Jumat, 07 September 2012

Bls: [M_S] Re: Bls: Analisis Diskusi dg Prof Thomas Djamaludin, 1 September 19.00 Uhamka

 

Assalaamu'alaikum, wr, wb.

Terima kasih Pak Pranoto sudah menyebut nama saya :)

Berikut point point dari saya:

1. Yang saya fahami, Prof. Thomas mengkritisi WH dari kacamata IR. Memang kalau dilihat dari kacamata IR, WH betul betul "usang" atau kalau dalam bahasa saya "terlalu sederhana". Sehingga selama ini pembelaan thd WH atas kritikan Prof. Thomas adalah bhw "tidak fair menilai WH dari kacamata IR".

2. Yang saya fahami dari buku pedoman hisab Muhammadiyah, sejatinya WH itu memang sama sekali mengabaikan "penampakan"; dalam arti tidak lagi memaknai "hilal" sebagai "bulan yang tampak sebagai sabit"; melainkan lebih kepada "posisi rembulan" pada kondisi kondisi tertentu yang diyakini sebagai pertanda "telah masuknya bulan baru".
Pemahaman saya ini diindikasikan pada dua hal :
1. Aspek syar'i: Albaqarah 189 yang menyebut pensyariatan hilal sebagai acuan waktu sama sekali tidak dissinggung di dalam buku pedoman hisab Muhammadiyah. Akan tetapi justru yang disebut sebut adalah Yasin 39-40 yang lebih umum (tidak spesifik menyebut hilal).
2. Aspek teknis perhitungan: algoritma dan contoh perhitungan di buku pedoman hisab Muhammadiyah menghitung ketinggian piringan atas rembulan dan disebut sebagai "tinggi rembulan"; bukan piringan bawahnya yang dihitung sebagaimana lazimnya perhitungan "tinggi hilal". Sejauh yang saya baca, buku pedoman hisab Muhammadiyah sama sekali tidak menyebut "tinggi hilal", melainkan "tinggi rembulan". Hanya saja di dalam maklumat maklumat PP Muhammadiyah, yang muncul adalah istilah "tinggi hilal", bukan "tinggi rembulan".

Jika memang benar pemahaman saya tsb, bhw WH betul betul tidak lagi memaknai hilal sebagai "bulan sabit", maka perintah meru'yah hilal dijaman nabi saw difahami sebagai sebuah upaya "mengetahui posisi rembulan". Syariat acuan masuknya bulan baru adalah posisi rembulan, dan bukan "hilal" itu sendiri.

Jadi memang akar perbedaan masalah adalah pada definisi syar'i dari hilal.

Sehingga, agar lebih produktif dan tidak -meminjam istilah Pak Agus - muterr (baca: muter muter); kita fokuskan saja diskusinya pada definisi syar'iy dari hilal:

ma hiya al ahillatu allati syara'ahallahu limawaaqiitu linnaasi ?

(apa definisi/ta'rif dari hilal hilal yang disyariatkan oleh Allah sebagai acuan waktu bagi manusia) ?

Harap diingat, definisi syar'i ini harus tetap dan berlaku universal. Artinya, definisi hilal itu haruslah sesuatu yang bisa dimengerti dan dipraktekkan oleh semua muslimin tidak tergantung pada tempat dan masa. Demikian pula, definisi syar'i itu haruslah merujuk pula pada praktek Rasulullah SAW dan para sahabat.

Wallahu a'lam bis-shawab,

Wassalaamu'alaikum, wr, wb.

Rois

--- In Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com, pranoto hidaya rusmin <pranotohr@...> wrote:
>
> Benar....yang sering muncul justru yang berlatar belakang sains, padahal komentar awal dari Pak Thomas justru terkait tafsir Yasin 37-40, yang menjadi inspirasi munculnya WH. Semoga Pak Yusron berkenan ikut mengkritisi, Pak Wahyudi, Pak Mu'iz, Pak Mujib, Pak Rois, Pak Nugon.....
> Akan sangat berarti kalau Prof. Syamsul juga ada beserta kita, tentu akan dapat memberikan penjelasan yang jauh lebih baik terkait tafsir Yasin 37-40.
>
> Sy cuplik kembali komentar Pak Thomas berikut ini:
>
> "QS 36:37 lebih terkait
> dengan gerak rotasi bumi, yang juga disinggung di QS 36:40. Jadi, tidak
> ada sama sekali nuansa gerak semu dalam ayat QS 36:40 tersebut yang
> mengarah pada pemaknaan WH.".
>
> Kalau saya tidak salah tangkap, gerak semu di sini mrp gerak semu harian mthr. munculnya gerak semu mthr disebabkan pengamat berada di bumi. Nah, berarti salah satu ciri yg perlu diperhatikan pd ayat2 di atas, Yasin 37-40, adl letak pengamat mthr atau bulan yg muncul dari pemahaman ayat tsb. misal, Yasin 39 yang mengungkapkan bentuk muka bulan seperti tandan tua atau urjuunil qadim, mrp bentuk muka bulan dalam perspektif manusia di bumi, bukan dari ruang angkasa. Krn Yasin 39 sangat terkait dg Yasin 40, bgmn kita dapat menyimpulkan perspektif dalam Yasin 39 tsb tidak muncul dalam Yasin 40 ? sehingga, dapat disimpulkan Yasin 40 sama sekali tdk ada kaitannya dg gerak semu matahari.
>
>
> itu yg terpikir sementara.......
> mohon koreksinya
>
>
>
>
>
> ________________________________
> From: N.A. Widyanahar <widyanahar@...>
> To: "Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com" <Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com>
> Sent: Friday, 7 September 2012, 10:33
> Subject: Re: Bls: [M_S] Re: Bls: Analisis Diskusi dg Prof Thomas Djamaludin, 1 September 19.00 Uhamka
>
>
>  
> Dg persetujuan tsb, dg add lebih memudahkan prosesnya.
>
> Kami ucapkan ahlan wa sahlan, selamat datang utk Prof DR Thomas Djamaludin. Mengingat milis ini mengandung banyak topik, mungkin nanti Pak Thomas bisa mengkonfirmasi setting email yg diinginkan.
>
>
> Selanjutnya ialah dg menentukan siapa moderator/notulen untuk sesi khusus diskusi kalender ini? Dg tingkat availability dan konsentrasi, sptnya pak Pranoto cocok untuk diskusi ini. Juga lebih netral. :) :). Atau apakah ada saran dari member lainnya? Pls feel free untuk mengajukan diri.
>
> Karena diskusi ini pasti menyangkut aspek lughah/kebahasaan.
> Kami juga menyarankan kontribusi dari ahli linguistik dalam diskusi ini. Apakah ada teman2 yang berasal dari kompetensi S1 atau S2 Bahasa/Sastra Arab, syukur2 studi lanjutnya di bidang Tafsir. Mohon info dan referensi MS Netters terlebih dahulu.
>
> (Untuk mengingatkan lagi, moderator ms sbg administrator milis, menyiapkan keleluasaan bagi netters untuk menginisiasi dan membentuk diskusi dg topik khusus yg menjadi concern bersama, tentunya dg adhoc moderator dr netters sendiri. Monggo..)
>
>
> Bersama kita sudah ada DR Ki Ageng Fatah Wibisono, Prof DR Tono Saksono, DR Agus Purwanto. Sebetulnya kita memerlukan Prof Syamsul... mohon bantuannya.
>
> Kalau sudah ditentukan moderatornya, ditetapkan aturannya, nanti silakan buka thread baru.
>
>
> N.A. Widyanahar
> information system helps you
>
>
>
> From: Thomas Djamaluddin <t_djamal@...>
>
>
> Assalamu'alaikum wr. wb.,
>
> Sumber masalah adalah pembenaran WH berdasarkan QS 36:40 itu tidak tepat.
> Silakan baca http://tdjamaluddin.wordpress.com/2012/05/23/konsep-geosentrik-yang-usang-menginspirasi-wujudul-hilal/.
>
> Berikut ini penejalasan tambahan saya di FB:
> QS 36:40 yang dijadilkan
> landasan WH tidak bisa dimaknai sebagai gerak semu, karena pada akhir
> ayat "wakullu fii falakiyyasbahun" (dan masing beredar di orbitnya)
> menegaskan tidak mungkinnya matahari mendapati/mengejar bulan bukan
> karena gerak semu, tetapi karena gerak dirinya (proper motion) yang
> berbeda, yang sudah dijelaskan di QS 36:38-40. Kita semua tahu, dalam
> memahami ayat-ayat Al-Quran tidak boleh dipenggal-penggal, harus dilihat konteksnya secara utuh.
>
>
> WH adalah penyederhanaan dari IR untuk memudahkan perhitungan yang (pada masa pra-komputer) sangat
> rumit. Dalil Qs 36:40 hanyalah pembenaran yang dikemukakan oleh Pak
> Saaduddin Jambek sekitar awal 1970-an, termasuk kosep garis tanggal WH,
> dalam bukunya "Hisab Awal Bulan". Mahasiswa S3 bimbingan saya (sekarang
> sudah doktor) juga tidak menemukan dalil QS 36:40 dalam berbagai kitab
> yang dimaknai sebagai WH.
>
> Semoga kita sepakat bahwa
> tafsir QS 36:40 dalam kitab "al-Tahhir wa al-Tanwir" pun tidak
> menyebutkan pemaknaan WH. Kalau kita timbang, antara pemaknaan "gerak
> semu" dan "gerak hakiki/gerak sejati/gerak diri/proper motion", jelas
> lebih berat ke arah pemaknaan gerak diri, setidaknya salah satu makna
> yang jelas dari "yasbahun" adalah "beredar" ada pula yang memaknai
> seperti "berenang/bergerak mengapung". Karena ayat ini terkait dengan
> ayat kauniyah (fenomena alam), alat bantu sains (dalam hal ini
> astronomi) tentu sangat membantu pemahaman maknanya. Secara astronomi,
> ayat-ayat itu (khususnya QS 36:38-40) secara gamblang menjelaskan gerak
> diri matahari dan bulan serta ketampakannya. QS 36:37 lebih terkait
> dengan gerak rotasi bumi, yang juga disinggung di QS 36:40. Jadi, tidak
> ada sama sekali nuansa gerak semu dalam ayat QS 36:40 tersebut yang
> mengarah pada pemaknaan WH.
>
> Wassalamu'alaikum wr. wb.,
>
> T. Djamal
>

__._,_.___
Recent Activity:
----------------------------------------------------------------------
"Muhammadiyah ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah
kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja. Jadilah guru kembali
pada Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembali kepada Muhammadiyah. Jadilah
Meester, insinyur dan lain-lain, dan kembalilah kepada Muhammadiyah"
(K.H. Ahmad Dahlan).

----------------------------------------------------------------------
Salurkan ZAKAT, INFAQ dan SHODAQOH anda melalui LAZIS
MUHAMMADIYAH

No. Rekening atas nama LAZIS Muhammadiyah
1. Bank BCA Central Cikini
    (zakat) 8780040077 - (infaq) 8780040051
2. BNI Syariah Cab. Jakarta Selatan
    (zakat) 00.91539400 -   (infaq) 00.91539411
3. Bank Syariah Mandiri (BSM) Cab. Thamrin
    ( Zakat) 009.0033333 -  (Infaq) 009.00666666
4. Bank Niaga Syariah
    (zakat) 520.01.00186.00.0 - (infaq) 520.01.00187.00.6
5. Bank Muamalat Indonesia Arthaloka
    (Zakat) 301.0054715
6. Bank Persyarikatan Pusat
   (zakat) 3001111110 -  (infaq) 3001112210
7. Bank Syariah Platinum Thamrin
    (zakat) 2.700.002888 -  (infaq) 2.700.002929
8. BRI cab. Cut Meutia
    (zakat) 0230-01.001403.30-9 -    (infaq) 0230-01.001404.30-5

Bantuan Kemanusiaan dan Bencana:
BNI Syariah no.rekening: 00.91539444

DONASI MELALUI SMS
a. Jadikan jum'at sebagai momentum kepedulian,
salurkan donasi anda, ketik: LM(spasi)JUMATPEDULI kirim ke 7505

b. Bantuan kemanusiaan  ketik: LM(spasi)ACK kirim ke 7505

Nilai donasi Rp. 5000, semua operator,belum termasuk PPN

email: lazis@muhammadiyah.or.id
website : www.lazismu.org
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar