Selasa, 07 Agustus 2012

Re: [M_S] MUI: Jika Teruji Boleh Pilih Pemimpin Nonmuslim

 

sepertinya tidak ada yang masalah dengan pernyataan MUI.

pernyataan ketua MUI ini kurang lebih sama dengan artikel di bawah ini:

Quote :
"Ahok juga tidak pernah memanfaatkan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi. Justru yang terjadi, Ahok memotong uang perjalanan dinasnya untuk membantu rakyatnya yang miskin. Perilaku Ahok ini mengingatkan saya kepada cerita Khalifah Umar bin Abdul Aziz."

Kalau dihadapkan pada pilihan orang islam yang tidak amanah dengan orang non muslim yang amanah, 
saya lebih cenderung memilih yang non muslim tapi amanah. 
Tentang pilkada DKI, mungkin posting saya yg saya copas dari milis rantau net bisa jadi pembanding.
Sekedar tambahan lagi, mengapa wagub DKI prijanto memilih mundur drpd mendampingi foke ? 

Jadi ingat kwik kian gie, dari beberapa menteri muslim, hanya KKG yang hartanya justru surut saat menjabat
sebagai menko. dan dari penuturannya ternyata KKG lebih banyak menggunakan uang sendiri dalam menjalankan
tugas2nya. ternyata sosok khalifah ummar malah tercontohkan dengan baik pada sosok Ahok dan KKG yang 
notaben non muslim dan china, dua hal yang oleh masyarakat kita masih alergi dan parno.
wallahualam.

wassalam,
harman

Memilih Pemimpin yang Sejati

 

(Ringkasan dari opini: Pandangan Saya sebagai Orang Islam terhadap Ahok

OPINI Anita Tahmid Alumnus Universitas Al-Azhar Kairo  20 July 2012 | 07:28)

 

Menurut saya, memilih pemimpin harus didasarkan kepada kemampuan Calon, bukan apa agama Calon. Sebab, soal agama adalah urusan pribadi antara seorang hamba dengan Tuhannya. Apakah Calon rajin sembahyang atau tidak, tekun puasa Ramadhan atau tidak, dan selalu membayar zakat atau tidak, itu semua bukan urusan rakyat untuk mengetahuinya.

 

Yang perlu dipertimbangkan saat memilih pemimpin adalah sejauhmana kemampuan pemimpin untuk menghadirkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena itu, yang harus dipilih adalah pemimpin yang adil sehingga kepemimpinannya membawa kemaslahatan (kemanfaatan) bagi rakyat yang dipimpinnya.

 

Dalam Kitab Al-Hisbah karangan Ibnu Taimiyah dinyatakan sebagai berikut:

 

الله ينصر الدولة العادلة وإن كانت كافرة، ولا ينصر الدولة الظالمة وإن كانت مؤمنة

 

Artinya:

 

"Allah akan menolong Negara yang adil meskipun Negara itu Kafir. Dan Allah tidak akan menolong Negara yang dholim meskipun Negara itu Mukmin (Islam)."

 

Kita bisa melihat Australia, Jepang, Korea, Negara-negara Eropa dan Amerika yang penduduknya bukan mayoritas Muslim (baca: Kafir), tapi ternyata lebih maju dan sejahtera dibandingkan dengan Negara-negara Islam seperti Mesir, Yaman, Aljazair, Oman, Libya dan Tunis, tidak lain karena Negara-negara Kafir itu menjunjung tinggi keadilan. Maka Allah menolong mereka karena keadilan yang mereka tegakkan.

 

Seorang tokoh pembaharu asal Mesir, Mohammad Abduh mengatakan "Saya melihat Islam di Barat tapi saya tidak temukan Kaum Muslim di sana . Sebaliknya, saya menemukan Kaum Muslim di Timur tapi saya tidak melihat ada Islam di sana ." Maksudnya, Orang-orang Barat tidak mengenal agama Islam, namun perilakunya mencerminkan ajaran Islam. Mereka menjunjung tinggi keadilan, giat bekerja, disiplin, memudahkan urusan orang lain, menjaga kebersihan dan ketertiban umum serta menghargai waktu.

 

Nah, inilah pentingnya memilih pemimpin yang diyakini mampu menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Soal apa agama pemimpin tersebut, itu bukan faktor penting Sebab, bisajadi ada pemimpin yang di KTP tertulis agama Islam, tapi perilakunya justru Kafir, tidak mencerminkan nilai-nilai Islam. Keislaman seorang pemimpin bukan dilihat dari peci dan baju koko-nya, melainkan dari perilakunya. Pemimpin yang mengaku Islam sebagai agamanya, tidak berani berbuat korupsi, tidak menggunakan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi, dan tidak berbuat dholim kepada rakyatnya.

 

Sebaliknya, tidak mustahil ada pemimpin yang di KTP tertulis Kristen tapi perilakunya malah sangat Islami. Ia curahkan segala pikiran dan tenaganya untuk kesejahteraan rakyat, sehingga rakyat bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, baik jasmani maupun rohani. Ia kerahkan jiwa dan raganya untuk kemaslahatan (kemanfaatan) rakyat, sehingga rakyat tidak menemui kesulitan untuk memperoleh pangan, sandang dan papan, bahkan untuk melakukan peribadatan kepada Allah SWT. Pemimpin seperti itu sesuai dengan Kaidah Fiqh:

 

تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة

 

Artinya:

 

"Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus mengacu pada kemaslahatan (kebaikan) rakyat".

 

Kajian Dalil Larangan Memilih Pemimpin Kafir

 

Memang dalam kitab Suci Al-Quran ada beberapa ayat yang melarang umat Islam untuk memilih pemimpin yang tidak beragama Islam. Di antaranya ayat-ayat yang terjemahannya berikut ini:

 

    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpinmu (Al-Maidah : 51)

 

    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Kafir sebagai pemimpin-pemimpinmu dengan meninggalkan orang-orang Mukmin / Muslim (An-Nisa : 144)

 

Menurut saya, ayat-ayat di atas benar adanya. Hanya saja, pertanyaannya adalah orang Kafir seperti apa yang tidak boleh dijadikan sebagai pemimpin. Di sinilah perlunya melakukan apa yang dalam Logika Hukum disebut Rechtsvervijning (Pengkonkritan atau Penghalusan Hukum) yang merupakan salah satu metode dalam Konstruksi Hukum.

 

Kita tidak boleh memahami ayat secara apa adanya atau tekstual, tapi harus melakukan kontekstualisasi. Kenapa orang Kafir tidak boleh dijadikan pemimpin? Bagaimana kondisi dan situasi pada saat ayat itu diturunkan? Apakah keadaan sekarang masuk dalam kriteria tidak dibolehkannya mengangkat pemimpin Kafir seperti pada masa Rasulullah SAW. masih hidup dulu?

 

Saya berpendapat bahwa orang-orang Islam tidak boleh memilih pemimpin Kafir dengan catatan pemimpin tersebut membawa dampak negatif bagi agama dan umat Islam. Selama pemimpin Kafir tersebut diyakini mendatangkan keburukan atau kemudharatan bagi agama dan umat Islam, maka hukum memilihnya tidak boleh. Sebaliknya, bila keyakinan itu tidak ada maka hukumnya boleh.

 

Lagi pula, untuk ukuran jaman sekarang di era demokrasi, pemimpin tidak bisa tampil secara sewenang-wenang dan sesuka hatinya. Ia tidak bisa menjadi satu-satunya pengambil kebijakan. Setiap kebijakan yang diputuskan harus melalui musyawarah dengan banyak pihak dan dalam pelaksanaannya dikontrol oleh rakyat, baik melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat, media dan LSM. Adanya mekanisme kontrol inilah yang membedakan pemerintahan sekarang dengan jaman dulu.

 

Pemimpin sekarang tidak akan berani berbuat semena-mena, kecuali ia akan menjadi bulan-bulanan media dan didemonstrasi oleh rakyat. Karena itu, kekhawatiran dengan adanya pemimpin Kafir tidak mempunyai dasar.

 

Sosok Ahok yang Islami

 

Ada seorang ulama di Belitung Timur, kampung halaman Ahok, yang mengatakan, "Pada diri Ahok ditemukan sifat-sifat kenabian, yaitu Shidiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (mampu berkomunikasi) dan Fathonah (cerdas)."

 

Saya sependapat dengan ulama tersebut. Berdasarkan rekam jejak yang dipublikasikan, selama memimpin Belitung Timur, Ahok terkenal sebagai sosok pemimpin yang profesional, jujur, bersih, transparan dan merakyat. Sifat-sifat itu sesuai dengan ajaran Islam.

 

Ahok tak menjaga jarak antara dirinya dengan rakyat. Ia biasa keliling kampung untuk mengetahui persoalan rakyatnya. Perilaku Ahok itu seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab yang suka keliling kampung. Dengan keliling kampung, Khalifah Umar pernah dikisahkan menemukan suara tangis pada malam hari. Ternyata ada anak-anak kecil yang menangis tiada henti karena tidak makan berhari-hari. Karena merasa bersalah, Khalifah Umar spontan mengambil sendiri makanan yang ada di gudang Negara, memikulnya sendiri dan mengantarkan ke keluarga tadi. Itulah perlunya pemimpin turun ke bawah (turba) sehingga tahu persis keadaan rakyat yang dipimpinnya, dan tidak melulu mengandalkan laporan dari staf-stafnya.

 

Ahok juga tidak pernah memanfaatkan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi. Justru yang terjadi, Ahok memotong uang perjalanan dinasnya untuk membantu rakyatnya yang miskin. Perilaku Ahok ini mengingatkan saya kepada cerita Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Suatu ketika putranya datang menghadap ke Istana, lalu Khalifah Umar bertanya, "Untuk urusan apa, Kamu datang, Nak?" Sang putra menjawab, "Untuk urusan pribadi."

 

Seketika Khalifah Umar mematikan lampu ruangan. Sang putra bertanya lagi, "Kenapa dimatikan, Ayahanda?"

 

"Karena lampu ini dibiayai oleh Negara. Tidak boleh menggunakan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi." Subhanallah.

 

Perilaku Ahok itu jarang ditemukan pada pemimpin-pemimpin saat ini. Tidak sedikit Gubernur dan Bupati/Walikota yang mendekam di penjara karena terlibat kasus korupsi penggunaan APBD. Tapi tidak termasuk Ahok. Ia sadar bahwa APBD adalah uang rakyat yang harus dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Maka, uang itu haram dimanfaatkan untuk urusan pribadi, seperti untuk memperkaya diri sendiri atau untuk mendanai kampanye pemenangan dalam Pemilukada.

 

Ketika pemilukada Belitung Timur 2005, ada kekhawatiran bahwa jika terpilih, Ahok akan melakukan kristenisasi atau membangun gereja besar-besaran, ternyata kekhawatiran itu tidak terbukti. Selama memimpin Belitung Timur, Ahok lebih menjunjung tinggi ayat-ayat Konstitusi.

 

Lagi pula, kalau kelak benar-benar terpilih pada Pemilukada Jakarta putaran kedua tanggal 20 September 2012, sosok Jokowi tidak akan mungkin membiarkan wakilnya, Ahok sibuk memprioritaskan urusan agamanya ketimbang urusan rakyat keseluruhan. Ahok bukan pasangan pertama Jokowi. Sebelumnya, Jokowi sudah pernah berpasangan dengan Wakil yang beragama Kristen. Selama dua periode kepemimpinannya di Solo, Jokowi didampingi Wakil yang juga beragama Kristen. Namanya FX Hadi Rudyatmo. Dan, selama ini tidak pernah terjadi apa-apa.

 

Semoga bermanfaat untuk memilih pemimpin yg baik dan benar bagi masyarakat dan bangsa 


2012/8/8 Nugroho Laison <nugon19@yahoo.com>
 

silahkan para Ustadz membahas/mengkajinya.
silahkan yg punya channel ke MUI, utk memverifikasinya.

bagi saya, ini agak aneh...karena selama ngaji, belum pernah dengar yg kayak gini.
khawatir ada yg tdk lengkap atau ada manipulasi dari statement MUI.
dan belum tahu itu statement pribadi atau statement MUI.

di luar masalah negara kita adalah negara demokrasi, bukan negara dgn dasar agama tertentu...
tetap saja selama belajar/mengaji, muslim diperintahkan dan dituntun utk tdk mengambil pemimpin non-muslim, terlebih di negara yg mayoritasnya adalah muslim itu sendiri.

Wassalam - Nugon
 
Kebanyakan sumber permasalahan adalah cara berkomunikasi!!!  


-=-=-=-



MUI: Jika Teruji Boleh Pilih Pemimpin Nonmuslim

AntaraAntara – 19 jam yang lalu
Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Amidhan, mengatakan jika sudah teruji maka umat Islam diperbolehkan memilih pemimpin nonmuslim. 
"Jika memang sudah teruji adil, maka boleh memilih pemimpin yang nonmuslim," ujar Amidhan di Jakarta, Selasa. 
Hal itu, kata dia, kalau umat Muslim dihadapkan dua pilihan yakni satu pemimpin Muslim tapi zalim, dan satu lagi pemimpin nonmuslim tapi adil. Maka pilih yang adil. 
"Itu kalau ada bukti-buktinya kalau pemimpin nonmuslim itu adil," tegas dia. 
Namun, lanjut dia, jika itu baru pada tahap memilih maka pilihlah pemimpin yang Muslim. Hal ini sesuai dengan surat Al Maidah ayat 51, dimana dalam ayat tersebut umat Muslim diserukan untuk tidak memilih pemimpin selain yang beragama Islam. 
"Kalau menurut saya, itu biasa terjadi. Misalnya Yahudi pilih pemimpin Yahudi, begitu juga umat Kristiani pilih pemimpin Kristen," tambah dia. 
Amidhan juga menilai apa yang dilakukan oleh Rhoma Irama dalam ceramah agamanya beberapa waktu lalu, bukan sesuatu yang sifatnya SARA. 
"Lihat dulu konteksnya. Rhoma Irama itu bicara di Masjid, waktunya Ramadhan dan jamaahnya umat Islam, jadi sah-sah saja," kata Amidhan. 
Meskipun demikian, Amidhan menyerukan agar pihak-pihak yang berkompetisi pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua untuk bersaing secara sehat dan tidak berkampanye dengan membawa unsur SARA. 
"Indonesia itu negara demokrasi, bukan negara Islam."

Menjelang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua yang diselenggarakan 20 September tersebut, politisasi agama semakin sering digunakan. Pada Senin (6/8) penyanyi dangdut, Rhoma Irama, dipanggil Panwaslu terkait ceramah agama yang dinilai bermuatan SARA di Mesjid Al Isra Tanjung Duren, Jakarta Barat, pada Sabtu (28/7).(rr)




__._,_.___
Recent Activity:
----------------------------------------------------------------------
"Muhammadiyah ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah
kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja. Jadilah guru kembali
pada Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembali kepada Muhammadiyah. Jadilah
Meester, insinyur dan lain-lain, dan kembalilah kepada Muhammadiyah"
(K.H. Ahmad Dahlan).

----------------------------------------------------------------------
Salurkan ZAKAT, INFAQ dan SHODAQOH anda melalui LAZIS
MUHAMMADIYAH

No. Rekening atas nama LAZIS Muhammadiyah
1. Bank BCA Central Cikini
    (zakat) 8780040077 - (infaq) 8780040051
2. BNI Syariah Cab. Jakarta Selatan
    (zakat) 00.91539400 -   (infaq) 00.91539411
3. Bank Syariah Mandiri (BSM) Cab. Thamrin
    ( Zakat) 009.0033333 -  (Infaq) 009.00666666
4. Bank Niaga Syariah
    (zakat) 520.01.00186.00.0 - (infaq) 520.01.00187.00.6
5. Bank Muamalat Indonesia Arthaloka
    (Zakat) 301.0054715
6. Bank Persyarikatan Pusat
   (zakat) 3001111110 -  (infaq) 3001112210
7. Bank Syariah Platinum Thamrin
    (zakat) 2.700.002888 -  (infaq) 2.700.002929
8. BRI cab. Cut Meutia
    (zakat) 0230-01.001403.30-9 -    (infaq) 0230-01.001404.30-5

Bantuan Kemanusiaan dan Bencana:
BNI Syariah no.rekening: 00.91539444

DONASI MELALUI SMS
a. Jadikan jum'at sebagai momentum kepedulian,
salurkan donasi anda, ketik: LM(spasi)JUMATPEDULI kirim ke 7505

b. Bantuan kemanusiaan  ketik: LM(spasi)ACK kirim ke 7505

Nilai donasi Rp. 5000, semua operator,belum termasuk PPN

email: lazis@muhammadiyah.or.id
website : www.lazismu.org
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar