Minggu, 09 September 2012

Re: [M_S] Validitas QS 36:39-40 sebagai dasar WH

 

Bung Moderator yth.,


Email terakhir sy yang kelihatannya nyasar di judul diskusi yang lain. Mohon maaf, terpaksa saya repost di sini agar nyambung dg bahasan kawan2 lain.



Selamat datang Pak Thomas, terima kasih sudah bersedia berdialog dalam milis ini.

 

Mari kita setujui sementara definisi berikut unt sekedar memudahkan klasifikasi skala spatial system yg kita gunakan.

1.   Langit 1: Sistem sub-solar yang meliputi Bumi, Bulan, dan Matahari;

2.   Langit 2: Sistem solar yang meliputi Matahari sebagai pusat sistem dan planet2 nya;

3.   Langit 3: Sistem galaxy dimana Matahari bergerak dalam galaxy;

4.   Langit 4: Sistem kosmos dimana galaxy beredar pada sebuah pusat galaxy clusters, dst.

 

Dan kita berhenti saja dalam spatial domain ini.

 

Dalam 36:39 pada fenomena astronomis terbentuknya al-urjun, maka dapat dipastikan bahwa ini berada pada domain Langit-1. Akan sangat sulit membuat korelasi terbentuknya al-'urjun dengan planet lain dalam domain Langit-2. Jadi meskipun yg antum sampaikan di UHAMKA lalu memang Matahari bergerak dalam domain Langit-3, tapi terait dg 36:39, maka pergerakan Matahari di sini akan lebih tepat adalah dalam domain Langit-1.

 

Dalam 36:40 pun, ini adalah penjelasan fenomena astronomis untuk pendefinisian akhir manzilah dari orbit Bulan di Langit-1, dimana dikatakan pada manzilah terakhir ini, Matahari tidak akan mengejar Bulan. Artinya, jika suatu saat Matahari telah dapat mendapatkan Bulan (ijtima'), itulah titik NOL dari perpindahan antara manzilah terakhir ke manzilah pertama siklus bulan berikutnya.

 

Disimpulkan, awal manzilah baru Bulan itu ditandai saat Matahari telah dapat melampaui Bulan (tenggelam) sebagai tanda awal bulan qomariyah. Bahwa di ayat ini juga menjelaskan fenomena gerakan Matahari di Langit-3, Langit-4 dst, memang betul. Artinya, meskipun tampak Matahari "menabrak"  Bulan (i.e. dalam kasus khusus gerhana), dua benda ini berada pada dimensi (space dan size) yang berbeda.


Dalam astronomi, sudah sangat umum untuk melakukan perhitungan posisi benda2 langit (termasuk satelit buatan) dilakukan dg memproyeksikan benda langit tsb ke sebuah celestial sphere raksasa dengan diameter tak terhingga. Jadi semua benda langit itu dianggap menempel (dan bergerak) pada bola langit ini. Dengan melakukan ini, perhitungan dapat dilakukan dengan akurasi tertinggi. Analoginya adalah spt seorang artis yang menggambar biasanya dalam skala 2-3 kali lebih besar daripada gambar aslinya yang nanti ketika dicetak, sehingga setiap detil dapat digambar lebih akurat. Itulah penjelasan 36:40 di atas. Jadi meskpun tampak Matahari mendahului Bulan dalam bola langit di atas, sebetulnya mereka berada dalam spatial domain yang berbeda. Inilah yang saya sampaikan dalam diskusi di Uhamka: jika antum tidak menggunakan prinsip bola langit raksasa ini, gimana penganut imkan-rukyat mengukur sudut elongasi Matahari-Bulan?


Untuk menjelaskan fenomena pergantian manzilah dan konsep wujudul hilal ini, saya telah buatkan animasi yang dapat dilihat di alamat

http://www.youtube.com/watch?v=Z7dWgl_hGgw&feature=plcp


Namun, yang lebih penting adalah: Ya-Sin 38-40 bukanlah satu2 nya dasar bagi Muhammdaiyah dalam mengadopsi wujudul hilal sebagai kriteria menentukan awal bulan qomariyah (catatan: silahkan Ki Ageng, Pak Syamsul, Pak Agus koreksi saya CMIIW). Muhammadiyah juga mengimani hadis "summu lirukyatihi" dan hadis2 sejenis tentang hilal. Hanya, Muhammadiyah (dan khususnya saya pribadi) tidak menganggap bahwa "rukyah" di sini harus dimaknai dengan melihat hilal secara fisik dengan mata (apalagi dg naked eyes), karena itu adalah kriteria bagi kaum yang ummiy yang belum memiliki cara lain untuk memastikan kehadiran hilal. Animasi di atas juga menjelaskan ini. Makanya, kami menganut hisab murni dengan kriteria wujudul hilal.

 

Untuk sementara itu dulu. 

Wassalam,

Tono Saksono (Remote Sensing, UTHM-Malaysia) 

2012/9/9 M Yusron <myusronas@yahoo.com>
 

Sekedar penjelasan yang dibikin sederhana

AN  TUDRIKA  YAASIIN 40
 
لَا الشَّمْسُ يَنبَغِي لَهَا أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ [يس : 40]
 
36:40. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
 
(أَن تُدْرِكَ) Overtake  attain  reach
 
Karena garis edarnya sangat berjauhan maka tidak mungkin matahari dan bulan akan saling "bertemu" di satu tempat. Mata kita saja yang berkhayal bahwa matahari ketemu bulan pada saat gerhana. Bertemu bagaimana, jaraknya saja sangat, sangat, sangat berjauhan.
 
Ada yang mengatakan begini:
Kalau matahari terbit, maka rembulan tidak mungkin bersinar. Jika rembulan bersinar, maka tidak mungkin matahari bersinar. Ini kalau dilihat dari satu titik tempat.


From: pranoto hidaya rusmin <pranotohr@yahoo.com.sg>
To: "Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com" <Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com>
Sent: Sunday, September 9, 2012 7:09 PM

Subject: Re: [M_S] Validitas QS 36:39-40 sebagai dasar WH

 
Sambil menunggu komentar dari Pak Thomas atas penjelasan Pak Tono.

Kita perhatikan Pak Tono telah membuat suatu model untuk kemudahan dalam berkomunikasi.
kalau ada yg tidak sepakat dengan model tsb, dapat diberikan koreksi. Misal agar sesuai dg ayat AQ 67:3, model tsb dibuat menjadi 7 sub sistem. Namun, kita tetap fokus pada bahasan mengenai keberadaan gerak semu mthr dlm yasin 40, ada atau tidak.

Yang terpenting di sini, cara pikir ini memang perlu dilakukan agar yg ada dlm pikiran msg2 dpt diungkap scr jelas dan pembaca pun dapat memahami dengan mudah. Ketika model ini dapat disepakati bersama, berarti kita sdh sepakat atas realitas yg dikaji.

Sy ingin menambahkan penjelasan pada model tsb,  pada langit 1 tsb, yg tdd Matahari, bulan, dan bumi.

Di manakah pada ayat2 tsb terdapat kata "al ard", bumi, secara eksplisit?
Padahal Matahari disebut scr eksplisit pd Yasin 38,40. Bulan disebut secara eksplisit juga pada Yasin 39-40.

Kalau diperhatikan ayat 37-40 ini mrp satu kelompok ayat, yang didahului dg kata "wa aayatul lahum", dan suatu tanda (keberadaan dan kekuasaan Allah SWT) bagi mereka.
Dapat diperhatikan kata-kata ini terdapat pd ayat 33 dan 41.

Yasin 33 menyebutkan: suatu tanda bagi mereka adalah bumi yang mati.
Yasin 37 menyebutkan: suatu tanda bagi mereka adalah malam,
Yasin 38 dan matahari
Yasin 39 dan bulan
Yasin 41 menyebutkan: suatu tanda bagi mereka adalah Kami angkut keturunan mereka dalam kapal penuh muatan.

Sehingga jelas memang bumi disebut secara eksplisit pd Yasin 33.

Ini mrp kelompok2 ayat yg sangat terkait, mengenai sistem2 yg diciptakan Allah swt.
Dengan mengetahui adanya pola tsb, bahwa ada 3 kelompok ayat2 yg didahului dg kata2: dan suatu tanda bagi mereka. Tentu keberadaan tanda itu untuk diperhatikan.
di manakah ada petunjuk atau perintah atau anjuran untuk memperhatikannya?

Terdapat pada Yasin 31, yaitu dg kalimat:  alam yarau (tidakkah mereka melihat.....).......
disambung Yasin 32 dan setiap umat.....
disambung Yasin 33 dan suatu tanda.....
disambung Yasin 37 dan suatu tanda....
disambung Yasin 41 dan suatu tanda.....

artinya jelas bahwa Yasin 37-40 ini dikaitkan dg Yasin 31 yg dituju adalah "mereka" dg kalimat "tidakkah mereka melihat". kata melihat ini dibentuk dalam fi'il mudhori', sehingga lebih tepat dipahami sbg "tidakkah mereka selalu melihat/memperhatikan". kata melihat ini memiliki kata dasar yg sama dg kata melihat pada hadits rukyatul hilal.

Nah....."mereka" yg dimaksud pada Yasin 31 ini sudah sangat jelas kalau membaca Yasin sejak dari awal. Apakah "mereka" ini berada di luar angkasa, ataukah berada di bumi?

kalau berada di bumi, tentu saja Yasin 40 mrp pemahaman yg mestinya dipandang dari posisi "mereka", yang berada di bumi. 
Namun.....tentu tidak dinafikan juga kalau "mereka" itu berada dalam pesawat ulang alik di angkasa luar, krn dalam kalimat "alam yarau" tidak spesifik menyebut harus "mereka" yg dibumi.
Hanya kalau "mereka" yg dibumi ini dibaikan dengan menyatakan itu tdk terkait dg gerak semu, perlu alasan yg tepat.

Semoga menambah informasi sambil menunggu masukan para panelis, CMIIW.


Pranoto (Control System, ITB-Indonesia)




















From: Moderator M_S <moderator.m.s@gmail.com>
To: Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com
Sent: Saturday, 8 September 2012, 22:41
Subject: Re: [M_S] Validitas QS 36:39-40 sebagai dasar WH

[Note Moderator MS - (selanjutnya disebut Admin MS untuk dibedakan
dari Moderator Diskusi): Reposting Tono Saksono (Remote Sensing,
UTHM-Malaysia), untuk menempatkan posting Panelis dalam Thread yg
benar ]
================================================

Tono Saksono (Remote Sensing, UTHM-Malaysia):

Selamat datang Pak Thomas, terima kasih sudah bersedia berdialog dalam
milis ini.
Mari kita setujui sementara definisi berikut unt sekedar memudahkan
klasifikasi skala spatial system yg kita gunakan.

1.  Langit 1: Sistem sub-solar yang meliputi Bumi, Bulan, dan Matahari;

2.  Langit 2: Sistem solar yang meliputi Matahari sebagai pusat
sistem dan planet2 nya;

3.  Langit 3: Sistem galaxy dimana Matahari bergerak dalam galaxy;

4.  Langit 4: Sistem kosmos dimana galaxy beredar pada sebuah pusat
galaxy clusters, dst.



Dan kita berhenti saja dalam spatial domain ini.



Dalam 36:39 pada fenomena astronomis terbentuknya al-urjun, maka dapat
dipastikan bahwa ini berada pada domain Langit-1. Akan sangat sulit
membuat korelasi terbentuknya al-'urjun dengan planet lain dalam
domain Langit-2. Jadi meskipun yg antum sampaikan di UHAMKA lalu
memang Matahari bergerak dalam domain Langit-3, tapi terait dg 36:39,
maka pergerakan Matahari di sini akan lebih tepat adalah dalam domain
Langit-1.



Dalam 36:40 pun, ini adalah penjelasan fenomena astronomis untuk
pendefinisian akhir manzilah dari orbit Bulan di Langit-1, dimana
dikatakan pada manzilah terakhir ini, Matahari tidak akan mengejar
Bulan. Artinya, jika suatu saat Matahari telah dapat mendapatkan Bulan
(ijtima'), itulah titik NOL dari perpindahan antara manzilah terakhir
ke manzilah pertama siklus bulan berikutnya.



Disimpulkan, awal manzilah baru Bulan itu ditandai saat Matahari telah
dapat melampaui Bulan (tenggelam) sebagai tanda awal bulan qomariyah.
Bahwa di ayat ini juga menjelaskan fenomena gerakan Matahari di
Langit-3, Langit-4 dst, memang betul. Artinya, meskipun tampak
Matahari "menabrak"  Bulan (i.e. dalam kasus khusus gerhana), dua
benda ini berada pada dimensi (space dan size) yang berbeda.


Dalam astronomi, sudah sangat umum untuk melakukan perhitungan posisi
benda2 langit (termasuk satelit buatan) dilakukan dg memproyeksikan
benda langit tsb ke sebuah celestial sphere raksasa dengan diameter
tak terhingga. Jadi semua benda langit itu dianggap menempel (dan
bergerak) pada bola langit ini. Dengan melakukan ini, perhitungan
dapat dilakukan dengan akurasi tertinggi. Analoginya adalah spt
seorang artis yang menggambar biasanya dalam skala 2-3 kali lebih
besar daripada gambar aslinya yang nanti ketika dicetak, sehingga
setiap detil dapat digambar lebih akurat. Itulah penjelasan 36:40 di
atas. Jadi meskpun tampak Matahari mendahului Bulan dalam bola angit
di atas, sebetulnya mereka berada dalam spatial domain yang berbeda.
Inilah yang saya sampaikan dalam diskusi di Uhamka: jika antum tidak
menggunakan prinsip bola langit raksasa ini, gimana penganut
imkan-rukyat mengukur sudut elongasi Matahari-Bulan?


Untuk menjelaskan fenomena pergantian manzilah dan konsep wujudul
hilal ini, saya telah buatkan animasi yang dapat dilihat di alamat

http://www.youtube.com/watch?v=Z7dWgl_hGgw&feature=plcp


Namun, yang lebih penting adalah: Ya-Sin 38-40 bukanlah satu2 nya
dasar bagi Muhammdaiyah dalam mengadopsi wujudul hilal sebagai
kriteria menentukan awal bulan qomariyah (catatan: silahkan Ki Ageng,
Pak Syamsul, Pak Agus koreksi saya CMIIW). Muhammadiyah juga mengimani
hadis "summu lirukyatihi" dan hadis2 sejenis tentang hilal. Hanya,
Muhammadiyah (dan khususnya saya pribadi) tidak menganggap bahwa
"rukyah" di sini harus dimaknai dengan melihat hilal secara fisik
dengan mata (apalagi dg naked eyes), karena itu adalah kriteria bagi
kaum yang ummiy yang belum memiliki cara lain untuk memastikan
kehadiran hilal. Animasi di atas juga menjelaskan ini. Makanya, kami
menganut hisab murni dengan kriteria wujudul hilal.



Untuk sementara itu dulu.

Wassalam,

Tono Saksono (Remote Sensing, UTHM-Malaysia)








--
htt://cis-saksono.blogspot.com

__._,_.___
Recent Activity:
----------------------------------------------------------------------
"Muhammadiyah ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah
kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja. Jadilah guru kembali
pada Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembali kepada Muhammadiyah. Jadilah
Meester, insinyur dan lain-lain, dan kembalilah kepada Muhammadiyah"
(K.H. Ahmad Dahlan).

----------------------------------------------------------------------
Salurkan ZAKAT, INFAQ dan SHODAQOH anda melalui LAZIS
MUHAMMADIYAH

No. Rekening atas nama LAZIS Muhammadiyah
1. Bank BCA Central Cikini
    (zakat) 8780040077 - (infaq) 8780040051
2. BNI Syariah Cab. Jakarta Selatan
    (zakat) 00.91539400 -   (infaq) 00.91539411
3. Bank Syariah Mandiri (BSM) Cab. Thamrin
    ( Zakat) 009.0033333 -  (Infaq) 009.00666666
4. Bank Niaga Syariah
    (zakat) 520.01.00186.00.0 - (infaq) 520.01.00187.00.6
5. Bank Muamalat Indonesia Arthaloka
    (Zakat) 301.0054715
6. Bank Persyarikatan Pusat
   (zakat) 3001111110 -  (infaq) 3001112210
7. Bank Syariah Platinum Thamrin
    (zakat) 2.700.002888 -  (infaq) 2.700.002929
8. BRI cab. Cut Meutia
    (zakat) 0230-01.001403.30-9 -    (infaq) 0230-01.001404.30-5

Bantuan Kemanusiaan dan Bencana:
BNI Syariah no.rekening: 00.91539444

DONASI MELALUI SMS
a. Jadikan jum'at sebagai momentum kepedulian,
salurkan donasi anda, ketik: LM(spasi)JUMATPEDULI kirim ke 7505

b. Bantuan kemanusiaan  ketik: LM(spasi)ACK kirim ke 7505

Nilai donasi Rp. 5000, semua operator,belum termasuk PPN

email: lazis@muhammadiyah.or.id
website : www.lazismu.org
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar