Minggu, 16 September 2012

Re: Bls: Bls: Bls: [M_S] Validitas QS 36:39-40 sebagai dasar WH

 

Begini Bung Pran,


Jelas Ya Sin 18-40 adalah menjelaskan kenampakan ur'jun dan kejar2 an antara Bulan dan Matahari sebagaimana dilihat dari Bumi. Pak Thomas kan enggak juga dapat menjelaskan bagaimana pengaruh sub-solar system lain (misal: Matahari dan Mars) dalam terbentuknya al-'urjun. Malah yang didebat adalah klasifikasi Langit-1, Langit-2, dst. Padahal sebetulnya astronomi juga telah punya nama2 unt domain spatial yg saya sebutkan tsb. Langit-2 adalah Tata Surya (Solar System). Langit-3 adalah Galaxy, Langit-4 adalah cluster of galaxies, dll. Tapi substansi yg saya tanyakan bagaimana pengaruh planet lain dalam Langit-2 dalam terbentuknya urjun? enggak dijawab. Saya kan pernah bilang dalam email sebelumnya, rasanya enggak abakal bisa menjelaskan ini. Ternyata bener.

Selanjutnya, dalam geodetic astronomy, untuk menghitung posisi2 Matahari dan Bulan, digunakan prinsip hitungan pada segitiga bola (celestial sphere). Untuk menghitung posisi Matahari misalnya, digunakanlah segitiga bola Z-KuL-M. 
  1. Z adalah Zenith: perpotongan antara garis vertikal di tempat pengamat dengan bola langit raksasa dengan jari2 tak terhingga.
  2. KuL adalah Kutub utara Langit: perpotongan poros putar Bumi dengan bola langit raksasa ini
  3. M adalah Matahari. Tapi bukannya Matahari secara fisik, tapi perpotongan garis yang menghubungkan titik pengamatan dengan Matahari sampe dia memotong bola langit raksasa di atas.
Untuk Bulan juga sama, menggunakan segitiga bola Z-KuL-B (B adalah Bulan). Dari kedua segitiga bola itulah kemudian dihitung posisi2 Matahari dan Bulan. Setelah diperoleh hasilnya, kemudian dikoreksi dan ditransformasikan ke koordinat toposentris. Koord Toposentris merupakan sistem koordinat 3D dimana:
  1. Bidang XY nya menyinggung Bumi di titik pengamatan (misal Jakarta).
  2. Bidang YZ nya berimpit dengan bidang meridian pengamat.
  3. Sumbu Z tegak lurus pada bidang XY di titik pengamat. Sumbu Z ini kalo diperpanjang menembus Zenith di atas tadi.
  4. Sumbu X membentuk sistem koordinat 3D tangan kanan.
Nah, pada sistem koordinat toposentris inilah tinggi hilal itu dihitung. Bidang ufuk adalah merupakan bidang XY yang digeser ke bawah agar diperoleh harga ketinggian hilal yang dihitung posistif. Artinya, kalo di bawah ufuk, ya enggak dipake.

Sekarang persoalannya, tuduhan Pak Thomas bahwa WH itu geocentris, ya enggak masuk akal karena:
  1. Apa orang Geodesi di seluruh dunia kagak ngarti itu apa yang dinamakan geosentris dan toposentris? Padahal urusan yang beginian sih jadi sarapan tiap hari buat orang Geodesi. 
  2. Hasil hitungan tinggi hilal, baik yang kurang dari 2 derajat atau yang 10 derajat sekalipun, ya sudah dihitung pada bidang ufuk dalam koordinat toposentris ini.
  3. Lah, kok sekarang kalau kurang dari 2 derajat jadi balik lagi ke geosentris, tapi kalu yang 10 derajat tetap toposentris? Ini logika dari mana?
Cilakanya, Pak Thomas melakukan diskusinya ini enggak pernah pake data. Cuma ngomong doang padahal yang didiskusikan data astronomi. Kalau kurang dari 2 derajat jadi balik ke geosentris itu, gimana backward transformationnya? Gimana urusannya kok bisa begitu? sementara kalo yang 10 derajat kok tetap toposentris?

Wassalam,
Tono Saksono


2012/9/16 Pranoto Hidaya Rusmin <pranotohr@yahoo.com.sg>
 

Dari bbrp diskusi yasin 37-40, walau sudah secara jelas sy sampaikan ayat2 ini tidak terkait dengan paham geosentris, yaitu bumi sbg pusat tata surya ataupun pusat alam semesta, namun demikian mengapa Pak Thomas selalu saja menyangka ada pemahaman itu di sini, pd pemikiran para panelis.

sy mencoba mencari tahu alasannya...mencoba memahami ada apa dibalik pemikiran Pak Thomas.

Sy coba membaca kembali tulisan Pak Thomas berikut ini



Sejauh pemahaman sy atas ayat tsb Yasin 40, yg menjadi inspirasi WH, memang yg disampaikan Pak Thomas menurut sy ada yg benar, tapi ada juga yg perlu dikoreksi.
Satu hal yg perlu dikoreksi adl soal konsep geosentris yg melatarbelakangi konsep WH.

Sy mungkin perlu menanyakan pada para panelis, adakah yg meyakini konsep geosentris, yg melatarbelakangi pemahaman atas yasin 37-40?

Apakah Pak Yusron ketika menyatakan bahwa fenomena "tidaklah mungkin bagi mthr bertemu bulan" mrp fenomena yg dilihat manusia dari bumi, dilatarbelakangi oleh konsep geosentris?

Sy sendiri menyatakan tidak punya keyakinan geosentris tsb, baik bumi sbg pusat tata surya maupun pusat alam semesta.

Menurut sy, kita perlu objektif dalam memahami ayat2 AQ, khususnya Yasin 37-40 ini.
Sebagai ilmuwan, kita boleh salah dalam memahami atau menyimpulkan, tapi kita tdk boleh.... tidak objektif, tidak boleh.... tidak terbuka atas fakta2 yg jelas2 secara eksplisit ada dan semua orang dapat membuktikannya.

Ada 2 kata ganti "mereka" dalam Yasin 37, yaitu pada "wa aayatul lahumu" dan "fa idza hum".
apakah dhomir mereka yg secara eksplisit ada ini..... akan diabaikan?

Ayat2 ini adl kalamullah, firman Allah, yg satu huruf pun pasti sangat penting.
Sehingga, seluruh mufassir dan umat muslim, tidak ada yg berani mengubah atau menggantinya.
Tentu akan jadi problem dalam pemahamannya kalau sampai ada kata yg scr eksplisit ada, namun dalam pemahamannya dihilangkan.

Sy jadi memahami mengapa Pak Thomas tidak mau menerima model yg diusulkan Pak Tono, mungkin krn dianggap akan masuk dlm pemahaman geosentris.

Mohon kiranya Pak Thomas dapat melepas dulu apreori tsb, untuk kemudian objektif saja pada ayat2 Yasin tsb. Acuan kita bersama jelas, Al Quranul karim, yg menjadi dasar keyakinan kita bersama. Kita semua meyakini AQ ini adl firman Allah, yg terbebas dari kesalahan. Tidak ada keraguan sedikit pun padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa QS 2:2.

Selain menekankan pd kesimpulan terakhir dlm Yasin 40, tentu kita juga perlu memahami dhomir "hum", yg telah sy sampaikan di atas, krn ini akan terkait terus dari Yasin 37 sampai 40, krn keberadaan huruf wau yg didepan, yg menurut sy itu adl wau athof, yg menghubungkan ayat tsb dg ayat/tema sebelumnya. Kalau ini diabaikan, lantas apa yg sebenarnya dijadikan dasar?

Sangat disayangkan kalau Pak Thomas mengabaikan itu semua, krn akan menjadi alasan bagi klaim atas kelemahan pendapat Pak Thomas. Kalaupun memang konsep WH salah mengambil dasar, kita bersama perlu mendasarinya dg pemahaman yg benar atas ayat2 tsb. Bukan dg mengabaikan kata2 yg scr eksplisit terdapat padanya.

Kita bersama sepakat dg pendapat Pak Thomas bahwa Kita semua tahu, dalam memahami ayat-ayat Al-Quran tidak boleh dipenggal-penggal, harus dilihat konteksnya secara utuh.

Nah...marilah kita pahami ayat2 Yasin tsb secara utuh, jangan dipenggal-penggal.
Mari kita lihat dari berbagai sisi, untuk memunculkan konteksnya yg utuh.

Mari kita lanjutkan diskusi dg lebih terbuka dan objektif terhadap sumber acuan utama kita, yaitu Al Quranul karim.


Moderator diskusi,
Pranoto (Control System, ITB-Indonesia)





Sent: Sunday, 16 September 2012, 8:59
Subject: Re: Bls: Bls: Bls: [M_S] Validitas QS 36:39-40 sebagai dasar WH

 
Selain itu, kita masih memiliki pembahasan yasin 37-40, yg sangat penting dalam memberikan klarifikasi atas pendapat Pak Thomas bahwa Sumber masalah adalah pembenaran WH berdasarkan QS 36:40 itu tidak tepat.

Mohon pembahasan Yasin 37-40 ini kita dahulukan, baru kita fokus ke definisi hilal.

Sy ingin memperdalam pendapat Pak Thomas atas Yasin 37 berikut ini.

Pendapat Pak Thomas:

Dikeluarkan/ditanggalkannya siang dari malam ada dua kemungkinan:
(1) matahari sebagai sumber cahayanya yang bergerak dan buminya diam atau
(2) matahari diam, bumi yang bergerak (berotasi).

Dulu orang berpendapat (1) dalam konsep geosentrik (bumi sebagai pusat alam semesta).
Tetapi dengan pemahaman astronomi, sekarang kita sepakat dengan sebab (2). Maka QS 36:37 kalau dimaknai seperti (1) adalah tafsir lama atas dasar geosentrik. Tafsir baru seperti pendapat (2), bahwa QS 36:37, menjelaskan gerak rotasi bumi. Kalau ada yang masih berpegang pada tafsir lama, sah-sah saja, sama halnya dengan orang yang tetap bersikukuh "matahari mengeliling bumi", tetapi jangan menyebutnya sesuai dengan logika astronomis. Tafsir (1) bukan bermakna gerak semu matahari.


Pranoto:

Kalau Pak Thomas memberikan 2 alternatif, sy berikan alternatif ke-3, yaitu

Bumi berotasi pada porosnya (tidak diam saja), lalu ada sumber pengamat yg disebut dalam ayat tsb sbg "hum", yg berada di bumi. Pengamat tsb mengamati proses penanggalan siang dari malam itu secara perlahan (naslakhu). Dilihatnya cahaya mthr scr gradual berkurang, sampai hilang sama sekali, sehingga mereka berada dlm kegelapan.

Krn pengamat tsb berada di bumi, yg berotasi = rotasi bumi, ia merasakan bumi ini diam, padahal tidak, ini karena dia dan bumi sama2 berotasi dg kecepatan yg sama persis krn manusianya nempel di bumi. Justru yg dia lihat mataharilah yg bergerak dari timur ke barat, lalu tenggelam di barat. Ini bukan soal geosentris, tapi soal adanya pengamat di muka bumi, yg disebut scr eksplisit oleh ayat tsb.

Sekali lagi sy sampaikan, ini bukan soal geosentris, yg menyatakan bumi sbg pusat alam semesta. Dapat diperhatikan ayat ini jauh sekali dari soal geosntris. ayat ini terkait dg malam, proses perubahan dari siang ke malam, dan sifat malam. jauh sekali dari geosentris.

Kalau dikatakan itu tafsir lama, sy kira tidak juga ya. Di tafsir al misbah, buku ke-11, halaman 150-151 secara jelas diungkap bahwa sinar matahari itu diilustrasikan sbg "kulit" yg dikeluarkan, seperti binatang yg dikuliti. Tafsir al misbah termasuk tafsir kontemporer, mufassirnya juga masih hidup.

Kemudian, tafsir fi dzilalil quran karya sayid quthb, juga menyatakan "seakan-akan cahaya siang itu dicabut dan dicopot, dan setelahnya ditempati kegelapan".

Yang ini dari tafsir Muhammad Asad "And [of Our sway over all that exists] they have a sign in the night: We withdraw from it the [light of] day - and lo! they are in darkness.
Dapat diperhatikan, yg ditarik adl cahaya dari siang itu, yg lebih dekat pd posisi matahari daripada rotasi bumi.

Sy akan berikan pemahaman dari tafsir2 yg lain pada kesempatan lain.

Mohon kalau dapat Pak Thomas memberikan rujukan dari tafsir mana, Yasin 37 mrp penjelasan mengenai gerak rotasi bumi. Kalau dapat mohon klarifikasi makna "hum" pada yasin 37 tsb, siapa dan di mana?


Silakan para panelis...Ki Ageng, Pak Muhib, GusPur yg belum memberikan pendapatnya.
Silakan juga Pak Yusron dan Pak Tono memberikan pendapatnya.







--
htt://cis-saksono.blogspot.com

__._,_.___
Recent Activity:
----------------------------------------------------------------------
"Muhammadiyah ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah
kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja. Jadilah guru kembali
pada Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembali kepada Muhammadiyah. Jadilah
Meester, insinyur dan lain-lain, dan kembalilah kepada Muhammadiyah"
(K.H. Ahmad Dahlan).

----------------------------------------------------------------------
Salurkan ZAKAT, INFAQ dan SHODAQOH anda melalui LAZIS
MUHAMMADIYAH

No. Rekening atas nama LAZIS Muhammadiyah
1. Bank BCA Central Cikini
    (zakat) 8780040077 - (infaq) 8780040051
2. BNI Syariah Cab. Jakarta Selatan
    (zakat) 00.91539400 -   (infaq) 00.91539411
3. Bank Syariah Mandiri (BSM) Cab. Thamrin
    ( Zakat) 009.0033333 -  (Infaq) 009.00666666
4. Bank Niaga Syariah
    (zakat) 520.01.00186.00.0 - (infaq) 520.01.00187.00.6
5. Bank Muamalat Indonesia Arthaloka
    (Zakat) 301.0054715
6. Bank Persyarikatan Pusat
   (zakat) 3001111110 -  (infaq) 3001112210
7. Bank Syariah Platinum Thamrin
    (zakat) 2.700.002888 -  (infaq) 2.700.002929
8. BRI cab. Cut Meutia
    (zakat) 0230-01.001403.30-9 -    (infaq) 0230-01.001404.30-5

Bantuan Kemanusiaan dan Bencana:
BNI Syariah no.rekening: 00.91539444

DONASI MELALUI SMS
a. Jadikan jum'at sebagai momentum kepedulian,
salurkan donasi anda, ketik: LM(spasi)JUMATPEDULI kirim ke 7505

b. Bantuan kemanusiaan  ketik: LM(spasi)ACK kirim ke 7505

Nilai donasi Rp. 5000, semua operator,belum termasuk PPN

email: lazis@muhammadiyah.or.id
website : www.lazismu.org
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar