Kamis, 22 Desember 2011

[PERS-Indonesia] Re: [GELORA45] Uji Nyali 'Revolusi' BUMN - Pro Kontra Revolusi BUMN

 

KIRIM TEMBUS ( FORWARDING MAIL ) 
 
 
 
 
-------Original Message-------
 
 
   Lanjutkan dan Sempurnakan terus Reorganisasi dan Pembersihan  system ORGANISASI (mangement) BUMN -- Pak Dahlan .
REVOLUSI  dan atau Reorganisari Total dan  PENGAWASAN KETAT  pada BUMN  akan melumpuhkan sebagian usaha dan berkurangnya effesiensi KORUPSI.
 
* PERLU SELALU DIADAKAN AUDIT -DAN DOKUMENTASI  serta  SYSTEM TENDER YG KETAT DAN BERKELANJUTAN - terutama disekitar TENDER DAN
   PRIVATISASI PERUSAHAN2 MILIK NEGARA !
 
mrc,.
 
 
-------Original Message-------
 
From: GELORA45
Date: 22.12.2011 3:47:23
Subject: [GELORA45] Uji Nyali 'Revolusi' BUMN - Pro Kontra Revolusi BUMN
 
 



Menteri BUMN Dahlan Iskan bak memereteli kewenangannya sendiri. Birokrasi jadi lebih pendek. Komisaris tak bisa lagi ongkang-ongkang kaki. Dirut diajak rembukan untuk menentukan direktur. Yang punya nyali oke, jalan terus. Yang tak punya nyali, keluar dari BUMN.

---

Direktur Utama Perumnas, Himawan Arief, segera menyampaikan unek-uneknya ketika mendapat giliran bicara. ''Di perusahaan kami, direktur utama (dirut) itu ketika mengambil keputusan harus minta izin ke direktur....'' Belum selesai Himawan berbicara, Menteri BUMN Dahlan Iskan langsung memotongnya. ''Oh ya, saya ingat. Ini persoalan yang lucu, masak dirut meminta izin kepada direktur niaga. Saya instruksikan sekarang juga untuk mengubah itu,'' kata Dahlan, seraya mempersilakan Himawan untuk duduk kembali. Himawan pun menurut.

Begitulah, antara lain, dialog yang terjadi dalam rapat koordinasi Kementerian BUMN di Gedung Pertamina, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Senin pekan lalu. Dahlan, orang nomor satu BUMN itu, kembali menjelaskan bahwa ia pernah mendengar keluhan itu dalam sebuah kunjungan ke luar kota yang diikuti Himawan.

Ketika itu, Dahlan mendengar bahwa Dirut Perumnas harus meminta izin kepada direktur-direktur lain sebelum membuat keputusan. Tetapi sebaliknya, direktur-direkturnya tidak perlu meminta izin dirut untuk membuat keputusan. Dahlan tak mau mendengar masalah itu disampaikan dua kali kepadanya. Ia meminta persoalan itu diselesaikan, bukan dibicarakan lagi.

Rapat koordinasi itu adalah rapat perdana yang diikuti hampir seluruh jajaran direksi dan komisaris BUMN serta pejabat eselon I Kementerian BUMN, sejak Dahlan dipercaya menjadi nakhoda Kementerian BUMN pada 20 Oktober lalu. Sebelumnya, ia sudah dengan para direksi BUMN dalam sidak (inspeksi mendadak) ke BUMN-BUMN.

Dari 141 BUMN, setidaknya Dahlan telah mengunjungi 100 di antaranya. Dari sidak itu, ia beberapa kali mengambil keputusan penting. Misalnya, mengganti direksi PT Hotel Indonesia Natour usai merasakan sendiri layanan di hotel milik PT Hotel Indonesia Natour di Bali itu, yang menurut dia kurang baik.

Begitu duduk di posisi puncak, Dahlan tampak jelas tak ingin buang waktu, ingin segera beres-beres. Gaya pejabat tinggi birokrat bak amtenar kerajaan segera dibuangnya jauh-jauh. Lihat saja, dalam rapat koordinasi BUMN tadi, ia tidak mau memosisikan diri sebagai narasumber. Dahlan malah memilih menjadi moderator.

Dari lima sesi rapat, Dahlan menjadi pemandu di empat sesi. Yang menjadi pembicara dan panelis adalah para dirut dan komisaris BUMN. Selain itu, hadir pula Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto, dan mantan Menteri BUMN Tanri Abeng. Gaya ceplas-ceplos Dahlan sebagai moderator menjadikan rapat menjadi hidup dan tak bertele-tele.

Sikap tak bertele-tele dan tak birokratis memang melekat dalam keseharian Dahlan. Begitu pula dalam pekerjaan, ia mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Karena itu pula, ia rela "memereteli" kewenangannya sendiri sebagai Menteri BUMN selaku RUPS.
Tak tanggung-tanggung, ia melimpahkan 38 kewenangan kepada eselon I Kementerian BUMN, komisaris dan direksi BUMN. Rinciannya, 22 kewenangan kepada eselon I, 14 kesenangan kepada komisaris, dan dua kepada direksi. Pendelegasian wewenang ini juga masuk dalam diskusi pada rapat koordinasi BUMN.

Pengalihan kewenangan itu tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) BUMN Nomor 236 Tahun 2011, yang diteken dan mulai berlaku pada 15 November 2011. Dengan aturan baru ini, komisaris yang selama ini lebih berperan sebagai pengarah menjadi lebih diberdayakan. Mereka tak dapat lagi berlagak "ongkang-ongkang kaki mendapat gaji". Ini terutama bagi komisaris di perusahaan BUMN yang tingkat kesehatannya dua tahun berturut-turut menangguk untung (AA).

Kewenangan komisaris selaku RUPS itu, antara lain, mengesahkan rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP), menyetujui penyertaan modal bagi perusahaan lain, mendirikan anak perusahaan/perusahaan patungan dan melepaskan penyertaan modal pada anak usaha/patungan dengan nilai penyertaan sampai Rp 500 milyar. Selain itu, juga memberi persetujuan untuk mengadakan kerja sama dengan jangka waktu lima sampai 10 tahun. Bentuknya bisa kerja sama operasi, bangun-kelola-serahkan, menyewakan aset, maupun kontrak manajemen.

Adapun kewenangan direksi yang setara dengan RUPS adalah pembagian tugas dan wewenang anggota direksi dan persetujuan untuk mengadakan kerja sama dengan jangka waktu sampai lima 10 tahun. Bentuknya bisa kerja sama operasi, bangun-kelola-serahkan, menyewakan aset, maupun kontrak manajemen. Adapun untuk eselon I, kewenangan selaku RUPS lebih kepada perusahaan BUMN yang kategorinya belum sehat. Apakah "revolusi" ini akan memakan anak-anaknya sendiri? Wallahualam.

Irwan Andri Atmanto, Deni Muliya Barus, dan Sandika Prihatnala

(Laporan Utama majalah GATRA edisi 18/07, terbit Kamis 22 Desember 2011)

 

http://www.gatra.com/terpopuler/46-ekonomi/6210-pro-kontra-revolusi-bumn

Kelompok pertama adalah komisaris yang siap menjalankan amanat itu. Kelompok kedua yang mencari-cari kesempatan, dan ketiga yang cuek saja. Kepmen 236 itu, lanjut Said, juga bisa disebut kepmen ''uji nyali''. ''Yang punya nyali oke, jalan terus, yang tak punya nyali, ya, keluar dari BUMN,'' ia menambahkan.

Sebagai komisaris, Said Didu mengingatkan sesama komisaris BUMN untuk menyikapi kepmen itu dengan hati-hati. Sebelum ini, pihak-pihak yang ingin mengintervensi BUMN melakukannya dengan cara menempatkan orangnya sebagai deputi Menteri BUMN. ''Sekarang mereka akan masuk melalui komisaris dan direksi,'' katanya. Dengan kewenangan yang bertambah besar, komisaris yang tidak tahan terhadap rayuan bisa terjebak dalam pusaran korupsi.

Titik rawan yang bisa dimasuki kepentingan jahat, kata Said, misalnya dalam pelimpahan wewenang pelepasan aset. ''Saya alami betul, banyak orang yang menekan untuk melepas aset. Di semua bidang usaha, tanah, besi, dan lainnya,'' ujar mantan Sekretaris Menteri BUMN itu. Titik rawan lain adalah kewenangan melakukan kerja sama operasi. ''Untuk dua titik rawan itu, orang mau intervensi,'' katanya.

Namun membuat komisaris bekerja sesuai dengan kepmen itu sebenarnya tidak mudah. ''Selama masih ada kepentingan yang melekat pada masing-masing komisaris, kepmen itu menjadi tak berguna,'' kata Joko BUMN. Ia seorang pejabat senior di perusahaan BUMN terbesar yang meminta namanya disamarkan. Sebab keputusan komisaris bersifat kolegial. ''Satu atau dua tak setuju, ya, aksi korporasi yang dimintakan persetujuan kepada komisaris tak akan jalan,'' Joko menegaskan.

Bagaimana mengatasi komisaris licik seperti ini? Solusinya ada dua. Dahlan memetakan visi setiap komisaris di BUMN. ''Yang visinya tidak membela perusahaan dan tidak untuk kepentingan bangsa, ya, diganti dengan komisaris yang bervisi sama untuk negara,'' katanya. Dengan cara ini, persetujuan yang diminta direksi segera bisa dieksekusi, baik itu diterima maupun ditolak.

Solusi kedua, seandainya tidak ada pergantian komisaris, diberi batas waktu bagi komisaris untuk menyetujui atau menolak aksi korporasi yang diajukan direksi. ''Ini dengan mengubah anggaran dasar. Misalnya komisaris diberi waktu dua minggu untuk memberi lampu hijau atau lampu merah,'' ujarnya. Kalau persetujuan ataupun penolakan tidak diberikan dalam jangka dua minggu itu, otomatis komisaris dianggap menyetujui.

Selain memiliki visi untuk bangsa, komisaris juga harus berkualitas, cepat tanggap, dan mengetahui masalah. ''Jika kualitas mereka payah, tidak mengerti bisnis, tidak paham tentang risk management, tidak menguasai hukum perusahaan, atau tidak punya waktu (komisaris yang merangkap pejabat pemerintah), maka benefit yang diharapkan dari pendelegasian tersebut bisa kontraproduktif,'' kata mantan Menteri BUMN, Sofyan A. Djalil, kepada Ageng Wuri R.A. dari GATRA.

Sofyan menilai, berdasarkan perundang-undangan, kewenangan yang setara dengan RUPS boleh saja dialihkan kepada eselon I, komisaris, dan direksi. Sebab menteri dapat memberikan kuasa kepada pihak lain. ''Selama ini, hal itu sudah lazim dilakukan menteri yang memberikan kuasa pemegang saham kepada eselon I atau pejabat lainnya untuk menghadiri RUPS BUMN,'' katanya.

Sofyan setuju bahwa adanya Kepmen 236 itu akan mengurangi birokratisasi dan lambannya proses pengambilan keputusan yang terjadi selama ini. ''Keputusan secara teoretis bisa dibuat secepat mungkin,'' ujarnya. Namun efektivitas itu belum tentu membuat kualitas keputusan menjadi lebih baik. ''Saya yakin, check and balances atau check and recheck bisa membuat kualitas keputusan lebih baik,'' kata Sofyan. (IAA, DMB, SP)


 
 

__._,_.___
Recent Activity:
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Milis Pers Indonesia
Powered by : http://www.GagasMedia.com
GagasMedia.Com Komunitas Penulis Indonesia
Publish Tulisan Anda Disini !

Khusus Iklan Jual-Beli HP/PDA
Ratusan Game/Software HP Gratis
http://www.mallponsel.com

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar