Jumat, 30 Desember 2011

[buruh-migran] Perempuan Indonesia Minta SBY Berhenti Berwacana

 

 
 

Perempuan Indonesia Minta SBY Berhenti Berwacana
Kamis, 29 Desember 2011 | 16:44

Ratna Sarumpaet [google] 
Ratna Sarumpaet [google]

[JAKARTA] Perempuan Indonesia meminta dengan sangat kepada Presiden, RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) supaya lebih berkomitmen melindungi segenap bangsa Indonesia tanpa pandang bulu. Selain itu, Presiden SBY diharapkan dapat memperbaiki kinerjanya sebagai kepala negara/pemerintahan dan berhenti berwacana.

Hal itu dikemukakan tokoh perempuan Indonesia, Ratna Sarumpaet kepada wartawan dalam acara diskusi dengan tema ' Mempertanyakan Kekerasan Negara Terhadap Rakyat', di Galeri Cemara, Jakarta, Kamis (29/12).  

"Laksanakan Pancasila, konstitusi UUD 1945 dengan penuh tanggung jawab serta menjamin ditegakkannya hak asasi manusia dalam situasi dan kondisi apapun. Presiden SBY harus memperhatikan seluruh aspek tersebut," kata Ratna.

Ratna menyatakan, bahwa perempuan Indonesia sangat kecewa dan memiliki kekhawatiran yang tinggi atas kecenderungan pemerintah melakukan pendekatan kekerasan dalam menangani persoalan rakyat.  

Berbagai kasus kekerasan yang terjadi di daerah, ujarnya, seperti di Mimika (Papua), Kedu (Pasuruan, Mesuji (Lampung), dan Bima (NTB) merupakan kasus yang didekati dengan cara yang brutal.  

"Pendekatan itu sangat dikhawatirkan akan membentuk mind set generasi sekarang. Artinya, perbedaan pendapat ternyata boleh diselesaikan dengan kekerasan," imbuhnya.

Padahal, lanjutnya, di dalam kehidupan bermasyarakat, mustahil kalau tidak ada masalah perbedaan pendapat. Pemerintah seharusnya berperan penting untuk mengembalikan rakyat ke jalur demokrasi.  

"Pemerintah sebaiknya dapat mendudukkan para pihak yang bertikai untuk berunding, saling menghormati sudut pandang yang berbeda dan mencari penyelesaian secara damai, beradab dan taat hukum," ungkapnya.

Ratna menyinggung terkait pembiaran berlarut-larut terhadap kasus GKI Yasmin. Dikatakannya, pembiaran itu akan membentuk pola pikir generasi sekarang, bahwa tirani mayoritas atas minoritas seperti disahkan. Padahal dalam demokrasi, hak minoritas adalah setara dengan hak mayoritas. "Mengormati hal itu adalah inti dari masyarakat beradab," tegasnya.

Ditambahkannya, meski penanganan kasus GKI Yasmin tidak menyiratkan kekerasan secara fisik, tapi pendekatan pemerintah menangani kasus tersebut memunculkan bentuk kekerasan lain yang berujung pada pelanggaran hak asasi manusia.  

"Hal yang paling memprihatinkan, di tengah rangkaian peristiwa kekerasan yang sudah lampaui batas kemanusiaan itu, penjelasan resmi dari presiden, nyaris tidak didengar," pungkas Ratna yang juga menjadi Direktur RatnaSarumpaetCrisisCenter. [CKP/L-9]


__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar