Senin, 10 Oktober 2011

[M_S] Tak Rela Waktu Belajar Berkurang karena Makan

 

karena semangat seperti ini, umat Islam jaya.
Ulamanya adalah samudra ilmu, penuh barokah, berhiaskan adab luhur dan akhlak karimah/mulia.
mari, kita coba meniru mereka, kita rintis, sedikit demi sedikit.

Wassalam,



Nugon
 
Kebanyakan sumber permasalahan adalah cara berkomunikasi!!!

http://nugon19.multiply.com/journal


-=-=-=-=-



Tak Rela Waktu Belajar Berkurang karena Makan


Berbagai cara para ulama mengurangi waktu makan. Dari memilih makanan yang mudah dikunyah, hingga disuapi saudara.
Muammad bin Sahnun (256 H), sudah terbiasa mengisi hari-hari dengan menelaah dan menulis. Aktivitas itu dia lakukan hingga larut malam. Mengetahui majikannya sibuk, pembantunya yang biasa dipanggil Ummu Mudam menyediakan makanan, lalu mempersilakan Suhnun untuk makan.

Akan tetapi, ulama Malikiyah tersebut hanya menjawab, "Saya sedang sibuk." Dia tetap asyik dengan tulisan dan sedikit pun tidak menyentuh makanan yang telah disediakan. Hal itu mendorong Ummu Mudam berinisiatif menyuapkan makanan itu ke mulut sang majikan. Suapan demi suapan ia berikan hingga makanan itu tandas.
Saat adzan Shubuh berkumandang, kepada pembantunya, Sahnun mengatakan, "Saya telah menyibukkanmu tadi malam, wahai Ummu Mudam. Sekarang mana makanan itu?"

Pembantu itu menjawab, "Demi Allah wahai tuan, saya sudah menyuapkannya kepada Anda." Sahnun heran, "Saya tidak merasa!"
Demikianlah, sepenggal kisah yang tercatat dalam At Tartib Al Madarik (4/217). Kisah ini menunjukkan bahwa aktivitas makan berada di urutan 'ke sekian' bagi para ulama yang tenggelam dalam keasyikan berkhidmat terhadap ilmu.

Bagi mereka, makan adalah aktivitas yang bisa mengganggu, karena bisa "memakan" waktu belajar jika tidak dikendalikan. Sebagaimana yang dirasakan Khalil Bin Ahmad Al Farahidi (170 H). Dia mengatakan, "Waktu yang paling berat bagiku adalah waktu dimana saya menghabiskannya untuk makan." (Al Hats 'ala Thalab Al-Almi, hal. 87).

Juga seperti apa yang dikatakan Imam Fakhru Ad Din Ar Razi (606 H). Ulama yang tafsirnya mencapai 32 jilid ini bertutur, "Demi Allah, saya sangat menyayangkan terlewatnya kesempatan menyibukkan diri dengan ilmu saat makan. Sesungguhnya waktu dan masa amat berharga." (Uyun Al Anba' fi Thabaqat Al Ath Thiba', 2/34).

Para ulama memiliki berbagai bentuk cara mensiasati aktivitas memasukkan makanan ke dalam perut ini. Tidak ada salahnya, mengetahui bagaimana mereka menyikapi aktivitas ini, sehingga mereka tetap memiliki waktu maksimal dalam bermujahadah untuk memperoleh ilmu.

Kita memulainya dari Syamsuddin Al Ashbahani (749 H). Disebutkan dalam Badr At Thali (2/298), para sahabatnya bercerita mengenai ulama madzhab Syafi'i ini. Menurut mereka, Syamsuddin banyak menolak makanan. Hal itu dilakukan agar dia tidak banyak minum, sehingga tidak banyak keluar-masuk kamar mandi, hingga waktu belajar terkurangi.

Ibnu Aqil Al Hanbali (513 H), punya cara yang berbeda dengan cara yang ditempuh Al Ashbahani. Dia tetap bisa makan, tanpa harus menyita banyak waktu. Dia menuturkan, "Dan saya meringkas semaksimal mungkin waktu makan. Hingga saya memilih roti kering yang dicelup air dibanding khubz (roti lembab), karena perbedaan waktu yang dibutuhkan untuk mengunyahnya."

Jika waktu mengunyah saja amat diperhitungkan oleh Ibnu Aqil, tentu untuk perbuatan lain yang memakan waktu lebih lama akan lebih dia perhatikan. Jika demikian kedisiplinan dia, bukanlah hal yang mengherankan kalau karyanya amat banyak. Kitab Al Funun, karyanya yang mencakup fiqh, ushul fiqh, ushuluddin, Hadits, nahwu, dan beberapa disiplin ilmu lain, jumlahnya mencapai 800 jilid! (Dzail Thabaqat Al Hanabilah, 1/142-162)

Kalau Ibnu Aqil memilih mengonsumsi makanan yang mudah dikunyah, lain lagi dengan cara Hafidz Al Mundziri (656 H). Aktivitas makan dan minum tidak menghentikan belajarnya, karena dia tetap belajar walau sedang makan. "Setiap saya bangun malam hari, saya dapati lampunya masih menyala dan saat itu ia sibuk dengan ilmu, hingga waktu makan pun, dia sibukkan dengan buku-buku." Demikian kata Abu Ishaq Al Muradi, yang sudah 12 tahun bertetangga dengan ulama yang telah menulis sebanyak 700 juz itu. (Bustan Al Arifin, hal. 191).

Mengatasi waktu terbuang karena makan, Imam An Nawawi juga memiliki cara tersendiri. Muridnya yang bernama Ibnu Al Ath Thar menuturkan, ulama yang dijuluki Syaikh Al Islam ini memilih makan satu kali dalam sehari, yakni setelah waktu isya' akhir, dan tidak minum kecuali waktu sahur.(Tadzkirah Al Huffadz, 4/1472).

Cara lain yang lebih unik ditempuh Ubaid bin Ya'ish. Guru Imam Bukhari dan Imam Muslim ini menyampaikan, "Selama tiga puluh tahun, saya tidak pernah makan menggunakan tangan sendiri di malam hari. Saudara perempuan saya yang menyuapi, sedangkan saya sendiri menulis Hadits." (Siyar A'lam An Nubala', 11/458).

Hafidz As Suyuthi memberi nasihat kepada siapa saja yang berkhidmat kapada ilmu, agar mempercepat tiga aktivitas: makan, menulis, dan berjalan. (Al Kaukab As Sa`irah bi A'yan Mi`ah Al 'Ashirah, 1/229).

Walhasil, para ulama berusaha sungguh-sungguh agar waktu belajar mereka maksimal, hingga aktivitas makan pun tidak boleh mengurangi jatah waktu mencari ilmu. Mudah-mudahan kita bisa mengambil suri teladan dari kesungguhan mereka. *Toriq/Suara Hidayatullah PEBRUARI 2010


Membeli Secuil Waktu dengan Sekeping Dinar

Sebagian orang yang rela menghabiskan seluruh waktu yang dimiliki untuk mencari materi, mungkin setuju dengan ungkapan, "waktu adalah uang" atau "waktu adalah emas". Tapi lain lagi bagi para ulama. Mereka malah rela mengorbankan harta untuk sekedar memperoleh waktu dan kesempatan, walau hanya singkat.

Adalah Isham Al Balkhi (210 H), seorang faqih dan muhaddits madzhab Hanafi yang rela membeli sepucuk pena dengan harga satu dinar emas agar bisa langsung mencatat apa yang dia dengar. Karena menurutnya, tidak semua yang terlewatkan bisa diperoleh kembali. (Miftah As Sa'adah, 1/36).

Demikian pula halnya yang dilakukan Muhammad bin Abdi As Salam Al Bikandi (227 H). Salah satu guru Imam Al Bukhari ini suatu saat menghadiri majelis imla`. Saat itu Syaikh di majelis tersebut mendiktekan Hadits. Tiba-tiba pena Al Bikandi patah. Khawatir tidak ada kesempatan lagi untuk mencatat, dia akhirnya mencari cara agar segera memperoleh pena. Tak lama kemudian dia berteriak, "Saya mau beli pena dengan harga satu dinar!" Saat itu, banyak pena disodorkan kepadanya. (Umdah Al Qari, 1/165).

Kini, satu dinar emas, kalau dikurskan ke rupiah kurang lebih senilai Rp 1,2 juta. Al Balkhi dan Al Bikandi rela kehilangan uang sebesar itu, sebenarnya bukan untuk membeli pena, tapi agar mereka memperoleh kesempatan mencatat Hadits. Mereka berdua memilih kehilangan sekeping dinar emas daripada kehilangan kesempatan menulis Hadits. 

*Toriq/Suara Hidayatullah PEBRUARI 2010







__._,_.___
Recent Activity:
----------------------------------------------------------------------
"Muhammadiyah ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah
kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja. Jadilah guru kembali
pada Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembali kepada Muhammadiyah. Jadilah
Meester, insinyur dan lain-lain, dan kembalilah kepada Muhammadiyah"
(K.H. Ahmad Dahlan).

----------------------------------------------------------------------
Salurkan ZAKAT, INFAQ dan SHODAQOH anda melalui LAZIS
MUHAMMADIYAH

No. Rekening atas nama LAZIS Muhammadiyah
1. Bank BCA Central Cikini
    (zakat) 8780040077 - (infaq) 8780040051
2. BNI Syariah Cab. Jakarta Selatan
    (zakat) 00.91539400 -   (infaq) 00.91539411
3. Bank Syariah Mandiri (BSM) Cab. Thamrin
    ( Zakat) 009.0033333 -  (Infaq) 009.00666666
4. Bank Niaga Syariah
    (zakat) 520.01.00186.00.0 - (infaq) 520.01.00187.00.6
5. Bank Muamalat Indonesia Arthaloka
    (Zakat) 301.0054715
6. Bank Persyarikatan Pusat
   (zakat) 3001111110 -  (infaq) 3001112210
7. Bank Syariah Platinum Thamrin
    (zakat) 2.700.002888 -  (infaq) 2.700.002929
8. BRI cab. Cut Meutia
    (zakat) 0230-01.001403.30-9 -    (infaq) 0230-01.001404.30-5

Bantuan Kemanusiaan dan Bencana:
BNI Syariah no.rekening: 00.91539444

DONASI MELALUI SMS
a. Jadikan jum'at sebagai momentum kepedulian,
salurkan donasi anda, ketik: LM(spasi)JUMATPEDULI kirim ke 7505

b. Bantuan kemanusiaan  ketik: LM(spasi)ACK kirim ke 7505

Nilai donasi Rp. 5000, semua operator,belum termasuk PPN

email: lazis@muhammadiyah.or.id
website : www.lazismu.org
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar