Jumat, 03 Agustus 2012

Re: [M_S] pedoman hisab muhammadiyah halaman 24

 

Salam

Nah lho, jangan-jangan yang bener teorinya Pak Pranoto ... he-he. Awal bulan dimulai pagi hari, ketika ijtimak terjadi sebelum jam 18.00 GMT di hari itu.

Salam
Amir


From: Mohamad Khoiri <mkhoiri@yahoo.com>
To: "Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com" <Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com>
Sent: Saturday, August 4, 2012 11:32 AM
Subject: Re: [M_S] pedoman hisab muhammadiyah halaman 24

 
Salam,
Hanya berbagi info.
Tentang hilal teoritis, tulisan mas Rinto Anugraha ini (1) sangat bagus dan jelas.
Hubungan matematis antara fase dan fraksi iluminasi dijelaskan dengan gamblang.
Secara matematis dijelaskan bahwa fraksi iluminasi minimum malah terjadi sesaat sebelum new-moon, bukan tepat saat new-moon.
Juga pada saat full-moon, parameter fraksi iluminasi tidak sedang berada pada puncaknya. 

Salam,
Moh Khoiri

(1) Dr. Eng. Rinto Anugraha, 2012, Fase dan Fraksi Iluminasi Bulan, https://docs.google.com/open?id=0B0bcE_3WQ9AKZUNFVkJ4dGxycmM


From: Agus Purwanto <purwanto_phys@yahoo.com>
To: Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com
Sent: Saturday, August 4, 2012 8:40 AM
Subject: Re: [M_S] pedoman hisab muhammadiyah halaman 24

 
itu yang pernah saya istilahkan dengan hilal teoritis atau hilal matematis
yaitu adanya bagian Bulan yang kena sinar Matahari dan menghadap Bumi
meski secara umum tidak dapat dilihat dari Bumi

saya pribadi lebih percaya alias meyakini konsep ini yang akan dihitung seandanya dulu Rasul saw dan para sahabat tidak ummiy, bukan menghitung visibilitas yang variatif.
konjungsi lalu digabung dengan waktu maghrib
jadilah yang sekarang dikenal sebagai ijtimak qabla alghurub

salam



Agus Purwanto
LaFTiFA ITS
http://purwanto-laftifa.blogspot.com
http://ayatayatsemesta.wordpress.com

--- On Thu, 8/2/12, Amir Udin <ustadz_millennia@yahoo.com> wrote:

From: Amir Udin <ustadz_millennia@yahoo.com>
Subject: Re: [M_S] pedoman hisab muhammadiyah halaman 24
To: "Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com" <Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com>
Date: Thursday, August 2, 2012, 2:36 AM

 
Salam

Maaf Pak, saya bukan astronom, tidak tahu menahu soal astronomi. Jadi saya tidak bisa memberi keterangan lebih tentang itu. Justru saya mau bertanya, konon kabarnya, bukankah secara astronomis bulan berganti itu justru tepat sesaat setelah konjungsi? Saya agak lupa, dari mana saya dapat info ini.

Salam
Amir


From: Isran Ramli <muhisran@yahoo.com>
To: "Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com" <Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com>
Sent: Thursday, August 2, 2012 11:39 AM
Subject: Re: [M_S] pedoman hisab muhammadiyah halaman 24

 
Aww Ust Amir

"Coba saja renungkan, yang diacu terbenam itu kan piringan atas bulan, sementara hilal itu kan terbentuk dari piringan bawah bulan. Jadi ketika piringan atas bulan 0,2 derajat di atas ufuk, piringan bawah bulan sekitar 0.3 derajat di bawah ufuk."

Bukannya ini yang di permasalahkan oleh Pakar Astronomi dari LAPAN RI ya..Ust Amir?. Sehingga klo ndak salah dinyatakan bahwa Kriteria tsb (salah satu dari Kriteria di Buku PHM) tdk dikenal dalam ilmu astronomi.

Mohon pencerahannya Ust Amir..!

Trims sebelumnya

Www
MIRa


From: Amir Udin <ustadz_millennia@yahoo.com>
To: "Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com" <Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com>
Sent: Thursday, August 2, 2012 1:19 PM
Subject: Re: [M_S] pedoman hisab muhammadiyah halaman 24

 
Salam

Pak Ridwan, sejatinya, konsep wujudul hilal sendiri sebenarnya sudah meninggalkan "konsep hilal" kok. Coba saja renungkan, yang diacu terbenam itu kan piringan atas bulan, sementara hilal itu kan terbentuk dari piringan bawah bulan. Jadi ketika piringan atas bulan 0,2 derajat di atas ufuk, piringan bawah bulan sekitar 0.3 derajat di bawah ufuk. Apa mungkin ada hilal? Tidak bukan. Tapi, bagi Muhammadiyah kriteria bulan baru sudah terpenuhi. Nah lho ...

Mengenai Oslo, coba Pak Ridwan buat hitungannya satu tahun penuh di tahun 1433 H, biar lebih mudah menganalisanya.

Salam
Amir

NB. Mas Nugon jangan "marah" ya kalau saya katakan Muhammadiyah sudah meninggalkan "konsep hilal". He-he.


From: A.R.T. Nugraha <art.nugraha@gmail.com>
To: Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com
Sent: Thursday, August 2, 2012 2:30 AM
Subject: Re: [M_S] pedoman hisab muhammadiyah halaman 24

 
***

sistem kalender global mana yang mau dipake memang ada pro kontranya.
betul bahwa kalendar abdurrazik bisa menyatukan dunia 1 tanggal, masalahnya dalil yang terlanggar jadi banyak. apa artinya hilal kalau begitu? sekalian aja pake kalender yahudi atau china, patokan awal bulannya langsung pas ijtima', hehe...

-ridwan-

--
art.nugraha
http://flex.phys.tohoku.ac.jp/~nugraha

2012/8/2 Amir Udin <ustadz_millennia@yahoo.com>
 
Salam

Pertanyaannya,
1. IR yang mana dulu yang dipakai ...? MABIMS 2-3-8 atau TDj 4-4,6 atau Danjon atau yang lain ..? Angka-angka itu, bisa berdiri sendiri atau harus ada secara bersamaan?
2. Setahu saya, pengamatan hilal (baca: rukyat) itu dilakukan pada hari yang sama ketika ijtimak terjadi. Bukan pada satu hari setelahnya. jadi kalau ijtimak terjadi tanggal 19, pengamatan juga harus pada tanggal itu, bukan esoknya.
3. Di Oslo, adakah orang yang berpuasa sepanjang waktu antara terbit fajar sampai terbenam matahari di hari itu... ?

Kalender bizonal jelas tidak bisa menyatukan dunia dalam satu tanggal. Sementara kalender unifikasi, diharapkan bisa menyatukan dunia dalam satu tanggal. Memang bisa jadi kalau ini sudah tercapai, kriteria wujudul hilal tidak dipakai lagi. Setahu saya, kalender versi Abderrazik hanya mempersyaratkan ijtimak terjadi sebelum jam 12 GMT, alias sudah sama sekali meninggalkan konsep hilal. Jadi, kalau pake kalender Abderrazik, semua belahan dunia akan berpuasa hari Jum'at, tidak usah lagi menghitung posisi hilal, tidak usah repot juga melakukan rukyat, dan tidak usah juga ngitung-ngitung sudut elongasi.

Salam
Amir


From: A.R.T. Nugraha <art.nugraha@gmail.com>
To: Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, August 1, 2012 3:40 PM
Subject: Re: [M_S] pedoman hisab muhammadiyah halaman 24

 
Terima kasih Pak Agus,

Kalau memang kalimat di pedoman hisab halaman 24 tersebut tidak bisa diterapkan untuk daerah dekat kutub (yang padahal masih ramai kehidupan manusia di sana), saya jadi berpikir ulang...
Jika kita berbicara kalender global, mungkin kriteria IR global yang membagi dunia jadi dua zona (ala Odeh dan Nidhal Guessoum) justru lebih pas digunakan dibandingkan "unified calendar" ala Abdurrazik (yang juga diusung oleh Prof. Syamsul? CMIIW).

Ambil contoh Oslo, Norwegia: http://flex.phys.tohoku.ac.jp/%7Enugraha/rmd1433-oslo.png

Kita terapkan WH secara lokal untuk daerah ini pada kasus awal Ramadhan kemaren. Syarat-syarat WH untuk mengawali Ramadhan baru terpenuhi setelah maghrib 22 Juli 2012.

Lain halnya jika kita terapkan IR, pada 19 Juli 2012 waktu maghrib memang hilal tidak bisa dilihat karena ada di bawah ufuk. Akan tetapi, esok harinya di SORE HARI (sebelum maghrib) pada 20 Juli 2012 hilal BISA DIAMATI karena jarak elongasinya (elongasi lho, BUKAN tinggi hilal) sudah lebih dari 7 derajat. Tepatnya elongasi saat itu sudah 20 derajat (http://flex.phys.tohoku.ac.jp/%7Enugraha/fun/oslo20july2012.png). Bahkan mata telanjang pun seharusnya bisa membedakannya.


Kita bisa bayangkan bahwa tinggi hilal saat itu hampir setara dengan tinggi matahari, agak sedikit di bawah matahari, tetapi jarak mendatarnya 20 derajat. Artinya kalau kita lihat di langit, matahari dan hilal ada secara bersamaan di waktu sore hari. Cahaya senja di daerah kutub pun tidak terlalu kuat sehingga hilal bisa mudah terlihat.

Analogi dari kejadian 20 Juli di Oslo itu seperti kita kadang suka melihat matahari pagi-pagi atau sore hari masih terang tapi kok bulan masih kelihatan jelas. Nah ini sangat terkait dengan jarak bulan-matahari (elongasi) yang sudah lebih dari 7 derajat. Jarak sudut 7 derajat batas ambang mata telanjang bisa melihat bulan jika menggunakan kriteria Rayleigh: http://adambadracahaya.blogspot.com/2011/09/menghitung-kriteria-visibilitas-hilal.html (ini blognya junior kita di tohoku, hehe... :D)

Dengan demikian, meskipun menjelang maghrib pada 19-21 Juli di Oslo itu bulan tenggelam duluan dibanding matahari, kita bisa melihat hilal dengan jelas sudah terbentuk di siang harinya menjelang sore hari. Dan mungkin rukyat ini SAH karena sudah lewat maghrib di hari sebelumnya yang tanggal 29 Sya'ban itu. Kecuali jika rukyat dilakukan siang hari pada 19 Juli di saat belum terjadi maghrib pada 29 Sya'ban, maka ru'yat tersebut tidak sah.

Mungkin pada panduan hisab Muhammadiyah ini perlu sedikit diperbaiki redaksinya di halaman 24 tersebut agar tidak jadi celah "serangan". :D
 
Tapi ini pikiran iseng saja. :)

Mohon koreksinya.

-Ridwan-

2012/8/1 Agus Purwanto <purwanto_phys@yahoo.com>
 
betul, kalimat itu bukan untuk daerah dekat kutub, lintang > 66.5 derajat
di daerah kutub banyak hukum dan definisi tidak berlaku/terjadi


--- On Tue, 7/31/12, A.R.T. Nugraha <art.nugraha@gmail.com> wrote:

From: A.R.T. Nugraha <art.nugraha@gmail.com>
 
rekan-rekan milis MS,

ada satu kalimat di pedoman hisab muhammadiyah yang cukup mengganjal di kepala saya.
silakan buka halaman 24 pedoman hisab yang diterbitkan tahun 2009. di bagian tengah halaman tertulis:

"Keberadaan Bulan di atas ufuk itu penting mengingat ia adalah inti makna yang dapat disarikan dari perintah Nabi saw melakukan rukyat dan menggenapkan bulan 30 hari bila tidak dapat dilakukan rukyat. Bulan yang terlihat pastilah di atas ufuk saat matahari terbenam dan Bulan pasti berada di atas ufuk saat matahari terbenam apabila bulan kamariah berjalan digenapkan 30 hari."

pertanyaan saya adalah, apakah PASTI jika 1 bulan qomariyah digenapkan 30 hari itu saat maghrib-nya bulan BERADA DI ATAS UFUK?

saya pikir tidak, karena ada beberapa daerah di dekat kutub yang tidak demikian.
kecuali kalau kalimat di pedoman hisab ini memang dikhususkan untuk daerah sekitar ekuator.

mohon pencerahannya...

baarakallah fiikum.











__._,_.___
Recent Activity:
----------------------------------------------------------------------
"Muhammadiyah ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah
kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja. Jadilah guru kembali
pada Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembali kepada Muhammadiyah. Jadilah
Meester, insinyur dan lain-lain, dan kembalilah kepada Muhammadiyah"
(K.H. Ahmad Dahlan).

----------------------------------------------------------------------
Salurkan ZAKAT, INFAQ dan SHODAQOH anda melalui LAZIS
MUHAMMADIYAH

No. Rekening atas nama LAZIS Muhammadiyah
1. Bank BCA Central Cikini
    (zakat) 8780040077 - (infaq) 8780040051
2. BNI Syariah Cab. Jakarta Selatan
    (zakat) 00.91539400 -   (infaq) 00.91539411
3. Bank Syariah Mandiri (BSM) Cab. Thamrin
    ( Zakat) 009.0033333 -  (Infaq) 009.00666666
4. Bank Niaga Syariah
    (zakat) 520.01.00186.00.0 - (infaq) 520.01.00187.00.6
5. Bank Muamalat Indonesia Arthaloka
    (Zakat) 301.0054715
6. Bank Persyarikatan Pusat
   (zakat) 3001111110 -  (infaq) 3001112210
7. Bank Syariah Platinum Thamrin
    (zakat) 2.700.002888 -  (infaq) 2.700.002929
8. BRI cab. Cut Meutia
    (zakat) 0230-01.001403.30-9 -    (infaq) 0230-01.001404.30-5

Bantuan Kemanusiaan dan Bencana:
BNI Syariah no.rekening: 00.91539444

DONASI MELALUI SMS
a. Jadikan jum'at sebagai momentum kepedulian,
salurkan donasi anda, ketik: LM(spasi)JUMATPEDULI kirim ke 7505

b. Bantuan kemanusiaan  ketik: LM(spasi)ACK kirim ke 7505

Nilai donasi Rp. 5000, semua operator,belum termasuk PPN

email: lazis@muhammadiyah.or.id
website : www.lazismu.org
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar