Senin, 12 Desember 2011

[M_S] Membongkar Paradoks Wujudul Hilal untuk Mendorong Semangat Tajdid Muhammadiyah

 

Membongkar Paradoks Wujudul Hilal untuk Mendorong Semangat Tajdid Muhammadiyah

Posted on 13 Desember 2011 by tdjamaluddin
T. Djamaluddin
Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN
Anggota Badan Hisab Rukyat, Kementrian Agama
 

 
Ketidaknyamanan hari raya yang berbeda di suatu lokasi semakin disuarakan masyarakat. Siapa yang dipersalahkan? Pemerintah dan ormas-ormas Islam yang dianggap kurang dalam upaya mempersatukan ummat. Sebenarnya upaya untuk mempersatukan kalender hijriyah yang menjadi dasar penentuan Ramadhan terus dilakukan, namun masih ada ganjalan penolakan dari Muhammadiyah. Semua ormas Islam sudah bersepakat dengan kriteria imkan rukyat. Walau belum sepenuhnya memenuhi kriteria astronomi, kriteria yang disepakati telah mempersatukan kalender hijriyah di antara sebagian besar ormas Islam dan Taqwin Standar Indonesia yang dijadikan rujukan resmi pemerintah.

Penyakit kronis superioritas di kalangan warga Muhammadiyah membangun ego organisasi yang menghambat penyatuan ummat dalam mewujudkan sistem kalender hijriyah yang mapan. Salah satu superioritas yang senantiasa diusung adalah kesan seolah hanya Muhammadiyah yang bisa menentukan hari raya jauh-jauh hari, bahkan untuk sekian tahun ke depan. Superioritas itu senantiasa diucapkan untuk merendahkan metode rukyat (pengamatan) hilal yang seolah dianggap hanya mampu menentukan awal bulan setelah melihat hilal. Superioritas itu telah menutup mata atas kenyataan metode hisab dan rukyat (perhitungan dan pengamatan) hilal yang sesungguhnya setara.

Pemahaman hisab-rukyat yang benar bukan sekedar untuk menyeragamkan penentuan hari raya, tetapi lebih penting dari itu adalah untuk membangun sistem kalender Hijriyah yang mapan. Sistem kalender yang bisa memberikan kepastian waktu ibadah (terutama mengawali Ramadhan, mengakhirinya dengan Idul Fitri, dan Idul Adha) dan kepastian untuk administrasi negara dan bisnis. Keseragaman hari raya tentu memberikan kenyamanan bagi masyarakat, karena hari raya bukan sekadar terkait dengan ibadah, tetapi juga fenomena sosial budaya yang bersifat massal. Keseragaman dan perbedaan hari raya bisa menjadi cermin yang kasat mata atas kesatuan ummat.

Penentuan awal bulan qamariyah dilakukan dengan dua metode (cara): dengan metode rukyat (pengamatan) dan metode hisab (perhitungan). Metode hisab dulu dianggap sulit, karenanya kadang orang beranggapan metode hisab lebih superior daripada metode rukyat. Hisab terus berkembang, dari yang paling sederhana dengan hisab urfi (periodik 29 dan 30 hari), kemudian hisab taqribi (pendekatan, aproksimasi), sampai hisab hakiki (posisi bulan-matahari yang sesunguhnya). Saat ini hisab sudah dimudahkan dengan beragam software astronomi, sehingga hisab hanyalah menggunakan beberapa klik di tombol komputer. Namun metode hisab hakiki sebenarnya hanya menghasilkan angka-angka terkait dengan posisi bulan dan matahari. Untuk menentukan masuknya awal bulan, ahli hisab harus menggunakan kriteria (batasan).  Kriteria pun berkembang, dari kriteria paling sederhana wujudul hilal (asal bulan sudah di atas ufuk) sampai pada kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal atau ketampakan hilal). Kriteria imkan rukyat pun terus berkembang, dari kriteria yang paling sederhana (sekadar ketinggian minimal 2 derajat) sampai yang makin canggih (mencakup berbagai parameter hilal dan kontrasnya terhadap cahaya syafak/senja). Kriteria imkan rukyat adalah kriteria yang mempersatukan metode hisab dan rukyat.

Banyak saudara-saudara kita di Muhammadiyah berhenti hanya sampai kriteria paling sederhana wujudul hilal. Kalau pun ada yang mengklaim bahwa sebelumnya Muhammadiyah menggunakan kriteria imkan rukyat, itu pun kriteria imkan rukyat lama pra-1969. Saat ini kriteria imkan rukyat terus berkembang sesuai dengan perkembangan astronomi. Banyak orang masih menganggap seolah kriteria imkan rukyat hanyalah kriteria ketinggian 2 derajat. Itu hanyalah kriteria kesepakatan sementara yang masih bisa berubah. Saat ini banyak parameter digunakan untuk menggambarkan kemungkinan terlihatnya hilal, misalnya umur hilal, ketinggian hilal, jarak bulan-matahari, beda waktu terbenam bulan-matahari, dan lebar sabit hilal. Inti semua parameter itu adalah gambaran fisis yang memungkinan cahaya hilal yang sangat tipis dan redup dapat mengalahkan cahaya syafak (cahaya senja) di ufuk Barat. Perlu difahami, hasil penelitian astronomi tentang kriteria imkan rukyat yang beragam untuk implementasinya perlu dipilih dan disepakati bersama untuk diberlakukan pada sistem kalender hijriyah nasional maupun global. Pemilihan harus didasarkan pada kemudahan dilaksanakan oleh semua ahli hisab.

Kriteria wujudul hilal yang masih dipegang oleh Muhammadiyah mempunyai banyak kelemahan, baik dari segi tafsir astronomis pada dalilnya sampai pada logika astronomisnya (Lihat http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/11/04/hisab-wujudul-hilal-muhammadiyah-menghadapi-masalah-dalil-dan-berpotensi-menjadi-pseudosains/).  Kali ini saya ingin membongkar paradox wujudul hilal yang logikanya secara astronomi aneh.
Apa yang disebut wujudul hilal menurut Muhammadiyah? Ada dua syarat: (1) ijtimak (newmoon atau bulan baru astronomi, segarisnya bujur bulan dan matahari) terjadi sebelum maghrib dan (2) bulan terbenam sesudah matahari. Dari sudut pandang hisab, "bulan terbenam sesudah matahari" adalah "piringan atas bulan masih di atas ufuk saat piringan atas matahari menyentuh ufuk (horizon). Piringan atas bulan masih di atas ufuk itulah yang disebut secara keliru sebagai "hilal sudah wujud". Benarkah hilal sudah wujud?  Ahli hisab yang hanya menghafal rumus sulit untuk memahami kerancuan logika astronominya konsep "wujudul hilal". Oleh karenanya saya ingin mengajak melihat fenomena gerhana matahari menjelang maghrib. Pada gambar di atas, lengkungan di atas piringan matahari adalah bulan yang menghalangi cahaya matahari. Gambaran skematis posisi bulan (bulatan hitam) digambarkan pada gambar berikut ini.


Terlihat dengan jelas posisi piringan atas bulan dan piringan atas matahari. Di manakah posisi hilal? Hilal sebagai pantulan cahaya matahari yang berada di piringan bulan terdekat dengan titik pusat piringan matahari (ditunjukkan dengan ujung  segitiga putih). Gerak semu (akibat rotasi bumi) matahari dan bulan di ufuk Barat adalah ke arah bawah. Sementara gerak sejati bulan mengitari bumi tampak perlahan menuju ke atas dari ufuk Barat. Saat matahari terbenam ditandai dengan masuknya piringan matahari secara penuh ke bawah ufuk, yaitu piringan atas matahari menyentuh ufuk. Pada saat itulah dihitung ketinggian piringan atas bulan. Ketika masih di atas ufuk, itulah yang dianggap "wujudul hilal". Benarkan hilal masih wujud saat itu? TIDAK BENAR! Gambar di atas secara jelas menunjukkan saat matahari terbenam, hilal pun terbenam, artinya hilal sudah tidak wujud lagi. Inilah PARADOX WUJUDUL HILAL, dikatakan "wujudul hilal" padahal hilalnya sudah terbenam.


Apakah logika aneh semacam ini yang masih ingin  dipertahankan Muhammadiyah, apalagi mengatasnamakan astronomi atau ilmu falak? Seharusnya tidak. Semangat tajdid (pembaruan) Muhammadiyah semestinya merombaknya dan secara bersama-sama dengan ormas Islam lainnya mendialogkan kriteria baru yang secara astronomi dapat diterima dalam menafsirkan dalil-dalil syar'i. Astronomi dapat membantu mempersatukan ummat dengan memberikan pemahaman yang tepat atas dalil-dalil syar'i, yang mempersatukan metode rukyat dan hisab yang selama ini dianggap berbeda. Rukyat dan hisab akan setara dengan menggunakan kriteria imkan rukyat.

http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/12/13/membongkar-paradoks-wujudul-hilal-untuk-mendorong-semangat-tajdid-muhammadiyah/


__._,_.___
Recent Activity:
----------------------------------------------------------------------
"Muhammadiyah ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah
kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja. Jadilah guru kembali
pada Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembali kepada Muhammadiyah. Jadilah
Meester, insinyur dan lain-lain, dan kembalilah kepada Muhammadiyah"
(K.H. Ahmad Dahlan).

----------------------------------------------------------------------
Salurkan ZAKAT, INFAQ dan SHODAQOH anda melalui LAZIS
MUHAMMADIYAH

No. Rekening atas nama LAZIS Muhammadiyah
1. Bank BCA Central Cikini
    (zakat) 8780040077 - (infaq) 8780040051
2. BNI Syariah Cab. Jakarta Selatan
    (zakat) 00.91539400 -   (infaq) 00.91539411
3. Bank Syariah Mandiri (BSM) Cab. Thamrin
    ( Zakat) 009.0033333 -  (Infaq) 009.00666666
4. Bank Niaga Syariah
    (zakat) 520.01.00186.00.0 - (infaq) 520.01.00187.00.6
5. Bank Muamalat Indonesia Arthaloka
    (Zakat) 301.0054715
6. Bank Persyarikatan Pusat
   (zakat) 3001111110 -  (infaq) 3001112210
7. Bank Syariah Platinum Thamrin
    (zakat) 2.700.002888 -  (infaq) 2.700.002929
8. BRI cab. Cut Meutia
    (zakat) 0230-01.001403.30-9 -    (infaq) 0230-01.001404.30-5

Bantuan Kemanusiaan dan Bencana:
BNI Syariah no.rekening: 00.91539444

DONASI MELALUI SMS
a. Jadikan jum'at sebagai momentum kepedulian,
salurkan donasi anda, ketik: LM(spasi)JUMATPEDULI kirim ke 7505

b. Bantuan kemanusiaan  ketik: LM(spasi)ACK kirim ke 7505

Nilai donasi Rp. 5000, semua operator,belum termasuk PPN

email: lazis@muhammadiyah.or.id
website : www.lazismu.org
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar