Minggu, 05 Agustus 2012

Era Reformasi Karena Main Bola, Korban 65/66 Dipenjara

 

http://berita.liputan6.com/read/408178/karena-main-bola-korban-65-66-dipenjara

Karena Main Bola, Korban 65/66 Dipenjara

Rochmanuddin

04/06/2012 15:38

Liputan6.com, Jakarta: Tanpa mengetahui sebab dan masalah, tiba-tiba Jayusman, seorang korban 1965/1966 ditangkap dan menjalani kurungan selama hampir lebih dari 14 tahun. Menurut Jayusman, ia dituding sebagai antek-antek Partai Komunis Indonesia (PKI).

Jayusman mengaku, pada masa itu tepatnya sekitar 1965 sedang mengikuti sepakbola dalam perayaan ulangtahun PKI di kampung halaman di Jakarta. Namun usai pertandingan, tanpa mengetahui persoalan, ditangkap dan dijebloskan ke penjara.

"Waktu itu saya masih umur 19 tahun. Pada saat itu saya termasuk salah satu pemain terbaik, karena itu saya ikut dalam perlombaan sepakbola itu bersama pemuda rakyat. Tapi engga tahu kenapa saya ditangkap dan dimasukan ke penjara oleh Tim Operasi Kalong namanya waktu itu," ujar kakek 11 cucu itu saat ditemui Liputan6.com di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (4/6).

Bapak dari empat anak ini mengaku, beberapa kali dipindahkan saat menjalani masa hukuman. Dari mulai tahanan di Salemba (Jakarta) dan Tangerang, hingga tahanan di Pulau Buru, Sulawesi. "Hampir 14 tahun saya menjalani hukuman di penjara. Selama di penjara, tidak ada yang berani melawan, karena kalau melawan pasti disiksa," ungkap Jayusman.

Sejak penangkapan hingga menjalani hukuman, pria kelahiran Jakarta 1946 ini mengaku kerap menerima intimidasi bahkan kekerasan fisik. Di Pulau Buru, yang kini menjadi kabupaten di Provinsi Maluku ia harus bertahan hidup di tengah-tengah menghadapi kekerasan yang kerapa ia alami.

"Pada saat saya ditangkap, saya sempat disiksa dulu di tempat Tim Operasi Kalong suruh mengaku. Bahu kanan saya patah dihantam kursi. Di Pulau Buru itu, makan jagung sudah enak. Di sana tuh kita diberi makanan kuda namanya burger, makan itu keluarnya juga itu, ga bisa dicerna."

Bahkan, pria yang mengaku memiliki 3 cicit ini harus makan seadanya sebagai penyambung hidup. Sepatu kulit harus ia makan lantaran tak ada lagi makanan. Padahal selama menjalani hukuman di Pulau Buru, ia harus menjalani kerja rodi tanpa upah dan makanan layak.

"Itu sepatu kulit saya timbun di tanah, setelah itu saya rebus, abis itu saya timbun lagi, baru bisa dimakan. Pohon pepaya dari yang daunnya sudah kuning sampai akarnya, itu dimakan. Ini saya bukan mengada-ada," kenangnya.

Dalam masa tananan ini, lanjut Jayusman, ia tak pernah bertemu dengan keluarga. Sebab tak ada seorang pun yang berani menjenguknya. Hingga kini ia pertanyaan besar selalu muncul dan terus mengganjal di benaknya, apa kesalahannya hingga ia harus menjalani hukuman ini?

"Saya ini korban yang paling beda di antara teman-teman saya. Saya tidak pernah terlibat dengan Pemuda Rakyat apalagi Partai Komunis, kenapa saya ditangkap? Apa salah saya? Ini yang sampai sekarang terus menghantui pikiran saya," imbuhnya.(AIS)

***
http://berita.liputan6.com/read/425884/penyelesaian-kasus-1965-secara-rekonsiliasi
 
Penyelesaian Kasus 1965 Secara Rekonsiliasi?

syaiful HALIM

31/07/2012 06:59

Liputan6.com, Jakarta: Temuan Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa 1965 bisa diselesaikan melalui rekonsiliasi atau penyelesaian di luar pengadilan. Demikian dikatakan Wakil Jaksa Agung Darmono di Jakarta, Senin (30/7).

"Tapi rekonsiliasi itu asalkan ada bukti-bukti pelanggaran yang dilakukan aparat pemerintah," kata Darmono.

Setelah melakukan pekerjaannya selama empat tahun, tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965-1966 menyimpulkan bahwa ada dugaan pelanggaran tersebut benar terjadi.

Komnas HAM meminta Jaksa Agung untuk memulai penyelidikan resmi berdasarkan temuan dan untuk membentuk Pengadilan HAM "ad hoc" untuk membawa pelaku ke pengadilan sebagaimana diatur UU Pengadilan HAM.

Menurut Darmono, penyelesaian melalui pengadilan dengan menggunakan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak bisa dilakukan atau tidak bisa retroaktif. "Kecuali pada kasus Timor Timur (Timtim) dan kasus Tanjung Priok," katanya.

Jadi, Darmono menambahkan untuk kasus 1965 itu, tidak bisa terjangkau dengan membentuk pengadilan ad hoc. "Kalau 1965 itu agak sangat jauh dari landasan hukum kita, lemahlah," katanya.

Kendati demikian, kata Darmono, pihaknya akan tetap mengevaluasi hasil temuan penyelidikan Komnas HAM tersebut.

Sebelumnya, Amnesty Internasional meminta Jaksa Agung menyelidiki temuan Komnas HAM terkait dengan dugaan pelanggaran HAM yang bisa dianggap kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan dalam konteks Kudeta 1965 yang gagal.

"Penundaan investigasi akan memperpanjang penderitaan korban dan keluarga yang telah menunggu lebih dari empat dekade," kata Campaigner-Indonesia and Timor-Leste Amnesty International Secretariat, Josef Roy Benedict di London, Inggris.

Menurut Komnas HAM yang menyerahkan laporan projustisia ke Kejaksaan Agung, pejabat pemerintah terlibat dalam penganiayaan sistematis terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan yang diduga simpatisan komunis menyusul Kudeta 1965 yang gagal.

Penyelidikan Komnas HAM selama tiga tahun menemukan bukti bahwa pelanggaran HAM yang luas terjadi secara nasional antara 1965 dan 1966 dan berlanjut sampai awal 1970-an pada tingkat yang lebih rendah.

Komnas HAM mencatat temuan ini memenuhi kriteria pelanggaran HAM berat, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti yang didefinisikan dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.(ANT/SHA)

***

http://berita.liputan6.com/read/385531/kontras-tuding-kejagung-membangkang-hukum

Kontras Tuding Kejagung Membangkang Hukum

06/04/2012 08:48
Liputan6.com, Jakarta: Staf Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, M Daud, mengatakan berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu seperti Peristiwa '65, Tragedi 98, Peristiwa Tanjung Priok dan Kasus Talangsari masih saja mandeg di Kejaksaan Agung. Daun menilai, Kejaksaan Agung melakukan pembangkangan hukum.

"Kejaksaan Agung melakukan pembangkangan hukum, ini sudah 13 tahun. Kalau setahun dua tahun bisa dimaklumi, ini belum diapa-apakan. Harusnya Jaksa Agung mau melanjutkan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Yang penting Jaksa Agung tetap menyidik sesuai laporan Komnas HAM," ujar Daud, usai menemui tim penanganan pelanggaran HAM masa lalu di Jakarta.

Daud menambahkan, akibat mandegnya penanganan hukum di Kejaksaan Agung ini, proses penanganan korban masa lalu menjadi terhambat di Menkopolhukam. "Ternyata sepanjang Mei 2010 belum ada perkembangan berarti. Yang kita dorong kasusnya mandeg di Kejagung dimana proses hukum harus dilakukan. Polhukam harus desak Jaksa Agung, harusnya tim ini jadi penghubung."

Selain itu, Daud juga menyayangkan presiden SBY yang hingga saat ini belum juga melakukan rekomendasi dari DPR pada 2009 untuk membentuk pengadilan HAM Ad Hoc sebagai upaya menyelesaiakan berbagai kasus pelanggaran berar masa lalu.

"Kami tidak ingin pembentukan tim ini hanya menjadi pencitraan, tapi mengedapakan proses hukum. Karena semua kasus pelanggaran HAM berat mandeg sampai hari ini," tandasnya.(ADI/MEL)
 
http://tamanhaikumiryanti.blogspot.com/
Information about Coup d'etat '65click: http://www.progind.net/  
List of books, click:  http://sastrapembebasan.wordpress.com/


__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar