Rabu, 19 Oktober 2011

[PPI-UTHM] colonialism syndrome

 

Copa dari milis tetangga. Sumber: Hari Purwanto (haripur.ir@gmail.com).

...... elite politik yang ada saling menjatuhkan; bukan saling mendukung. sehingga sulit muncul peminpin yang berkualitas ......

Kalau saya sedang ngobrol2, kondisi ini saya obrolkan sebagai salah satu gejala yang dialami bangsa ini, yang saya sebut "colonialism syndrome". (Nggak tahu sudah ada yang menggunakan istilah ini apa belum,kalau sudah dan beda dengan yang akan saya paparkan, ya nggak tahu. Kan tadi saya bilang nggak tahu?) 
Sebutan colonialism syndrome saya pakai dan obrolkan begitu saja tanpa rujukan, maksud saya belum dan tanpa baca2 apa ada istilah ini sebenanya. Setahu saya sindrom semacam gejala yang nampak karena pengalaman (jelek) yang dialami penderita. (betul nggak ya?)

Menurut saya bangsa ini mengalami colonialism syndrome akibat "pederitaan" yang lama selama masa penjajahan. Tiga setengah abad merasakan 'tersiksanya' dijajah sambil membayangkan betapa si penjajah 'menikmati' menjajah. Hingga jauh di lubuk hatinya (suatu bangsa punya hati nggak sih?....)  punya keinginan bagaimana merasakan menjajah, ingin merasakan 'nikmatnya' menjajah. Dekat2 masa perjuangan kemerdekaan keinginan ini masih tertutupi oleh semangat perjuangan untuk merdeka. Nah, sesudah masa penjajahan habis, (dan memperoleh kemerdekaan) keinginan tersebut lambat laun muncul juga. Lah sayangnya nggak mungkinlah menjajah bangsa lain, lalu siapa lagi kalu nggak menjajah bangsanya sendiri?. Semua jalur dipakai untuk 'menjajah', kekuasaan? kekuatan? ekonomi? hukum? doktrin? . . . .  yang merasa kuat, ingin 'menjajah', tidak mau orang lain yang 'berkuasa' yang ujung2nya saling menjatuhkan.  

Itu satu, keinginan untuk 'menjajah'. Yang kedua, justru perasaan ingin tetap 'dijajah'. Lho kok begitu? Lha iya, coba seperti yang pernah nongol di milis ini juga, segala urusan akan merasa kelihatan oke kalau ada (dalam hal ini) bulenya. Dalam diskusi, selalu manggut2 bila yang ngomong orang asing. Singkatnya mengalami rendah diri, yang bahasa populernya minder (dari kata minderwardigheit complex, katanya). Implikasinya, kalau di'perintah' orang asing sepertinya manut2 saja, tapi kalau oleh teman (baca: bangsa) sendiri nggak mau. Implikasi lain, tidak bangga pada produk sendiri (dengan dalih mahallah, kualitaslah) dan lebih bangga pada produk asing. Walhasil (opooo, iki. . .) nggak ada mobil Indonesia (mudah2an mobil Tawon akan mematahkan pernyataan ini nanti); mall dan plaza dipenuhi barang Korea dan Cina. Belum lagi itu kentang yang diimpor menyusul jeruk, durian etc. Tercapailah sudah keinginan untuk 'dijajah'.
--------------------------------------------------------------------------------
Note: Sulit muncul peminpin yang berkualitas, baru nonggol dikit sudah dilibas...:)

Salam,
Deni Shidqi Khaerudini
Department of Materials and Design
Faculty of Mechanical and Manufacturing Engineering
Universiti Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM)
86400 Parit Raja, Batu Pahat
Johor, Malaysia

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar