Rabu, 07 Desember 2011

[PERS-Indonesia] Pemerintah Didesak Bebaskan Tahanan Papua

 

 
 
Pemerintah Didesak Bebaskan Tahanan Papua
JAKARTA
Article Rank

"Rasanya aneh, di tengah komitmen pemerintah menegakkan demokrasi, masih ada tahanan politik."

Lembaga hak asasi manusia internasional, Amnesty International, mendesak pemerintah Indonesia memasukkan agenda hak asasi manusia dalam upaya penyelesaian masalah Papua.
Penasihat riset senior Amnesty International, Issabel Arradon, menyatakan pemerintah harus taat kepada Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang sudah diratifikasi pemerintah Indonesia."Pemerintah harus memastikan pembatasan terhadap kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai tidak melebihi standar yang diatur konvensi," kata Issabel di Jakarta kemarin.

Amnesty International bertemu dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto untuk membahas penegakan hak asasi manusia di Papua kemarin. Setidaknya ada tiga poin yang menjadi perhatian Amnesty ihwal upaya pemerintah mengatasi masalah Papua. Pertama, mendesak pemerintah segera membebaskan tahanan politik Papua dalam upaya memenuhi komitmen pemerintah terhadap hak sipil dalam berpolitik.

Kedua, mendesak pemerintah segera mengimplementasikan Undang-Undang Otonomi Khusus dengan membentuk suatu pengadilan hak asasi manusia serta komisi kebenaran dan rekonsiliasi."Amnesty juga mendesak pemerintah menjamin kebebasan akses para jurnalis dan aktivis lembaga internasional untuk melakukan kunjungan dan penelitian di Papua,"kata Issabel.

Penasihat senior nasional International Center for Transitional Justice, Usman Hamid, mendukung upaya Amnesty mendesak pemerintah agar segera membebaskan ta hanan politik Papua. Menurut Usman, pembebasan tahanan politik merupakan pintu masuk yang tepat bagi pemerintah dalam menunjukkan komitmen membangun dialog yang setara dengan masyarakat Papua. "Tanpa ada keputusan membebaskan tahanan politik, upaya membangun dialog tidak akan pernah tersampaikan,"ujarnya.

Menurut catatan Amnesty International, sedikitnya terdapat 90 orang tahanan politik yang ditahan di penjara di Papua dan Maluku karena aktivitas pro-kemerdekaan secara damai. Misalnya, Filep Karma, seorang Papua yang menjadi tahanan politik karena opininya "prisoner of conscience". Saat ini Karma se

dang menjalani hukuman 15 tahun di penjara Abepura, Papua."Rasanya aneh, di tengah komitmen pemerintah menegakkan demokrasi, masih ada tahanan politik,"kata Usman.

Selain itu, Usman menilai, upaya pemerintah menghalang-halangi jurnalis dan aktivis yang ingin melihat langsung keadaan di Papua justru akan mengundang kecurigaan banyak pihak ihwal kondisi di Papua. Pemerintah seharusnya bisa menjadi fasilitator terhadap organisasi asing, khususnya pelapor Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ingin memantau Papua."Justru dengan sikap proaktif, kecurigaan adanya pelanggaran hak asasi manusia di Papua akan berkurang,"katanya.

Pengamat politik dari FISIP UI, Iberamsyah, mengkritik pendekatan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ke Papua. Pendekatan keamanan dan kekerasan selama ini hanya menghasilkan luka dan amarah bagi rakyat Papua. "Politik disintegrasi bangsa sangat serius dan jadi prioritas. Kalau tidak diatasi, nanti akan muncul tuntutan yang disambut negara lain,"kata Iberamsyah dalam diskusi "Kekerasan di Papua, Jalur Cepat Pisah dari NKRI", di Rumah Perubahan, Jakarta, kemarin

__._,_.___
Recent Activity:
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Milis Pers Indonesia
Powered by : http://www.GagasMedia.com
GagasMedia.Com Komunitas Penulis Indonesia
Publish Tulisan Anda Disini !

Khusus Iklan Jual-Beli HP/PDA
Ratusan Game/Software HP Gratis
http://www.mallponsel.com

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar