Minggu, 15 Januari 2012

[inti-net] MS Hidayat Blak-blakan Soal Ambisi Mobnas Indonesia - Perlu Ada Orang Seperti Tommy Kembangkan Mobnas - Kita Bukan Pro Jepang

 

Wawancara Khusus (1)
MS Hidayat Blak-blakan Soal Ambisi Mobnas Indonesia
Suhendra - detikFinance

Jakarta - Pemerintah terkesan tergagap-gagap merespons begitu tingginya euforia masyarakat Indonesia untuk memiliki mobil nasional. Fenomena Esemka diakui pemerintah menjadi pecutan untuk memulai kembali bangkitnya sebuah industri mobil nasional.

Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengaku hingga kini pemerintah belum menetapkan satu pun calon mobil nasional yang nantinya bakal menjadi kebanggan Indonesia, termasuk belum menetapkan apa itu kriteria mobil nasional. Walaupun kabarnya Presiden SBY punya ambisi diam-diam untuk memiliki mobil nasional dimasa mendatang.

Hidayat menegaskan akan mengedepankan aspek realitas dan rasionalitas dalam menyikapi euforia harapannya munculnya mobil nasional oleh masyarakat. Industri mobil nasional tidak hanya bermodalkan euforia namun kaidah industri dan bisnis akan sangat menentukan.

Kenyataannya, saat ini 70% pasar industri mobil di Indonesia dikuasai oleh Jepang. Tercatat ada 20 perusahaan Agen Pemegang Merek mobil yang ada di Indonesia, termasuk Jepang yang didukung oleh 800 perusahaan industri komponen yang melibatkan 44.000 perusahaan penyuplai komponen. Sebagian mobil merek Jepang diklaim sudah memiliki kandungan komponen lokal 80-85% seperti jenis MPV yang sudah dibuat di dalam negeri.

Sementara di saat yang bersamaan calon-calon embrio mobil nasional yang digarap oleh swasta maupun BUMN silih berganti bermunculan seperti GEA, Tawon, Esemka dan banyak lainnya.

Disisi lain pemerintah punya agenda tersendiri yaitu tengah menyiapkan mobil murah untuk masyarakat pedesaan dengan harga di bawah Rp 50 juta, ada juga program mobil murah ramah lingkungan (low cost and green car) yang akan menggaet prinsipal mobil Jepang seperti Daihatsu.

Bahkan jauh sebelumnya pemerintah juga punya ambisi ingin menyaingi Thailand jadi negara basis produksi mobil di ASEAN, yang tentunya harus 'berbaik-baik' kepada prinsipal mobil yang selama ini sudah ada.

Lalu dimana kah posisi pengembangan industri mobil nasional, seperti yang diidamkan oleh Presiden SBY? Esemka kah? atau mobil lainnya? Bagaimana karpet merah yang disiapkan pemerintah untuk menggapai mimpi punya mobil nasional?

Berikut ini wawancara detikFinance dengan Menperin MS Hidayat saat ditemui di Gedung Graha Niaga,Sudirman, Jakarta, akhir pekan lalu.

Saat ini banyak sekali kemunculan mobil-mobil rakitan lokal seperti Esemka dan lainnya, lalu ada juga rencana produksi mobil murah pedesaan, kemudian ada mobil murah ramah lingkungan oleh prinsipal, termasuk isu hadirnya industri mobil nasional. Bisa jelaskan dimana benang merahnya?

Saya jelaskan dulu latar belakang industri kendaraan bermotor (mobil) di Indonesia, itu memang diawali dari agen tunggal pemegang merek puluhan tahun yang lalu, yang awalnya menjual mobil impor lalu melalui perakitan membuat beberapa komponen. Diatur oleh kementerian perindustrian untuk pembuatannya, itu yang nama programnya program penanggalan tahun 1976-1999.

Setelah itu perkembangannya berbagai jenis mobil sudah dirakit dan diproduksi dengan menggunakan komponen lokal. Yang saya mau bilang kegitan industri kendaraan bermotor sebetulnya tidak berhenti pada kegiatan pembuatan dan kegiatan manfacturing saja, apalagi hanya berhenti pada pembuatan (mobil) di lab saja, kayak sekarang ini (Esemka).

Namun ada faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu faktor keselamatan, keamanan, layak jalan sesuai standar produk lalu kualitas, aspek pemasaaran termasuk purna jual, penyediaan bengkel. Nggak mungkin anda membeli mobil tanpa tahu bengkelnya dimana tanpa tahu beli komponennya di mana, itu yang berat, industri penunjangnya.

Itu sebabnya juga industri mobil China berusaha masuk sini nggak bisa di-compete oleh Jepang dan Korea karena mereka nggak punya jaringan bengkel atau komponennya, mereka nggak bisa masuk sini, nggak laku lah.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) itu setiap kendaraan bermotor yang diproses, dan sudah diproduksi oleh produsen kayak Esemka. Esemka malah kita kasih syarat minimum, tahun 2010 sudah kita kasih NIK (Nomor Identitas Kendaraan) ddngan identitas itu dia mendapat rekomendasi dari kemenperin untuk melanjutkan permhonan persyaratan, dilakukan uji layak jalan di ditjen perhubungan darat. sampai sekarang masih diperhubungan darat karena disuruh melengkapi diuji lagi emisnya, katanya bulan depan sudah selesai.

Karena tahun 2010 sudah saya kasih NIK-nya, maka selama 2011 mereka berurusan dengan perhubungan. Nah kalau sudah lulus ujian baru kendaraan itu bisa diproduksi dan digunakan secara massal. Nah disini problemnya, mereka mulai memasuki skala industri itu prosesnya. Kalau sudah memasuki skala industri itu padat modal karena menyiapkan infrastukturnya mulai industri penunjang sampai purna jual. Kalau kita mau menyiapkan skala industri mestinya kita menyiapkan skala bisnis.

Pemerintah ini saya memang ketika baru jadi menperin dalam suatu pembicaraan, presiden mengarahkan tolong mulai dipikirkan mobil yang diproduksi Indonesia semacam mobil nasional. Targetnya tentu saya selama jadi menteri.

Pertama, awal tahun lalu, kita diam-diam memang menggagas low cost and green car dengan harga yang dipatong dibawah US$ 10.000.Ini buat anak-anak muda atau mahasiswa atau kebanyak generasi baru lah, atau orang yang biasa naik motor mau punya mobil. Kalau dijual Rp 80 juta nyicil mau, konsumsi bahan bakar mobil ini 22 Km per liter jadi ngirit.

Kedua, melalui Keppres No 10 Tahun 2011 ada program angkutan umum murah pro rakyat yang masuk dalam kluster 4, selain rumah murah, pangan murah, dan kendaraan murah kita masukan itu untuk pedesaan dengan kriteria 700 cc dengan merek lokal. Khusus untuk pro rakyat PT INKA menangani itu dibantu oleh perindutrian. sekarang ini prototipe sudah jadi, dan sudah ada pemasanan dari beberapa provinsi.

Ini memang awal pertimbangannya bukan untuk komersial tapi lebih membantu masyarakat pedesaan. Jadi penjualannya per wilayah termasuk komponennnya.

Ketiga, sementara itu sudah berkembang embrio mobil hasil 'karya anak bangsa', itu seperti Esemka, Komodo, komodo itu bahkan sudah mendapatkan layak jalan itu untuk offroad untuk di perkebunan. Lalu ada Tawon, GEA, Arina UNS Semarang, Mobira dari Sarimas dan Mahator, semua mobil murah. Cuma mereka nggak meledak karena nggak ada Jokowi (walikota Solo) saat peluncuran.

Jadi perindustrian menyambut gembira kelompok masyarakat, anggota masyarakat melakukan uji coba membuat inovasi, engineering untuk membuat kendaraan. Kami mendukungnya dengan prosedur yang ada, prinsipnya kita medukung dengan bentuk promosi, pameran kita undang, uji coba kelayakan jalan seperti meberikan NIK, supaya dia bisa uji kelayakan jalan ke kemenhub,juga ada pelatihan R&D, sebagai contoh Esemka itu dilahirkan oleh Solo Techno Part, Solo Techno Partnya dibantu oleh kementerian perindustrian sejak 2009 untuk perlengkapannya. Mulai dipakai untuk pendidikan SMK.

Nah, untuk memproduksi atau merakit kendaraan bermotor memang ada beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain memiliki izin industri, sekurang-kurangnya wajib melakukan kegiatan pengelasan, penyambungan, pengecatan, perakitan komponen utama seperti engine, body chasis sehingga menjadi unit kendaraan yang utuh serta melakukan pengujian dan pengendalian kendaraan bermotor. Jadi diajari secara step by step kemampuan mereka ini. Yang paling penting lagi adalah memiliki perjanjian merek dengan prinsipal di luar negeri atau merek terdaftar yang ada di Ditjen Haki untuk merek lokalnya.

Supaya jika dia nanti menggunakan komponen dari yang lain sudah ada perjanjiannya. tapi kalau uji coba perakitan mungkin nggak perlu ya. tapi kalau anda memproduksi massal harus ada (perjanjian) jika tidak akan menjadi masalah hukum juga dengan yang lokal.

Nanti dia (Esemka) harus menandatangani itu, kalau dia masih menggunakan komponen dari luar negeri, kalau secara massal mmeproduk dia harus ada perjanjian nanti ada royalti sistem jika tidak, wah gawat itu. Nanti harus didudukkan perkaranya apa statusnya, kalau ngambil (komponen).

Kalau hanya uji coba, mungkin dikasih oleh prinsipal, sekalian dipromosi produknya, tapi kalau produksi massal harus teken dulu seperti itu perjanjiannya.

Saya mendengar tahapnnya Esemka sudah, bulan depan paling telat akan menerima uji kelayakan jalan jadi dia sudah siap sebetulnya nanti diproduksi dan digunakan massal, Disini dia harus sudah siap membuat FS (feasibility study) dengan strategi seperti apa.

Lalu apa benang merahnya dari berbagai kenyataan tadi?

Esemka ini kan fenomenal baru,tadinya kami diam-diam menyiapkan low cost and green car yang itu disponsori oleh prinsipal Daihatsu tetapi dia berjanji menyerap lokal sampai 85% termasuk desain mobilnya orang Indonesia semua.

Lalu yang kedua karena ada perintah Keppres (mobil murah pedesaan) dan bermuculan beberapa insiatif masyarakat untuk melakukan inovasi tentu kita dukung semua. Tiba-tiba ada fenomena baru mengenai Esemka tentu itu perlu diakomodasi.

Apalagi fenomena Esemka menurut saya mobil Esemka ini manfaat yang paling besar adalah dia memicu momentum untuk melahirkan mobil nasional itu bisa menjadi lebih cepat.

Dalam rencana saya akan di-launching 2013-2014 yang low cost and green car dan mobil untuk pedesaan. Tetapi GEA sekarang mulai dipesan secara parsial oleh beberapa gubernur. Jadi idenya GEA tidak masuk kota.

Tapi dengan fenomena Esemka ini lalu pemerintah dituntut mengambil sikap makanya saya mendudukan persoalannya menyelesaikan suatu perakitan dengan model yang dibuat mereka (SMK) berinovasi itu suatu pencapaian. Tapi berikutnya proses membuat produksi massal dalam skala industri itu persoalan yang berbeda itu harus dihadapi dengan sikap untu melakukan langkah besar untuk menuju pada industrialisasi. Modal disiapkanlalu ada feasibility study,bahwa spirit orang mau membeli mobil itu (Esemka) sudah tumbuh, barangkali bisa mempercepat orang untuk mempersiapkannya.

Anda tahu, tahun ini saja mobil yang diproduksi 850.000 unit, potensi pasar di kelas Esemka itu maksimal 100.000 unit (per tahun). Jadi euforia, dia harus bersaing yang dibawahnya dengan cc yang kecil-kecil, kalau seandainya dia dipesan 10.000, market share masih besar, kompetisi masih ada.

Artinya nanti kalau pun Esemka sudah masuk tahapan industri maka akan bersaing dengan mobil murah lainnya?

Ya nantinya akan bersaing dengan low cost and green car. Itu nanti akan bertemu di pasar, tapi low cost and green car ini kan cc nya 1000-1200 cc sedangkan Esemka 1500 cc kalau harganya Rp 95 juta murah, mudah-mudahan belum menghitung pajak.

Nah itu masuk di segmen pasar yang mencapai 100.000 unit, potensi pasarnya besar meskipun nantu orang Indonesia mau beli ya, tapi kontinyuitas dari penjualan harus dijaga, purna jual, programnya harus jalan, industri komponennya mesti disiapkan. Semakin besar melakukan penjualan, maka penunjang industinya harus makin, itu sesuatu menurut saya memerlukan investasi besar.

Jadi pilihannya adalah mereka sebagai inisiator bisa mengajak investor dari BUMN, itu bisa dibicarakan yang akan mengeluarkan dana atau investor-investor nasional yang besar-besar karena ini ngomong soal triliunan rupiah. Kalau BUMN bisa berunding dengan pemerintah apa saja yang bisa membuat produk costnya lebih ringan seperti bea masuk ditanggung pemerintah untuk alat yang belum bisa diproduksi disini, lalu PPn BM barang mewah, mungkin akan dinolkan atau sedikit.

Jadi aturan itu tak bisa diskriminatif, karena produsen lain berhak mendapatkannya itu rule of the game, kalau proteksinya selain itu diturunkan, kalau dia joint dengan BUMN, siapa tahu bisa mendapatkan kredit murah atau penyertaan modal pemerintahm jadi banyak opsi yang dibicarakan, kalau dengan PMDN (investor nasional), PMDN juga bisa mengajukan gagasan itu.

Tapi nggak mungkin kalau anak-anak SMK dan Sukiat ini jalan sendiri, beratnya di investment dan juga menyiapkan industri komponen. Katanya setiap SMK akan membuat komponen, mungkin dalam skala kecil bisa, kalau sudah mulai skala besar tidak bisa. SMK ini kan bukan industri, dia sekolahan jadi harus mengikuti kaidah dan norma-norma industri, berbeda dengan kalau anda mencoba prototipe di sekolah dan di lab, kalau masuk industri harus mengikuti kaidah.

Sebagai ilustrasi, Proton kalau nggak salah adalah konsekuensi pemerintah Malaysia waktu memberi izin Mitsubishi masuk ke Malaysia, setelah sekian tahun harus menghasilkan mobil (nasional) akhirnya dengan setengah dipaksa, en‌ginenya dari Mitsubishi dibuat lah Proton dengan dimodali fasilitas pemerintah lewat BUMN, terus mereka IPO jual saham. Yang terjadi sekarang sejak tahun 1980-an yah, dia (Proton) belum menguasai pasar di Malaysia, yang unggul merek-merek Jepang dan Korea. Proton sendiri untungnya naik turun jadi belum mendominasi meski itu mobil nasional. Jadi dari fenomena itu kita lihat nggak mudah tapi kalau kita berjuang disitu mari kita pikirkan.

Itu fenomena Malaysia, lain lagi dengan fenomena Thailand, sekarang dia melupakan mobnas dengan kriteria 100% buatan Thailand dan juga sahamnya orang lokal. Sekarang ini Thailand konsentrasinya pokoknya Thailand harus jadi pusat industri mobil, komponen dan produk akhirnya, itu sebenarnya yang mau direbut oleh Indonesia jadi basis produksi. Mereka memang punya kemudahan dan infrastruktur, tapi mereka kan sekarang banjir. Tadinya saya mau kompit itu. Tapi kemudian ada semangat mobnas dengan definisi seperti tadi (100%) ya lakukan saja dengan BUMN atau siapa.

MS Hidayat: Perlu Ada Orang Seperti Tommy Kembangkan Mobnas
Suhendra - detikFinance

Jakarta - Sederet nama-nama mobil karya nasional seperti Tawon, GEA, Arina, Mobira, Mahator dan lain-lain memang sudah tak asing ditelingi. Meskipun sudah banyak memiliki potensi, sayangnya pemerintah belum juga menetapkan mobil apa yang nantinya akan dikembangkan sebagai mobil nasional.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan mendukung penuh mobil-mobil tersebut dan masih terus mengumpulkan potensi-potensi dari kehadiran mobil-mobil lokal yang digagas swasta maupun BUMN itu.

Ia mengaku pemerintah masih bimbang untuk menyikapi kebijakan mobil di dalam negeri walaupun pemerintah akan serius mendorong mobil nasional. Kebimbananga itu, apakah mengikuti Malaysia dengan memiliki mobnas seperti Proton yang diproteksi habis-habisan oleh negara atau Thailand yang mengabaikan adanya mobnas namun mereka jadi raja otomotif di ASEAN.

Untuk membuat mobnas sukses, Hidayat berandai-andai perlu orang yang memiliki tekad seperti Tommy Soeharto yang sebelumnya menggarap Timor. Walaupun pada akhirnya gagal karena pada waktu itu Indonesia keburu diterpa krisis.

Berikut ini wawancara detikFinance dengan Menperin MS Hidayat saat ditemui di Gedung Graha Niaga,Sudirman, Jakarta, akhir pekan lalu.

Katanya pemerintah mendukung, jadi mana yang mau dijadikan mobnas dari berbagai pilihan tadi?

Kita belum menetapkan, jadi kami akan menggelar saja temuan-temuan ini dan satu per satu mau diajak bicara bagaimana nanti prospeknya karena masing-masing harus punya FS (feasibility study) untuk masuk skala industri dan pemerintah nanti juga akan ambil posisi seperti apa.

Targetnya kapan mobnas (skala industri) sesungguhnya ada?

Saya sih maunya sebelum pemerintahan ini berakhir, untuk mobnas, bukan untuk yang pedesaan. Kalau yang mobil pedesaan itu program pemerintah untuk pro rakyat, jadi sekarang ini tak nasional perwilayah dahulu seperti dijual ke Sulawesi Selatan. Kalau sekaligus nasional nggak mungkin, INKA pun saya kira nggak sanggup kalau sekaligus.

Apakah mungkin dalam jangka waktu 2 tahun bisa menyiapkan mobnas?

Makanya itu sebetulnya, yang masih dalam diskusi kami adalah apakah kita berkonsentrasi menjadikan Indonesia sebagai basis produksi, dengan menguasai teknologi yang sekarang sudah 90% (komponen) dengan mahzabnya Thailand, atau kita pakai mahzab-nya Malaysia yang 100% Malaysia jual saham ke publik tetapi harus bersaing ketat dengan mereka yang sudah survive lebih dahulu.

Kalau lihat grafiknya produksi Thailand dengan Malaysia jauh lebih tinggi Thailand, kita harus pelajari itu, mungkin kita somewhere in between, ada di tengah itu.

Apakah ini artinya pemerintah masih ada dipersimpangan jalan, karena kalau mengejar mobnas tanggung, mengejar cita-cita jadi basis produksi juga tanggung?

Nggak, kecuali ada tekad baru seperti Tommy (Soeharto) tiba-tiba dia membuat gebrakan membangun investasi besar menggandeng prinsipalnya dan kemudian mendirikan industrinya, bapaknya (Soeharto) berkuasa pada waktu itu tapi toh belum berhasil juga. Saya mau menggambarkan betapa beratnya market, jadi kalau diawal-awal dibantu dengan pembelian rakyat Indonesia dan pemerintah ikut beli, itu sama dengan Proton. Tetapi lama-kelamaan akhirnya survival dari Proton sangat tergantung apakah dia kompetitifnya di pasar.

Kesannya pemerintah tak serius dengan Mobnas, jadi pemerintah serius atau tidak dengan mobnas?

Ya serius dong, tapi polanya akan dilakukan pemerintah sedang dikaji, saya akan memberikan masukan nanti, kalau nanti kita memutuskan oke pemerintah terlibat ya BUMNnya harus disuntik. Apakah itu akan menjadi prioritas, karena suntikannya triliunan rupiah,misalnya Rp 10 triliun apakah sektor lain seperti pertanian, kesehatan, pangan apakah jadi tergeser, itu kan nanti keputusan politik yang menentukan.

Berapa yang siapkan pemerintah kalau sampai mau nyuntik dana program mobnas?

Saya kasih ilustrasi, Toyota kemarin membuat pabrik untuk ekspansi US$ 300 juta atau sekitar Rp 3 triliun, itu hanya ekspansi saja. Kalau ngomong Rp 10 triliun ada kali ya, saya nggak tahu soalnya sedang dihitung. Kalau ada swasta yang berani mengambil risiko itu, saya juga sudah waktunya saya sarasehan dengan teman-teman pengusaha nasional seperti Bakrie, CT, Tedy Rachmat apakah mereka punya wawasan, atau kita berikan kepada BUMN.

Memangnya belum ada yang menyatakan minat?

Belum, mereka (pengusaha nasional) diam-diam lagi menghitung sebab dengan modal yang besar dengan risiko yang tinggi, mendapatkan kebanggan nasional itu penting, tapi harus survive.

Apa rangsangan pemerintah buat para pengusaha potensial yang mau garap mobnas?

Kalau seperti PPN BM, BMDTP itu kan lebih merangsang agar costnya kompetitif, mereka juga harus studi soal marketnya. Apakah orang Indonesia akan seterusnya mencintai produk itu dan membelinya dengan harga yang relatif murah tapi juga kenyamanan kendaraan harus tetap dijaga. Kalau euforia ini hanya beberapa tahun saja, terus berkompetisi di pasar bebas, terus nggak balik modal terus ditutup seperti Timor dan Bimantara, itu yang saya mau jaga, makanya saya hati-hati karena sekali saya lapor ke presiden bahwa ini sudah siap untuk launching, mestinya roadmapnya untuk sampai pada produksi itu harus sudah siap, saya belum siap, sedang dikerjakan.

Jadi target tahun 2014 bisa terealisasi?

Mudah-mudahan lah pada 2014 bisa launching dengan kesiapan yang sudah matang.

Artinya nanti di 2014 akan ada mobil murah Daihatsu dengan konsep low cost and green car, termasuk mobnas?

Kalau Daihatsu sih kita biarkan saja, karena itu diversifikasi produk mereka, sedangkan kalauu GEA dilahirkan atas kesepakatan kita, dilahirkan karena da Keppres. Terus mobil-mobil inisiatif masyarakat ini kita maintainance-nya seperti apa. atau mereka bisa menjadi embrio dari mobnas itu sendiri. Apakah betul selera masyarakat sesui dengan sekolah Esemka apakah untuk anak muda atau pejabat saja.

Dengan mendukung mobnas disaat bersamaan pemerintah juga mendukung mobil low cost and green car oleh prinsipal, kesannya pemerintah mendua?

Nggak mendua, low cost and green car itu kita lahirkan sejak awal tahun lalu, tapi ketika mereka (prinsipal) sudah mulai matang muncul semangat kita untuk membuat mobnas dengan kretriria kayak Proton itu. Ya sudah, tentu kita harus syaratkan harus bisa kompetisi. Untuk mobnas Esemka itu sekitar 1.500 cc sedangkan low cost and green car itu 1000-1200 cc, kecil tapi jaringannya sudah ada.

Makanya saya minta Esemka itu sudah mulai waktunya berunding dengan investor apa itu BUMN atayu pengusaha nasional, dia (Esemka) nggak mungkin mulai dengan kecil-kecil.

Soal low cost and green car, sekarang peminatnya hanya Daihatsu?

Suzuki pernah mengajukan, tetapi belum kita respons, mereka tahu kebutuhan Indonesia sekarang ini mobil kecil, mobil murah dan pro lingkungan, jadi yang bensinnya ngirit.

Senin, 16/01/2012 08:38 WIB
Wawancara Khusus (3)
MS Hidayat: Kita Bukan Pro Jepang
Suhendra - detikFinance

Jakarta - Munculnya euforia mobil nasional bertepatan dengan rencana pemerintah mendorong agar Indonesia bisa menjadi Raja ASEAN untuk basis produksi industri otomotif. Target produksi mobil 1 juta unit bakal tercapai paling lambat 2013 untuk menyalip Thailand.

Selama ini produksi mobil di dalam negeri 70% dikuasai oleh Jepang, sementara selebihnya Korea dan Eropa. Adanya rencana mobnas ini apakah mengusik ketenangan para prinsipal termasuk Jepang yang selama ini banyak menikmati pasar Indonesia?

Menteri Perindustrian MS Hidayat menegaskan bahwa kementeriannya bukan pro jepang atau anti Jepang namun kenyataanya saat ini produksi mobil nasional didominasi Jepang. Meski demikian pemerintah berjanji akan mendorong program mobil nasional.

Sayangnya sampai saat ini pemerintah belum juga menetapkan kriteria mobil nasional termasuk merek apa yang akan digodok. Hidayat mengaku hal itu akan menjadi keputusan politik.

Ia akan bersikap realistis dan rasional soal kemampuan Indonesia membangun industri otomotif yang memang memerlukan waktu termasuk soal kelanjutan keberadaan fenomena Esemka. Saat ini ia mengakui keberadaan Esemka banyak dinanti oleh masyarakat, namun apakah itu akan selamanya. Esemka saat ini belum menjadi sebuah industri yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk massal.

Hidayat menegaskan sikapnya yang begitu realistis terhadap Esemka dan lainnya, tak ada kaitannya dengan kepentingan mendukung 'kekuatan' industri otomotif yang selama ini sudah berkuasa di Indonesia.

Berikut ini wawancara detikFinance dengan Menperin MS Hidayat saat ditemui di Gedung Graha Niaga,Sudirman, Jakarta, akhir pekan lalu.

Ada anggapan kementerian perindustrian sangat pro dengan Jepang sekali khususnya soal otomotif?

Bukan pro, dari seluruh produksi nasional yang 880 ribu (produki mobil per tahun) itu memang hampir 70 persen produksi Jepang sisanya Korea dan Eropa. saya terbuka kalau misalnya negara manapun, apalagi kalau mau joint Indonesia dengan lokal untuk mengisi pangsa pasar mereka. Saya sangat terbuka. Saya mencari kawan-kawan para pengusaha nasional dan BUMN yang bersedia melakukan investasi di otomotif dalam bentuk industri. Saya belum ketemu.

Dengan adanya euforia mobnas saat ini seperti Esemka, apakah prinsipal mobil seperti Jepang merasa khawatir?

Nggak, tentu dalam hati mereka memperhitungkan (Esemka), ini bisa laku nggak, pastinya. Tetapi mereka pasti tak akan menghalangi karena itu hak kita, dan saya memberi tahu mereka. Mereka siap berkompetisi, mungkin yang tak bisa saya ceritakan semua, mungkin suatu waktu ada understanding di level pada cc berapa Indonesia bisa memulai(dikelas mana), tetapi itu mesti hanya dibuat understanding, nggak bisa dibuat peraturan karena nggak boleh, mesti bebas. Menurut aturan resmi internasional tak boleh ada diskriminasi, semua investor mendapat perlakuan yang sama.

Kalau begitu kita terjebak dengan kita terlalu lugu dengan aturan internasional yang ada seperti WTO?

Ya, makanya saya mau bilang dia (pemain lama/prinsipal) bisa menerima understanding, kita mau memulai, misalnya saya mau membangun dibawah 1000 cc, you kalau mau bikin diversifikasi produk di atasnya deh. Itu mungkin seperti itu, understanding antara pemerintah dengan mereka (prinsipal), mereka toh kita tak usik dengan skim mereka.

Presiden SBY pernah memerintahkan untuk membuat Mobnas, sebenarnya konsep mobnas yang diinginkan Presiden SBY seperti apa?

Mobnas itu mobil yang dibuat di Indonesia oleh orang-orang Indonesia tentu, ada kepemilikan orang Indonesia, saya tak definitif harus 100% orang Indonesia. Jangan lupa di dunia bidang otomotif nggak juga seperti 100% Jepang, Jadi crossing ownership nggak bisa dihindari. Jadi 100% milik nasional saya melihat nggak ada, mungkin di China ada, tapi mereknya nggak masuk sini. Pernah dicoba mobil China masuk ke sini karena jaringan nggak ada, jadi nggak laku, artinya bukan faktor murah saja yang membuat laku. Belajar dari produk China juga, bukan hanya faktor harga saja membuat orang membeli. Buktinya mocin kurang laku, selain kualitas dan jaminan suplai komponen termasuk yang disyaratkan.

Kalau ada orang mau beli mobil dengan harga lebih murah Rp 10 juta dengan merek baru yang belum dikenal, dengan mobil yang lebih mahal tapi kalau ke bengkel gampang dan komponen gampang pasti pilih yang kedua, tapi kalau semangat nasionalisme tinggi pasti beli yang satu, tapi jangan marah kalau mogok nggak bisa dibetulin. Jadi services dan support si pembeli itu faktor yang dipertimbangkan oleh pembeli yang sebenarnya ya.

Di awal-awalnya saya yakin semangat membeli mobil nasional pasti tinggi, tapi ini kan berjalan forever, nanti setelah sekian tahun bagaimana, apalagi produk-produk baru berinovasi juga.

Kesannya anda tak mendukung Esemka terlihat dari pernyataan-pernyataan anda belakangan ini yang fluktuatif?

Nggak. Saya pasti mendukung, terhadap inovasi engineering terutama orang Indonesia, tapi kalau sudah masuk skala industri, euforia itu harus mulai ditingkan secara rasional. Kaidah dan norma suatu industri besar itu harus mulai diterapkan dan itu harus bersinergi mungkin saja sahamnya BUMN Indonesia, swastwa dan inisiatornya lalu ajak swasta asing lalu go publik. Boleh nggak? menurut saya boleh saja, cari kapital harus seperti itu, kalau 100% nunggu suntikan pemerintah mana ada.

Mobil pedesaan secara massal kapan?

Mobil pedesaan tahun sudah mulai muncul karena produksi sudah pemesanan mulai sudah mulai ada mereka mungkin strategi melayani daerah melalui pemda dan tidak dalam skala industri yang tadi saya sebutkan, kalau GEA bisa lebih cepat.

Jadi mobil seperti GEA apakah masuk dalam katagori mobnas?

GEA ini mesinnya masih impor tapi 90 persen dibikin di Indonesia dan INKA reliable lah untuk memproduksi. Maksud saya ini bisa dijadikan mobnas nggak karena dari BUMN. Jadi mobnas nggak perlu satu produk, kan bisa diversifikasi, tergantung strategi bisnisnya.

Makanya kalau kriterianya mobnas harus dibuat di Indonesia dan ownershipnya Indonesia ya GEA tapi itu skala kecil, Mungkin harus dilakukan bertahap daripada launching terus gagal. Saya mau realistis karena saya pengusaha, saya bisa aja bicara bombastis sebagai orang pemerintah, saya tahu itu tak mungkin.

Kalau kriterianya harus dibuat di Indonesia dan kepemilikannya Indonesia ya BUMN ini (GEA), memang tahap pertama di pedesaan. Tahap kedua bisa diversifikasi produk, mungkin Esemkan bisa joint dengan INKA (GEA) lalu INKA-nya disuntik pemerintah, kalau dia mau. Dia bikin lokomotif saja bisa, masak bikin mobil saja tidak bisa itu logika saja.

Buat saya sih bagi yang sudah setengah siap kenapa nggak terus digelundungin, sekarang sudah ada kemampuan dan kinerja engineeringnya hebat, bisa bikin lokomotif, kasih tugas saja dari pemerintah sampai nanti jadi. Tapi jangan ditentukan pagi-pagi biar mereka study, jadi waktu itu nggak usah mengikat kita, secepatnya oke. Kesiapan lebih penting jangan keduanya kalinya dilaunching dengan gagah tapi setahun kemudian ditutup, ya kayak Timor ya, yang dulu kita kagum-kagum artinya kita belum siap. Saya lebih baik dibilang konservatif, tetapi sekali kita jalan kita nggak gagal, saya percaya itu step by step.

Kalau melihat sekarang ini, ada mobnas di 2014 nggak mungkin sepertinya?

Mungkin kalau kita step by step dan sudah ditetapkan siapa yang bertanggung jawab, saya prefer GEA (INKA), BUMN yang sudah kinerjnaya punya kompetensi, sehingga kalau bicara sama pemerintah lebih gampang soal fasilitasnya, modal, kredit.

Selama ini INKA dengan perindustrian berhubungan diam-diam, nggak ada Jokowi, seolah-olah ini (Esemka) satu-satunya, saya nggak boleh membuat pernyataan yang bisa diartikan mengecilkan Esemka Solo karena bagaimana pun itu achievement, NIK sudah kita kasih 2010.

Jadi hingga kini pemerintah belum tentukan kriteria mobnas seperti apa?

Karena kita sedang menetapkan kriteria mobnas, kalau harus 100% dimiliki Indonesia, ya harus BUMN, nanti si inisiator ini Esemka ikut saham, sebagai inisiator berhak memiliki saham. Kalau dia (presiden) menyatakan jadi (mobnas) maka harus siap dengan konsekuensinya seperti finansialnya, berapa triliun, ngomong ke parlemen, belum lagi petani teriak kenapa mobnas, bukan beras, faktor politik.

Kalau saya di Kadin saya akan teriak, jadiin tuh Esemka. Saya mendukung kalau sudah skala industri saya realistis ikut norma dan kaidah industri, meskipun pemerintah nanti akan back up tapi mengandalkan back up pemerintah saja.
(hen/qom)
http://indonesiaupdates.blogspot.com/
http://chinese-clubs.blogspot.com/
http://tionghoanet.blogspot.com/
http://export-import-indonesia.blogspot.com/
http://jakartapost.blogspot.com/
http://lowongannet.blogspot.com/

__._,_.___
Recent Activity:
Untuk bergabung di milis INTI-net, kirim email ke : inti-net-subscribe@yahoogroups.com

Kunjungi situs INTI-net   
http://groups.yahoo.com/group/inti-net

Kunjungi Blog INTI-net
http://tionghoanet.blogspot.com/
Subscribe our Feeds :
http://feeds.feedburner.com/Tionghoanet

*Mohon tidak menyinggung perasaan, bebas tapi sopan, tidak memposting iklan*
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar