh migran sama sekali tidak terjawab atau juh panggang dari api.   

Dari draf DPR tersebut tergambar jelas, tidak ada sence of crisis atau urgensi bagi DPR untuk merubah secara fundamental UU  TKI yang selama ini terbukti tidak bisa melindungi buruh migran Indonesia, terutama PRT migran. 

Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI)  yang selama ini telah membangun industry atau kerajaan bisnis penempatan buruh migran dengan meraup keuntungan yang luar biasa besarnya yang dilegitimasi oleh UU TKI, juga tetap dipertahankan posisinya dalam revisi UU tersebut. 

DPR tidak ubahnya seperti anak yang sedang kursus komputer dalam melakukan revisi UU, dimana hanya merubah istilah tanpa merubah substansi. Seperti TKI dirubah menjadi Pekerja Indonesia Luar Negeri, Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), dan sebagainya.   

Pada tanggal 2 Agustus 2012, Presiden SBY telah menandatangani ampres No. R/57/Pres/08/2012 perihal penunjukan wakil pemerintah untuk pembahasan RUU revisi tentang TKI di DPR RI. Dalam ampres tersebut, presiden menugaskan enam kementrian untuk mewakili pemerintah, yakni Kemenlu, Kemenakertrans, kementrian PP&PA,  kemendagri, kemenhukham dan kemenpan.  

Ditandatanganinya ampres tersebut merupakan proses dimana RUU revisi tersebut akan segera dibahas di DPR RI pada masa sidang mulai 15 Agustus 2012.   

Persoalannya, kata Anis, adalah DPR menargetkan RUU tersebut selesai tahun 2012, dengan substansi yang sama sekali tidak menjawab persoalan. Seperti habis gelap terbitlah gelap, dimana UU nomor 39 tahun 2004 adalah UU yang memberikan kegelapan bagi buruh migran dan revisi terhadap UU tersebut juga kembali akan membuat gelap nasib buruh migran. [E-8]

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar