Senin, 06 Agustus 2012

[matikor] Para "Penyerang" KPK

 

Para "Penyerang" KPK

Sepekan terakhir, panggung hukum nasional diwarnai oleh pemberitaan mengenai kasus korupsi simulator mengemudi Korps Lalu Lintas Polri. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan kantor Korlantas Polri, Cawang, Jakarta Selatan.


Sepekan terakhir, panggung hukum nasional diwarnai oleh pemberitaan mengenai kasus korupsi simulator mengemudi Korps Lalu Lintas Polri. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan kantor Korlantas Polri, Cawang, Jakarta Selatan.

Polemik pun muncul, terutama mengenai kewenangan melakukan penyidikan perkara korupsi proyek senilai Rp198 miliar itu. Posisi terakhir, Pada Selasa, 31 Juli 2012, terjadi pertemuan antara Ketua KPK Abraham Samad dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo di Mabes Polri. Intinya, KPK akan menangani kasus korupsi pengadaan driving simulator dengan tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo, mantan Kepala Korps Lantas Polri, sementara Polri akan menangani kasus itu juga namun dengan fokus pada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut.

Namun, di tengah polemik tersebut, muncul sejumlah pihak yang melontarkan kritik tajam terhadap cara KPK melakukan penyidikan. Berikut ini adalah komentar para "penyerang" KPK itu yang dihimpun berdasarkan hasil liputan redaksi gresnews.com, Selasa (7/8).

Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komjen Sutarman

Pada hari Senin tanggal 30 Juli 2012 Pukul 14.00 WIB, Ketua KPK Abraham Samad dan Bapak Zulkarnaen menghadap Kapolri dan diterima di ruang kerja Kapolri. Kapolri didampingi Kabareskrim dan penyidik. Pada kesempatan tersebut Ketua KPK menyampaikan bahwa KPK akan melakukan penyidikan terhadap dugaan penyimpangan pengadaan simulator SIM di Korlantas. Kapolri meminta waktu satu atau dua hari untuk mendiskusikan tindak lanjutnya karena Bareskrim juga sudah melakukan penyelidikan dan akan mempresentasikan hasil penyelidikan yang telah dilakukan oleh Bareskrim untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan di hadapan pimpinan KPK. Menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut, Bareskrim menghubungi ajudan pimpinan KPK untuk meminta waktu menghadap Ketua KPK tanggal 31 Juli 2012 dan mendapat jawaban bahwa akan diterima Pukul 10.00 WIB. Adapun tujuannya adalah untuk melakukan presentasi terkait perkembangan penyelidikan Bareskrim dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan simulator di Korlantas yang akan ditingkatkan menjadi penyidikan. Namun kenyataannya, pada hari yang sama Pukul 16.00, penyidik KPK melakukan penggeledahan di Korlantas, padahal sesuai dengan hasil kesepakatan pertemuan Kapolri dan Ketua KPK, kita menunggu satu atau dua hari untuk presentasi hasil penyelidikan oleh Bareskrim.

Koordinator Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane

IPW mengimbau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak perlu ikut-ikutan dalam menangani kasus simulator SIM yang sedang ditangani KPK dan Polri. Sebab dari awal penanganan kasus ini mengandung banyak keanehan. Jika SBY cawe-cawe, sang presiden akan terjebak dalam keanehan-keanehan yang diciptakan KPK.

Keanehan yang diciptakan KPK antara lain, kenapa KPK memberikan konsesi joint investigation dengan Polri? Dasar hukum apa yang dipakai KPK dalam satu kasus bisa ditangani dua institusi (KPK-Polri)? Jika KPK memang punya bukti-bukti kuat, dengan 12 kewenangan yang dimilikinya KPK bisa mengusut kasus simulator SIM tersebut tanpa harus joint investigation dengan Polri. KPK harus punya keberanian dan ketegasan. KPK jangan banci. Dengan UU yang dimilikinya KPK bisa powerfull untuk terus mengusut kasus simulator SIM.

IPW tidak setuju jika Presiden SBY terjun lebih jauh menengahi KPK dan Polri. Keterlibatan SBY bisa dinilai intervensi dan pemihakan, yang secara jangka panjang akan membuat politik balas budi. Ujung-ujungnya, jika membela KPK, SBY akan minta konsesi pada KPK agar kasus-kasus yang melibatkan tokoh-tokoh Demokrat "dilenyapkan", padahal saat ini banyak tokoh Demokrat yang diperiksa KPK.

IPW juga memberi apresiasi atas langkah Polri dalam menetapkan lima tersangka kasus simulator SIM. Ini satu tamparan bagi KPK yg lamban dan tidak profesional. IPW berharap ini sebagai langkah awal Polri untuk serius menuntaskan kasus-kasus korupsi di internalnya. IPW sendiri saat ini sedang melakukan investigasi tiga kasus korupsi yang melibatkan sejumlah jenderal Polri. Dugaan korupsi itu terjadi di Lembang, Cikeas, dan Cipinang, Jakarta Timur.

Tim Kuasa Hukum Irjen Polisi Djoko Susilo
Hotma Sitompoel, Juniver Girsang, Tommy Sihotang

Jangan ada pemikiran yang menganggap bila ada pihak yang tidak sependapat dengan cara kerja KPK, lalu dianggap sebagai pihak yang tidak mendukung atau anti pemberantasan korupsi.

Kami tegaskan di sini bahwa kami juga mendukung segala upaya pemberantasan korupsi, terlebih-lebih jangan ada pendapat yang mengatakan bila ada pihak yang tidak setuju dengan tindakan-tindakan/upaya-upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan dengan melanggar undang-undang, dianggap menghambat upaya pemberantasan korupsi. Yang kami kritisi adalah bila ada upaya-upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan dengan cara melanggar ketentuan hukum dan undang-undang.

Seharusnya KPK tidak bersikap arogan dengan memasuki ruangan kerja Korlantas Mabes Polri tanpa koordinasi terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam MOU, dan melakukan penyitaan-penyitaan namun menyita berkardus-kardus dokumen yang tidak ada kaitannya dan tidak jelas dokumen apa sebetulnya yang sedang dicari oleh penyidik KPK.

Dengan ini juga kami mengingatkan KPK agar segera mengembalikan dokumen-dokumen yang tidak ada hubungannya dengan kasus ini.

Bagaimana penilaian kita semua terhadap tindakan KPK menggeledah kantor polisi? Apakah itu mensupervisi? Apakah itu menambah wibawa kepolisian? Atau itu menghancurkan wibawa kepolisian? Biar masyarakat menjawab.

Mantan Kapolda Metro Jaya Komjen (Purn) Nugroho Djajusman

KPK seradak-seruduk dan tidak benar, karena sudah melanggar MOU (Memorandum of Understanding). KPK juga hanya mengejar opini publik.

Untung saja para anggota Korlantas sabar. Kalau tidak sabar, bisa bersitegang terus dan berbahaya.

Korupsi yang sudah sangat merajalela di Indonesia ini harus diberantas tuntas tanpa memandang bulu. Tapi yang paling penting semua harus saling menghormati. Kalau mau masuk rumah orang ya harus izin dulu lah.

Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita

Ini masalahnya Abraham Samad telah menandatangani MOU. Padahal MOU inilah yang melemahkan KPK dalam penegakan hukum kasus korupsi.

KPK itu supervisi, seharusnya KPK punya wewenang lebih tinggi, tapi karena MOU itu, KPK sejajar dengan Polri. Seharusnya Abraham tidak perlu meneken (tanda tangan). Itu saja kisruhnya. Tanda tangan Abraham itulah yang membuat masalah.

Siapa yang menandatangani Mou tersebut? Kalau dia bilang enggak masalah, persoalannya dia baca atau tidak? Kalau dia melanggar berarti wanprestasi terhadap MOU tersebut.

http://gresnews.com/berita/hukum/03378-para-penyerang-kpk#.UCCW6qCUd8U


__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar