Selasa, 11 Oktober 2011

[buruh-migran] Satinah Terancam Hukuman Mati

Rabu,
12 Oktober 2011

Satinah Terancam Hukuman Mati

SEMARANG, KOMPAS - Tenaga kerja Indonesia asal Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Satinah (39), saat ini terancam hukuman mati karena diduga membunuh majikannya di Arab Saudi. Pihak keluarga berharap pemerintah segera turun tangan dan mengupayakan bantuan hukum yang maksimal agar Satinah terlepas dari hukuman mati.

Kakak ipar Satinah, Sulastri (36), di Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Selasa (11/10), mengungkapkan, Satinah berangkat ke Arab Saudi untuk kedua kalinya pada tahun 2007. Setelah itu tak ada kabar apa pun. Hingga tahun 2009, seorang temannya memberi tahu keluarga bahwa Satinah terancam hukum mati.

Pada Maret 2011, Satinah akhirnya mengabarkan bahwa dirinya ditahan aparat di Arab Saudi sejak 2008 karena dituduh membunuh istri majikannya bernama Nura al-Garib dan mencuri uang 37.970 riyal. ”Satinah mengatakan, hal itu dilakukannya untuk membela diri. Menurut dia, majikan perempuannya kerap menganiaya Satinah,” kata Sulastri.

Pihak keluarga sejak tahun 2009 sudah melapor ke Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan memohon adanya bantuan hukum untuk Satinah. Keluarga hanya mendapatkan surat bukti tanda terima pengaduan. ”Namun, sejauh ini tidak dirasakan adanya respons dari Kementerian Luar Negeri,” ungkapnya.

Berdasarkan hukum yang berlaku di Arab Saudi, pelaku pembunuhan akan dikenai hukuman pancung. Pada Juni 2011, keluarga juga memohon bantuan kepada Pemkab Semarang untuk menangani masalah tersebut.

”Yang kami takutkan kasus seperti Ruyati terjadi lagi. Tiba-tiba saja Ruyati dihukum mati tanpa ada upaya pembelaan dari negara. Kami tidak ingin itu terjadi pada Satinah,” tutur Sulastri.

Anak Satinah, Nur Afriana (17), mengungkapkan, sejak ibunya menjadi TKI pada tahun 2004, dia baru bertemu ibunya pada 2007 saat pulang ke Indonesia. ”Itu pun tidak sampai satu bulan, ibu harus pergi lagi. Sampai sekarang malah terkena masalah,” ungkapnya.

Afriana selama ini tinggal bersama keluarga pamannya. Sebab ayahnya, Nasruri, sejak tahun 2002 meninggalkan Satinah. Sejak saat itu pula Satinah menjadi tulang punggung keluarga untuk membiayai kehidupan anaknya. Satinah terakhir kali menelepon keluarga dari penjara sebelum Lebaran 2011.

Kepala Desa Kalisidi, Dimas Prayitno, mengakui hari Minggu (9/10), satuan tugas TKI dari pemerintah pusat sudah mendatangi keluarga. ”Satgas menyatakan akan berupaya maksimal bagi Satinah dan mencoba bernegosiasi dengan majikan Satinah,” katanya.

Wajib punya cabang

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar saat di Cirebon, Jawa Barat, mengingatkan perusahaan penyalur jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) wajib memiliki cabang di daerah asal TKI guna memudahkan pengawasan, pendataan, dan perlindungan dinas tenaga kerja di daerah. Selama ini dinas tenaga kerja di daerah sering tak memiliki data yang valid mengenai berapa banyak warganya yang berangkat menjadi TKI di luar negeri. Akibatnya, pemda juga tak memiliki informasi banyak mengenai kondisi warga mereka di luar negeri.

”Pelan-pelan kita kurangi perekrutan TKI oleh PJTKI secara langsung ke daerah-daerah. Ke depannya, Disnaker di daerah dibolehkan merekrut TKI sehingga daerah mengetahui data warganya yang bekerja di luar negeri,” kata Muhaimin.

Sebagai upaya awal, Kemnakertrans akan menandatangani nota kesepahaman dengan 5 kota/kabupaten di Jawa Barat, yakni Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan Kota Cirebon. (REK/UTI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar