Kamis, 08 Desember 2011

[inti-net] Ultimatum buat Pengemplang Pajak

 

Ultimatum buat Pengemplang Pajak
http://www.tempo.co/read/opiniKT/2011/12/09/1713/Ultimatum-buat-Pengemplang-Pajak
Kamis, 08 Desember 2011 | 03:52 WIB

Ancaman pemerintah yang bakal menindak tegas para penunggak pajak mudah-mudahan bukan gertak sambal. Sudah berulang kali ultimatum semacam ini dilontarkan. Sayang, tak pernah ada tindakan konkret. Pengemplang pajak dibiarkan melenggang. Tak mengherankan bila tunggakan pajak terus menggelembung.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, tunggakan pajak perorangan dan perusahaan hingga pertengahan tahun ini sekitar Rp 70 triliun. Komisi Pemberantasan Korupsi juga pernah menyebutkan, 14 perusahaan minyak dan gas bumi asing masuk daftar para penunggak. Celakanya lagi, sebagian piutang pajak itu sudah kedaluwarsa. Tahun lalu sekitar Rp 2,6 triliun piutang tak tertagih.

Akibat tunggakan segunung itu, hingga November lalu realisasi penerimaan pemerintah dari pajak baru mencapai Rp 681,6 triliun atau sebesar 77,6 persen dari target. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2011, penerimaan pajak diproyeksikan sebesar Rp 831,7 triliun. Kita tahu, bila target penerimaan pajak meleset, kucuran dana untuk pembangunan juga seret.

Lantaran banyaknya para pengemplang pajak bandel, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengancam akan mengumumkan mereka lewat media massa. Jika langkah ini tidak mempan, ia akan mengambil tindakan lebih keras. Ultimatum yang sama disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany. Bukan tidak mungkin pemerintah akan mencegah mereka ke luar negeri, menerapkan paksa badan (gijzeling).

Kami menyokong langkah seperti itu untuk menyelamatkan anggaran. Aparat pajak memang diberi kewenangan melakukan hal itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Bahkan, dengan aturan ini, aparat bisa mengurung si pengutang pajak paling lama enam bulan. Aturan gijzeling bisa dilakukan terhadap penunggak pajak bernilai Rp 100 juta ke atas.

Masalahnya, pemerintah sering kali justru terlalu berkompromi dengan para penunggak pajak kelas kakap. Hukuman paksa badan amat jarang digunakan. Bisa jadi, ini akibat ketakutan aparat, lantaran kencangnya penentangan dari sejumlah pengusaha yang bersembunyi di balik para politikus Senayan.

Sikap lunak juga ditunjukkan dalam menangani kasus penyimpangan pajak. Lihat saja, misalnya, dugaan manipulasi pajak Asian Agri Group milik taipan Sukanto Tanoto senilai Rp 1,3 triliun. Hingga sekarang tak ada penyelesaian hukum yang tuntas. Begitu pula dugaan penyelewengan pajak tiga perusahaan tambang Grup Bakrie senilai Rp 2,1 triliun. Kasus itu kini tak terdengar lagi.

Terkatung-katungnya pengusutan dugaan manipulasi pajak tak boleh terjadi. Bila Direktur Jenderal Pajak gagal mengajak kepolisian dan kejaksaan menyeret penunggak pajak, mereka bisa mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi. Langkah itu bisa membuat penunggak pajak jeri.

Menenggang pengemplang dan pengusaha yang memanipulasi pajak hanya akan merugikan negara. Tindakan itu juga meruntuhkan kepercayaan para pembayar pajak yang setia. Ujung-ujungnya, mereka bisa ikut-ikutan mengemplang pajak. Efek itu harus dicegah oleh pemerintah. Kita butuh pajak untuk menggerakkan roda pembangunan.

The Most Comprehensive Travel Blogs
http://adsensetravel.blogspot.com/
http://adsensetravelreviews.blogspot.com/
http://indonesiatravelupdates.blogspot.com/

__._,_.___
Recent Activity:
Untuk bergabung di milis INTI-net, kirim email ke : inti-net-subscribe@yahoogroups.com

Kunjungi situs INTI-net   
http://groups.yahoo.com/group/inti-net

Kunjungi Blog INTI-net
http://tionghoanet.blogspot.com/
Subscribe our Feeds :
http://feeds.feedburner.com/Tionghoanet

*Mohon tidak menyinggung perasaan, bebas tapi sopan, tidak memposting iklan*
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar