Senin, 10 Oktober 2011

[kmnu2000] Kedaulatan Itu Ternoda di Camar Bulan dan Tanjung Datu

 

Note : Menurut Wakil Penerangan Kodam Tanjungpura, Camar Bulan masuk wilayah Malaysia. Tapi menurut mantan kepala BIN Hendropriyono Camar Bulan & Tanjung Datu masuk wilayah RI. Bagaimana kok mengenai persoalan yg begitu krusial bisa ada dua pendapat yg berbeda ? Mnrt wakil Penerangan Kodam tsb memang berdsrkan Traktat London 1824 Camar Bulan msk wilyah RI, tapi kmdn berdasrkan pertemuan di Semarang thn 1978, diputuskan Camar Bulan msk wilayah Malaysia. Pertanyaannya mengapa RI bgt mudah melepas Camar Bulan kpd Malaysia pdhl menrt traktat 1824 sdh disepakati Camar Bulan msk wilayah RI. Mengapa Pemerintah RI bgt lemah & bodoh melepas Camar Bulan ?

Kedaulatan Itu Ternoda di Camar Bulan dan Tanjung Datu

Sengketa perbatasan Indonesia dengan Malaysia kembali memanas. Kabarnya, Malaysia kembali mencaplok wilayah Indonesia di kawasan Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kalimantan Barat.

WAKIL Ketua Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR RI, TB Hasanuddin mengungkapkan, ada indikasi Malaysia akan mencaplok dua wilayah Indonesia di Kalimantan Barat. "Patok perbatasan di wilayah ini telah mundur sekitar 3,3 kilometer. Saya dapat informasi intelijen bahwa ada patroli Polisi Diraja Malaysia yang masuk wilayah diklaim itu wilayah Malaysia. Sekarang disebut Dusun Camar Bulan Kabupaten Sambas," kata Hasanuddin di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/10/2011).

Bergesernya patok tanda batas wilayah Indonesia sejauh 3,3 kilometer, menyebabkan Indonesia kehilangan wilayah seluas 1.500 hektare lebih. "Jadi, di satu sisi kita hilang hampir 1.500 hektare, di satu sisi garis pantai," jelas politisi asal PDIP ini.

TB Hasanuddin juga mengatakan, berdasarkan tiga peta peninggalan zaman kolonial, wilayah Tanjung Datu dan Camar Bulan merupakan wilayah Indonesia.

"Di Camar Bulan sudah jelas acuan dasar hukumnya peta Belanda Van Doorn tahun 1906. Ada peta Samba Borneo buatan Belanda. Termasuk patok-patoknya. Ada peta buatan pemerintah Inggris, peta Federal Malay State tahun 1935. Itu ada titik-titik, patok-patok. Itu dibuat antara Belanda dan Inggris. Ternyata sekarang patok itu kok bisa berubah dengan kurang lebih 3,3 kilometer," paparnya.

Selain ketiga peta itu, Hasanuddin mengatakan terdapat dua perjanjian perbatasan antara Malaysia dan Indonesia. Namun keduanya belum diratifikasi oleh pemerintah Malaysia.

"Ada MoU Border Committee 1976 lalu dilanjutkan MOU antar-pemerintah Indonesia dan Malaysia, yaitu Border Commitee 1978 Semarang. Selesai itu tidak ada," katanya. Hasanuddin mengatakan sampai saat ini, Malaysia sudah membuat tempat di Tanjung Datu sebagai kawasan konservasi penyu. Selain itu, ada juga taman nasional yang dijadikan sebagai daerah wisata bertaraf internasional, serta dua buah mercusuar.

"Saya mencoba investigasi dari temuan-temuan itu, kelihatannya ada kesalahan besar pada tim border committee. Dia tidak mengikuti peta-peta itu atau ada kelalaian atau ada kesengajaan. Itu perlu kita perdalam karena tidak boleh menggadaikan untuk kepentingan pribadi," ujarnya.

Hasanuddin memperkirakan bangunan-bangunan itu sudah berdiri sekitar lima tahun. Dia menyesalkan hal itu. "Saya sudah telepon beberapa lembaga. Sangat disesalkan karena Bakorsurtanal juga tidak jeli. Deplu akan mengidentifikasi hal ini," katanya.

Sebelumnya, Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis mengaku mendapat informasi jika Badan Survei dan Pemetaan Nasional sudah membuat peta yang memasukkan Camar Bulan ke dalam wilayah Malaysia. Karenanya, Cornelis meminta pemerintah pusat tidak menandatanganinya karena sangat merugikan Indonesia, khususnya wilayah administrasi Kalbar.

Menurut Cornelis, pemerintah wajib melakukan diplomasi karena pemda Kalbar memiliki peta wilayah berdasarkan kesepakatan 1824. Selain itu, dia juga telah meminta Bupati Sambas, Juliarti Djuhardi, untuk melakukan pengecekan di lapangan. Dalam peta wilayah Malaysia berdasarkan kesepakatan 1975, di Kinabalu, dan 1978 di Semarang, area seluas 1.499 hektare di Camar Wulan dan 8.000 hektare di Tanjung Datok, Kalimantan Barat masuk dalam wilayah Sarawak, Malaysia.

■  Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=53565

Patok Nomor 104 Bergeser ke Malaysia

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menegaskan tidak ada wilayah Indonesia yang dicaplok Malaysia di perbatasan Kalimantan Barat. Kabar bahwa penanda perbatasan pada patok bernomor 104 sudah bergeser tengah ditelusuri kebenarannya.

"PEGANGAN kami itu perjanjian perbatasan RI-Malaysia tahun 1978. Di situ sudah ditetapkan koordinatnya. Tidak berubah. Saya tidak tahu di mana dicaploknya," kata Djoko Suyanto di kantornya, Jakarta, Senin (10/10/2011).

Djoko mengakui bahwa ada beberapa titik-titik penanda perbatasan RI-Malaysia yang sudah hilang terkena abrasi. Tetapi, kata Djoko, itu tidak menjadi masalah karena kedua negara berpatokan pada koordinat-koordinat berdasarkan perjanjian 1978 itu. "Pegangan kami sementara ini. Tidak ada pegangan lain," kata Djoko.

Djoko mendapat kabar bahwa penanda perbatasan pada patok bernomor 104 sudah bergeser. Djoko sudah memerintahkan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) untuk melihat lokasi patok perbatasan. Hasil dari peninjauan langsung Bakosurtanal di lokasi, kata Djoko, tidak ada patok yang bergeser.

Djoko melanjutkan, memang patok perbatasan bernomor 101 terkena abrasi pantai. Akibatnya, penanda perbatasan kedua negara itu sudah tidak terlihat lagi karena terendam permukaan air laut. "Tetapi itu tidak menjadi masalah. Karena koordinatnya masih ada berdasarkan perjanjian tahun 1978," kata mantan Panglima TNI ini. Djoko menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan merelakan teritorialnya diambil negara lain.

"Indonesia tidak akan memberikan sejengkal pun tanah kepada siapapun," tegas Djoko. "Tidak ada seorang pun yang membiarkan tanah kita dicaplok orang lain." Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro juga membantah dua wilayah Indonesia tersebut telah dicaplok oleh Malaysia. Dua wilayah tersebut masih dalam status status quo dan akan dibahas dalam perundingan Indonesia-Malaysia akhir tahun ini.

"Sebetulnya deerah itu masih dalam status quo. Yang sedang dirundingkan antara pihak Malaysia dan Indonesia. Jadi tidak benar daerah itu dicaplok oleh Malaysia," kata Purnomo, Minggu (9/10/2011).

Menurut Purnomo, jika daerah ber-status quo, maka tidak boleh dilakukan kegiatan-kegiatan fisik yang dilakukan oleh salah satu negara. "Kita menunggu perundingan itu yang akan dilangsungkan akhir tahun ini. Tapi perundingan itu bisa lama, bisa cepat. Karena ini menyangkut prinsip-prinsip yang dianut negara. Seperti pengalaman kita dengan perbatasan Vietnam pada waktu itu," jelasnya.

Dikatakan Purnomo, pangkal masalah kasus ini muncul karena Indonesia dan Malaysia menggunakan alat bukti perbatasan yang berbeda. Jika Indonesia menggunakan Traktat London, maka Malaysia memggunakan batas alur sungai.

"Saya kira untuk wilayah NKRI kita mempunyai dasar daerah yang dulunya negara jajahan Hindia-Belanda yang kini jadi NKRI merupakan suatu konsep yang sah untuk diakui negara lain. Kita menggunakan Traktat London, sedangkan mereka menggunakan pengukuran batas yang menggunakan alur sungai yang digunakan dan diklaim batas tertentu. Tapi kita tolak karena kita menggunakan Traktat yang dibuat pada 1900 an," papar Purnomo.

Sementara Staf Presiden Bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizasyah menyatakan, pihak istana belum bisa menanggapinya. "Kami belum bisa mengomentari hal-hal semacam ini. Saya sendiri belum kordinasi dengan Kementerian Luar Negeri," kata Faizasyah, Minggu (9/10/2011).

Faizasyah mengaku belum mengetahui apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mendengar dan menerima laporan pencaplokan wilayah tersebut. Namun, menurutnya informasi itu harus dipastikan dulu kebenarannya.

"Dalam posisi saya, informasi itu harus diverifikasi untuk memastikan kebenarannya. Kita masih ingat soal helikopter Malaysia yang dikabarkan berulah diperbatasan kita, ternyata setelah diklarifikasi kejadiannya tidak benar. Yang ingin saya tegaskan, informasi semacam ini harus disahihkan di lapangan," katanya.

Batas wilayah Indonesia dengan Malaysia itu sangat panjang dan kompleks, kata Faizasyah, dan hal tersebut sangat sulit untuk menentukannya. "Makanya ada tim teknis yang secara khusus membahas perbatasan kita dengan Malaysia secara rutin," katanya. Menanggapi sengketa perbatasan ini, Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro, membantah jika ‎wilayah tersebut telah dicaplok oleh Malaysia karena masih daerah status quo.

■  Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=53568

Meneruskan Perundingan yang Mangkrak Sejak Tahun 2005

Pemerintah Indonesia dan Malaysia kembali membahas masalah perbatasan kedua negara. Salah satu agenda yang akan dibicarakan adalah wilayah perbatasan di perairan Kalimantan Barat.

JURU Bicara Kementerian Luar Negeri, Michele Tene mengatakan, pertemuan tersebut akan membahas batas di wilayah Tanjung Datu yang dikabarkan dicaplok oleh Malaysia. "Batas wilayah akan kembali dibahas pada 16 Oktober mendatang," kata Tene.

Menurut Tene, ada tiga komponen batas wilayah yang dibahas, yaitu batas landas kontinen, batas laut wilayah, dan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). "Untuk batas laut wilayah dan ZEE masih dirundingkan dengan Malaysia. Untuk batas landas kontinen telah selesai dibahas pada 1969," katanya.

Dia menambahkan, terkait batas wilayah perairan di Kalimantan Barat itu, Indonesia telah memiliki klaim tersendiri. Namun, klaim Indonesia itu belum diakui oleh Malaysia. Sementara terkait perbatasan darat di Camar Bulan, Tene mengatakan telah ada kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia. Jika ada informasi pelanggaran batas wilayah oleh Malaysia, Kemenlu akan menindaklanjutinya.

"Kami menunggu hasil verifikasi dari instansi terkait. Jika ada bukti nyata, kami akan ajukan protes ke Malaysia. Namun, jika hasil verifikasi itu tidak menemukan pelanggaran, protes itu tidak akan dilakukan," katanya.

Pada bagian lain, Direktur Jenderal Perjanjian Hukum Internasional Kementerian Luar Negeri, Linggawati mengatakan, meski sejak 2005 Indonesia dan Malaysia telah beberapa kali melakukan pertemuan dan pembicaraan soal perbatasan laut. Namun sejauh ini, kedua negara serumpun itu belum  punya kesepakatan.

"Kita sudah mulai membicarakannya sejak 2005, tapi sejauh ini belum mencapai kesepakatan karena memang permasalahannya tidak sesederhana bila dibicarakan," kata Linggawati di Kuala Lumpur di sela-sela 'The 11th meeting of the Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) Indonesia-Malaysia' yang berlangsung di Kuala Lumpur pada 10-11 Oktober, Senin (10/10/2011).

Namun demikian, kata Linggawati, Pemerintah Indonesia selalu mendorong pihak Malaysia bahwa sekarang ini sudah ada konvensi hukum laut pada 1982 yang bisa dijadikan prinsip-prinsip untuk dipegang bersama.

"Walaupun ada ketentuan hukum internasional lainnya, tapi konvensi hukum laut yang sudah diratifikasi oleh Indonesia dan Malaysia harus menjadi pedoman utama," paparnya. Dengan belum jelasnya soal perbatasan laut antara Indonesia-Malaysia, tentulah banyak klaim yang menjadi tumpang tindih dan banyak insiden yang bisa terjadi. Contohnya bila terjadi insiden di salah satu segmen, tentu Indonesia bilang itu areanya, sebaliknya Malaysia juga bisa klaim itu areanya.

"Kalau bicara batas wilayah laut itu sangat kompleks sebab masing-masing ingin melakukan klaim sementara kalau mau menyelesaikannya mau gunakan perjanjiannya yang mana," katanya. Political will yang sangat kuat dari kedua belah pihak sangat perlu untuk mencapai kesepakatan di semua segmen. Sehingga tidak ada lagi insiden-insiden yang bisa merenggangkan hubungan dua negara bertetangga ini.

Dikatakannya, ada lima segmen perbatasan laut yang sampai sekarang yang masih mengganjal kedua belah pihak seperti Selat Melaka, Selat Sulawesi, Selat Singapura, Tanjung Datu dan perbatasan di Laut China Selatan.

Seperti halnya persoalan di Tanjung Datu, yang belakangan ini agak ramai di dalam negeri yang menurut dia sebetulnya masing -masing punya pemahaman yang berbeda. "Kalau bicara kedaulatan, itu laut adalah wilayah Indonesia. Kita punya landas kontinen tahun 1969 dengan Malaysia yang di Laut China Selatan arah ke Tanjung Datu yang sudah berlaku, tapi itu landas kontinen bukan wilayah," tuturnya.

Linggawati menejelaskan, landas kontinen artinya hak setiap negara untuk berdaulat. Hak berdaulat berbeda dengan kedaulatan. Hak berdaulat artinya negara bisa memanfaatkan sumber daya alam di bawah laut.

Sedangkan kalau perbatasan laut menganut zona ekonomi eksklusif (ZEE) terkait nelayan, ikan dan sebagainya, Indonesia belum punya dengan Malaysia. "Batas laut wilayah saja belum ada. Kita belum punya batas laut teritorial dan ZEE dengan Malaysia. Jadi kalau ada klaim dari pihak kita sebanyak 80 ribu meter persegi hilang dicaplok, 'in what way?" katanya.

■  Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=53571

Malaysia Bangun Taman Negara di Tanjung Datu

Isu perbatasan Indonesia dan Malaysia kembali mencuat. Kali ini soal perbatasan darat di Tanjung Datu dan Camar Bulan.

MENANGGAPI soal itu, Menkopolhukam, Djoko Suyanto langsung menggelar rapat dengan para menteri terkait. Salah satunya, Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa. "Khusus mengenai perbatasan darat, sebenarnya dapat dikatakan tingkat kompleksitas tidak sekompleks batas laut," kata Marty, Senin (10/10/2011).

Dia menjelaskan, tak ada pertentangan soal batas darat, baik dari sisi Indonesia maupun Malaysia. "Karena rujukan agreement adalah pada konvensi pemerintah kolonial Belanda dan Inggris Raya tahun 1891, 1915,dan 1928. Ketiga konvensi ini— antara Belanda dan Inggris yang mengatur batas Indonesia dan Malaysia setelah merdeka," tambah Marty.

Perjanjian antara dua negara kolonial itu dituliskan dalam dokumen, tak ada yang mempertentangkannya. "Tugas kita, khususnya di Kalimantan adalah menegaskan demarkasinya. Titik-titiknya, pilar perbatasan itu," tambah Marty. Perjanjian RI-Malaysia 1978, lanjut dia harus selalu dikelola dan dipastikan tingkat kepatuhannya. "Pada masalah yang diberitakan, kalau tak bijak bisa mengakibatkan polemik luas."

Adalah Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin yang menemukan fakta bahwa Malaysia mencaplok sebagian wilayah Indonesia di perbatasan Kalimantan Barat. Dia menjelaskan, Indonesia kehilangan 1.400 hektare tanah di Camar Bulan dan 80 ribu meter persegi di pantai Tanjung Datu.

Dia menjelaskan, Indonesia kehilangan 1.400 hektare tanah di Camar Bulan dan 80 ribu meter persegi di pantai Tanjung Datu. "Untuk pantai mungkin kecil. Tapi, kalau kita hitung batas teritorial pantai 3 kilometer ke lepas pantai. Di sana ada sumber minyak dan gas," jelas Hasanuddin.

Indonesia dan Malaysia kembali berurusan dengan masalah perbatasan bilateral. Kali ini persoalan terjadi di titik batas di wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kalimantan Barat. Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, menyatakan jika mengacu pada garis batas Peta Belanda Van Doorn tahun 1906, peta Sambas Borneo (N 120 E 10908/40 Greenwind) dan peta Federated Malay States Survey tahun 1935, sebenarnya perbatasan tersebut tidak ada masalah.

Permasalahan baru muncul saat MoU antara tim Border Committee Indonesia dengan pihak Malayasia. Garis batas itu diubah dengan menempatkan patok-patok baru yang tak sesuai dengan peta tua tersebut di atas. "Dan akibat kelalaian tim ini indonesia akan kehilangan 1490 ha di wilayah Camar Bulan, dan 800 m garis pantai di Tanjung Datu," ujar Hasanuddin.

Akibatnya, dengan hilangnya garis pantai tersebut, Indonesia kehilangan wilayah teritorial laut. Dan diprediksi di laut itu terdapat kandungan timah, minyak, dan gas. "Sekarang MoU itu belum diratifikasi, jadi pemerintah perlu membatalkannya dan melakukan perundingan ulang," kata Hasanuddin. Malaysia kini sudah bertindak lebih cepat. Meski belum diratifikasi, Pemerintah Malaysia telah membuat tempat wisata di Tanjung Datu bernama Taman Negara Tanjung Datu.

■  Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=53574

Sebagai Ketua ASEAN, SBY Tidak Tegas Soal Perbatasan

Indonesia kembali terancam kehilangan lagi satu wilayahnya. Malaysia mengklaim wilayah Camar Bulan di Kalimantan Barat adalah bagian dari wilayahnya.

PENGAMAT militer dan pertahanan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jaleswari Pramodhawardani menegaskan, pemerintah Indonesia harus memanfaatkan posisinya sebagai Ketua ASEAN untuk mempertegas batas wilayah dengan negara tetangga.

"Pemerintah harus memanfaatkan posisi sebagai Ketua ASEAN untuk memasukkan masalah perbatasan dalam agenda utama pertemuan ASEAN Community 2015. Negara-negara lain itu sedang agresif memperluas wilayah mereka, seperti China dan Amerika Serikat. Lha, kita masih saja sibuk menghadapi persoalan pencolongan wilayah," kata Jaleswari.

Menurut Jaleswari, Indonesia harus mengikuti jejak China dan Amerika Serikat untuk jangka panjang karena banyak wilayah-wilayah di sekitar Indonesia yang belum bertuan. "Jangan malah sibuk menyelesaikan masalah yang ini-ini terus. Bahkan China mau mengklaim wilayah Laut China Selatan," katanya.

Dalam penilaiannya, persoalan perbatasan yang terus mendera Indonesia bermuara pada satu persoalan, yakni minimnya kesadaran. Menurut Jaleswari, politisi dan pengambil kebijakan belum sampai tahap untuk memikirkan Indonesia sebagai bangsa yang harus sejahtera di seluruh wilayahnya.

"Kita mengatakan NKRI harga mati. Artinya tidak boleh sejengkal pun dikuasai negara lain. Jika dijabarkan, daerah-daerah perbatasan di perkuat. Tapi, kita? Sibuk dengan bereaksi dan kebijakan jangka pendek," katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR RI, TB Hasanuddin mengungkapkan, Malaysia kembali mencaplok wilayah Indonesia di kawasan Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kalimantan Barat.

"Patok perbatasan di wilayah ini telah mundur sekitar 3,3 kilometer. Saya dapat informasi intelijen bahwa ada patroli Polisi Diraja Malaysia yang masuk wilayah diklaim itu wilayah Malaysia. Sekarang disebut Dusun Camar Bulan Kabupaten Sambas," kata Hasanuddin di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/10/2011).

Bergesernya patok tanda batas wilayah Indonesia sejauh 3,3 kilometer, menyebabkan Indonesia kehilangan wilayah seluas 1.500 hektare lebih. "Jadi, di satu sisi kita hilang hampir 1.500 hektare, di satu sisi garis pantai," jelas politisi asal PDIP ini.

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, meminta pemerintah Indonesia bertindak cepat menyikapi temuan komisi I DPR mengenai klaim Malaysia terhadap kawasan Camar Bulan, Kalimantan Barat.

"Bila benar demikian, tentu pemerintah harus segera melakukan verifikasi atas temuan anggota DPR TB Hassanuddin, mengapa patok yang telah ditetapkan bergeser," kata Himahanto. Verifikasi dilakukan dengan terlebih dahulu mengkonfirmasi peta dan kesepakatan Indonesia-Malaysia terkait perbatasan darat di Kalimantan. Bila benar patok tersebut bergeser, maka perlu dilakukan notifikasi, agar patok dipindahkan ke posisi semula.

Tapi, agar tidak memunculkan kehebohan hubungan kedua Negara, Indonesia bisa berkoordinasi terlebih dahulu dengan Malaysia. Namun, kata Hikmahanto, sebelum berkoordinasi, pemerintah Indonesia perlu melakukan penyelidikan mengapa patok bergeser.

Selain melalukan verifikasi, pemerintah juga harus menerjunkan militer untuk menjaga kawasan itu. "Meski belum jelas statusnya, pemerintah tetap harus menerjunkan TNI untuk terus menjaga kedaulatan perbatasan," kata Hikmahanto, Senin (10/10/2010).

Jangan sampai tanah darat yang belum jelas milik siapa dimanfaatkan untuk kegiatan dan aktivitas warga. Untuk itu, Hikmahanto meminta pemerintah untuk memberikan insentif khusus bagi pasukan TNI yang bertugas di perbatasan.

Menanggapi hal itu, Pangdam XII Tanjungpura, Mayjen TNI  Geerhan Lantara mengatakan, TNI akan tegas menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Di mana yang ada patok sekarang, di situ saya jaga. Terkecuali dia (Malaysia) yang duluan masuk," kata Geerhan.

Geerhan mengatakan, Traktat London 1824 itu hanya membicarakan watershead. Pada 1978, ada kesepakatan kedua negara setelah dua tahun dilakukan observasi. Sebagai TNI, kata Geerhan, pihaknya akan berada pada posisi sesuai hasil pertemuan Semarang 1978 itu. "Ada etika antarnegara. Silakan saja orang-orang berbicara. Kalau tentara kita masuk, bisa perang. Kalau mereka yang masuk menyerang, pasti kita sikat," tegasnya.

Sementara Wakil Kepala Penerangan Kodam XII/Tanjungpura, Letkol Inf Totok, juga menegaskan, meski ada Traktat London, TNI bertugas menjaga perbatasan berdasarkan keputusan 1978 di Semarang. Diungkapkan Totok, kasus Camar Bulan bukan satu-satunya ancaman pencaplokan kawasan di perbatasan Kalbar. Ada empat wilayah lain yang juga terancam. Empat wilayah tersebut adalah Sungai Buan, Titik D 400, Gunung Raya, dan Sungai Aum.

Langkah yang saat ini diambil TNI, kata Totok, adalah menyiagakan 30 pos sepanjang 966 km di sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia yang berada di wilayah Kalimantan Barat. "TNI melakukan penjagaan secara patroli di 30 pos tersebut," terangnya.

■  Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=53577

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
______________________________________________________________________
http://www.numesir.org untuk informasi tentang Cabang Istimewa NU Mesir dan KMNU2000, atau info-info seputar Cairo dan Timur Tengah.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kami berharap Anda selalu bersama kami, tapi jika karena suatu hal Anda harus meninggalkan forum ini silakan kirim email ke:
kmnu2000-unsubscribe@yahoogroups.com
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar