Minggu, 16 September 2012

Re: Bls: Bls: Bls: [M_S] Validitas QS 36:39-40 sebagai dasar WH

 

Wa'alaikum salam.

Komentar saya untuk Pk TD :

Pertama, saya mau mengingatkan lagi, bahwa masalah Rukyat atau hisab, bukan masalah science.
Saya saya pribadi berpendapat dua duanya benar dan silahkan dilaksanakan asalkan konsisten.

Kelompok yang memakai hisab, berangkat dari kajian syar'i bahwa disitu ada "window" untuk
ijtihad. Ada sekian banyak nash yang bisa dijadikan dalil disitu. Jadi sah secara syar'i.

Sedangkan, Rukyat dilaksanakan semata karena menjalankan sunnah, yaitu perintah dalam hadist :
"Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah (idul fitri) karena melihat hilal pula.
Jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan bulan Sya'ban tigapuluh hari"
(HR Al Bukhari dan Muslim).

Orang yang memegang hadist tsb. akan berpendapat bahwa awal dan akhir puasa Ramadhan
harus perpatokan pada hasil aktifitas melihat bulan (dengan mata telanjang, karena kalau mau
melaksanakan sunnah, Rosulullah SAW tidak memakai alat bantu apapun, termasuk presumsi
berdasarkan perhitungan astronomi) agar sesuai dengan sunnah. Selain itu adalah bid'ah menurut
pandangan kelompok ini.

Dan dalam praktiknya, Rosulullah SAW tidak pernah menolak kesaksian. Kesaksian diterima setelah
melalui sumpah. Ini berbeda dengan praktik di negara kita (baca: depag), dimana kesaksian Cakung
atau yang lain ditolak karena alasan tidak sesuai dengan kaidah ilmiah dll. Saya melihat ada "intervensi"
science kedalam praktik sunnah disitu. Kalau memang Depag konsisten pada rukyat, seharusnya
peran Pak TD tidak diperlukan lagi disitu. Karena tidak ada sunnahnya (bahkan tergolong bid'ah) untuk
membuat prakiraan prakiraan hilal. Karena ini akan memberikan influence kepada hasil rukyat itu sendiri.
Dan ini yang seharusnay dihindarkan.

Mengenai alat bantu, seharusnya tidak dipakai. Karena akan tidak ada batasnya. Apakah sampai alat
bantu optik saja. Atau bisa dipakai teropong non optik. atau bahkan alat bantu berupa teropong satelit ?
Semuanya tidak ada satupun dalam hadist, dan ini semua bid'ah.

Itulah yang saya katakan inkonsistensi dalam pelaksanaan rukyat (karena intervensi science).

Wassalam.

On 15/09/2012 23:40, Thomas Djamaluddin wrote:

 
Assalamu'alaikum wr. wb.,

Pak Tono:
  1. Kenapa tak menggunakan teropong Elsasser/Legault untuk mengamati hilal pada maghrib 19 Juli 2012?
  2. Padahal Elsasser/Legault telah membuktikan bahwa pada saat Matahari moncer sekitar jam 14 tengah haripun teropong mereka dapat mengamati hilal?
  3. Bung Indro Pranoto telah dapat informasi, harganya cuma sekitar seharga mobil Kijang Innova. Uang itu mungkin juga sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk operasi rukaytul hilal selama setahun saja (termasuk sidang isbat) dll.
Definisi hilalnya Pak Thomas juga jadi aneh jika kita buat timeline kenampakan hilal antara maghrib 19 Juli dan 21 Juli 2012 lalu seperti tabel (di e-mail sebelumnya):

TD:
Perlu kita fahami bersama bahwa suatu sistem kalender dibangun atas dasar kesepakatan, tidak bisa atas dasar interpretasi sepihak, apalagi interpretasi personal. Kalender Islam dibangun atas dasar dalil yang disepakati dan kriteria astronomi yang disepakati, minimal oleh suatu komunitas tertentu. Astronomi sebagai ilmu yang membantu penentuan waktu, termasuk kalender, hanya menerapkan konsep yang didasarkan pada kesepakatan tersebut. Itulah sebabnya, astronomi bisa membantu kelompok mana pun dalam pembuatan kalendernya.

Berikut jawaban saya:
Pengamatan dengan kamera CCD dan sistem teleskop tertentu saat ini sudah dapat merekam bulan sabit di sekitar matahari pada siang hari. Prinsipnya sederhana, citra pada posisi bulan diproses dengan proses baku citra CCD, pengurangan dark current dan pembagian dengan flat field. Tetapi sampai saat ini belum ada teknik untuk pengamatan hilal sesaat setelah matahari terbenam seperti layaknya rukyatul hilal. Mengapa? Flat field cahaya syafak yang tidak homogen tidak mungkin digunakan seperti halnya flat field cahaya langit saat siang hari. Apakah bulan sabit saat tengah hari itu hilal? Ini persoalan baru dalam fikih. Sampai saat ini belum ada dalil yang secara qath'i menganggap bulan sabit tengah hari sebagai hilal. Al-Quran tidak mendefinisikan hilal. Sementara hadits Nabi hanya memberikan dalil rukyat setelah matahari terbenam. Muhammadiyah pun menganggap hilal dengan 3 kriterianya, belum mencakup bulan sabit saat siang hari. Apalagi kelompok pengamal rukyat. Rukyat hilal siang hari (broad daylight) sementara ini dianggap sebagai masalah baru dalam fikih, bukan solusi masalah hilal. Saya pribadi berpendapat bulan sabit saat tengah hari BUKAN HILAL, karena hilal adalah bulan sabit yang tampak (atau berpotensi tampak) sesaat setelah matahari terbenam yang dapat dijadikan sebagai tanda masuknya awal bulan yang bermula saat maghrib.

Saat ini para ulama membolehkan menggunakan alat bantu rukyat, termasuk teleskop dan kamera CCD. Di Indonesia pun sudah diterapkan. Tetapi rukyat yang dilakukan adalah rukyat seperti yang dicontohkan Nabi, beberapa saat setelah matahari terbenam, bukan rukyat siang hari.

Terkait dengan Tabel Pak Tono, berikut tanggapan saya:
1. Kesaksian rukyat di Cakung adalah kesaksian yang tidak mu'tabar (tidak terpercaya). Mengapa? Mereka menyatakan tingginya 3,5 derajat. Apa maknanya? Sesungguhnya  mereka bukan meruyat benar-benar rukyat, tetapi "rukyat" atas dasar keyakinan bahwa bulan sudah lebih dari 2 derajat pasti terlihat. Mengapa mereka menyebut 3,5 derajat, padahal hisab astronomis (termasuk yang dilakukan Muhammadiyah) tinggi hilal kurang dari 2 derajat? Mereka menggunakan hisab taqribi (aproksimasi), yaitu tinggi hilal = umur hilal/2. Karena ijtimak sekitar pukul 11.00 dan rukyat sekitar pukul 18.00, maka umur hilal 7 jam. Jadilah tinggi hilal = 7/2=3,5 derajat.
2. Astronomi meyakini sabit bulan makin bertambah dengan bertambahnya umur. Tetapi dalam prakteknya, yang diamati dan yang diperhitungkan adalah hilal menurut pengamat di suatu lokasi tertentu. Pengamat di Indonesia hanya memperhatikan hilal di Indonesia. Dalam prinsip hisab rukyat, kita boleh juga mempertimbangkan hilal di negara lain, tetapi yang berada di sebelah Timur. Mengapa tidak boleh yang di sebelah Barat? Itulah kaidah hisab rukyat dengan prinsip mathla' lokal. Jadi, tidak ada gunanya mempertimbangkan hilal di wilayah lain yang berbeda mathla'. Praktek hisab-rukyat di Indonesia (termasuk yang dianut Muhammadiyah) menggunakan mathla' lokal. Baca Fatwa MUI no. 2/2004 http://www.badilag.net/data/hisab%20rukyat/fatwa%20MUI%20no%202%20tahun%202004.pdf

Pak Parnoto tentang QS 36:37:
Menurut sy, ini terkait dg keberadaan matahari dan perjalanannya (posisinya), krn ada keyword siang dan prosesnya naslakhu. Kedua kata ini jelas membuktikan yg dikeluarkan adl cahaya dari siang itu.
BUKAN bumi digerakkan sedikit demi sedikit, lalu serta merta mereka dalam kegelapan.
Kalau Pak Thomas menyimpulkan itu "menjelaskan GERAK ROTASI BUMI", dari kata apakah dapat disimpulkan begitu?

TD: Dikeluarkan/ditanggalkannya siang dari malam ada dua kemungkinan: (1) matahari sebagai sumber cahayanya yang bergerak dan buminya diam atau (2) matahari diam, bumi yang bergerak (berotasi). Dulu orang berpendapat (1) dalam konsep geosentrik (bumi sebagai pusat alam semesta). Tetapi dengan pemahaman astronomi, sekarang kita sepakat dengan sebab (2). Maka QS 36:37 kalau dimaknai seperti (1) adalah tafsir lama atas dasar geosentrik. Tafsir baru seperti pendapat (2), bahwa QS 36:37, menjelaskan gerak rotasi bumi. Kalau ada yang masih berpegang pada tafsir lama, sah-sah saja, sama halnya dengan orang yang tetap bersikukuh "matahari mengeliling bumi", tetapi jangan menyebutnya sesuai dengan logika astronomis. Tafsir (1) bukan bermakna gerak semu matahari.

Wassalamu'alaikum wr. wb.,


T. Djamal


************************************************************************
Alternate e-mail: t_djamal@lapan.go.id, t_djamal@yahoo.com
Website           : www.lapan.go.id
Personal blog   : http://tdjamaluddin.wordpress.com/
************************************************************************

Dari: Pranoto Hidaya Rusmin <pranotohr@yahoo.com.sg>
Kepada: "Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com" <Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com>
Dikirim: Sabtu, 15 September 2012 21:44
Judul: Re: Bls: Bls: [M_S] Validitas QS 36:39-40 sebagai dasar WH

 
Pak Thomas, kalau sy tangkap pertanyaan Pak Tono yg terakhir ini, terkait dg definisi hilal yg digunakan, apakah harus hilal yg kelihatan dg mata telanjang ataukah boleh dg perangkat bantu seperti teleskop? krn kalau boleh dg alat bantu, jadi beda hasilnya, tergantung kemampuan alat bantu tsb.
Dg alat bantu, tentu yg tadinya susah dilihat oleh mata, akan menjadi semakin jelas.

Nah, tentu ini jg menimbulkan pertanyaan sejauh mana teknologi dibolehkan dalam membantu melihat hilal?  kalau sampai teknologi image processing dibolehkan, tentu wujud hilal yg dimaksud Pak Tono mrp hilal yg dapat dilihat juga (dg bantuan teknologi).


Selain itu, sy ingin sedikit mendiskusikan dan mendalami pemahaman Yasin 37, semoga Ki Ageng, Pak Muhbib, dan Gus Pur segera dapat memberikan pendapatnya.



Pendapat Pak Thomas:

Ayat QS 36:37 menjelaskan pergantian siang dan malam. Ketika siang manusia dalam kondisi benderang karena mendapat cahaya matahari, lalu beralih menjadi gelap karena matahari tampak terbenam. Secara fisis astronomis, berarti itu menjelaskan GERAK ROTASI BUMI. Ayat itu sama sekali TIDAK membicarakan gerak semu (terbit dan terbenamnya benda-benda langit). Dulu orang mengira malam dan siang terjadi karena matahari mengelilingi bumi (konsep geosentrik, bumi sebagai pusat). Pemahaman lama itu mengganggap gerak sejati matahari, BUKAN gerak semu.


Moderator Diskusi:

Setahu sy Pak Thomas, gerak semu harian matahari itu krn adanya gerak rotasi bumi.

Mohon dibedakan antara dulu orang memahami geosentris : bumi sbg pusat alam semesta, dibedakan dg pemahaman bahwa kalau posisi pengamat ada di bumi memang dg mata telanjang terlihat mthr bergerak dari timur ke barat, yg disebabkan gerak rotasi bumi.

Menurut sy, gerak rotasi bumi dg gerak semu harian mthr ya sama saja, hanya Pak Thomas lebih memilih sisi pandang bumi, sdkn gerak semu harian mthr dilihat dari sisi posisi mataharinya.

Sekali lg, ini bukan soal geosentris, bumi sbg pusat alam semesta, melainkan posisi pengamat dari bumi dg mata telanjang, yg tdk menyadari adanya gerak rotasi bumi, namun menyadari gerak semu harian mthr.

Sy akan memperjelas pemahaman ini agar kita dpt memastikan Yasin 37 ini terkait dg gerak mthr dari timur ke barat lalu tenggelam ataukah gerak rotasi bumi.

Sy cuplik bhs aslinya dari Pak yusron

وَآَيَةٌ لَهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ (37) [يس/37]


Ini pemahaman sy, mohon koreksi kalau ada kesalahan.

wau di ayat ini mrp wau athof, yg berarti "dan", yang menghubungkan ayat ini dg ayat/tema sebelumnya.

aayah : mrp kata benda, yg bermakna "satu tanda"

Lahumu : untuk mereka.
Mohon kita perhatikan bersama, ada subjek yg diminta melihat tanda ini, yaitu mereka.
Sy sepakat dg Pak Yusron, mereka ini adl manusia di bumi. Mohon Pak Thomas kalau tdk sepakat dapat menunjukkan alasannya.

al lailu : mrp isim marfu' sbg mubtada', shg malam di sini sbg subjek pembicaraan, yg dimaksud oleh "satu tanda" di atas.

Naslakhu : dengan "na" sebagai dhomir subjek, yg berarti Kami, yg  dipahami Allah SWt dg hukum2 ygdiciptakanNya. "lakhu" mrp kata kerja dalam bentuk fi'il mudhari', yg berasal dari kata salakha, yg biasa digunakan dlm pengertian "menguliti binatang". dlm hal ini kata "lakhu" dipahami sbg "selalu mengeluarkan" atau "selalu menanggalkan".

Minha : dari malam itu ( malam itu diganti dhomir "ha").

an nahar : siang.

faidzaa hum : "fa" menyatakan ada sejumlah waktu yg telah berlalu, yaitu dari proses "mengeluarkan",
idza : serta merta/tiba-tiba
hum : mereka. Mohon kita perhatikan kembali, di sini "mereka" masih disebut scr eksplisit. menunjukkan sbg objek penderita.

Mudhlimuun : (mereka itu)  dalam kegelapan.


Kalau diperhatikan, ayat ini sedang membicarakan satu tanda (keberadaan dan kekuasaan Allah), yaitu malam. Proses terjadinya malam adl dg cara Allah dg hukumNya mengeluarkan siang. Mohon dicermati, yg dikeluarkan adl siang. Siang adl suatu kondisi, di mana kebalikan dari kegelapan, yg disebut di akhir ayat ini. dapat diperhatikan dlm Al Isra 12, tanda siang itu adalah mubshiratan: terang, semuanya terlihat oleh pandangan mata.

Kalau yg dikeluarkan adl siang, tentunya yg dihilangkan sedikit demi sedikit adl cahaya dari matahari, yg menjadi sebab dari terangnya siang tsb. Sehingga, ketika cahaya mthr sudah hilang, "serta merta mereka dalam kegelapan".

Mohon dicermati bahwa ayat ini hanya membahas mengenai malam, proses terjadinya malam dari siang, lalu sifat malam yg gelap. Ayat ini sama sekali tidak membahas perubahan dari siang ke malam lalu disusul dari malam ke siang, yg mengindikasikan adanya putaran atau siklus siang malam.
Sekali lg, mohon dicermati ayat ini hanya membahas :
1. malam
2. proses perubahan dari siang ke malam.
3. sifat malam.

Dengan memahami batas2 pemahaman ayat, kita dpt benar2 fokus pd makna ayat, yg scr eksplisit diungkapnya.

Proses mengeluarkan siang dari malam itu terkait dg keberadaan cahaya matahari, yg dikurangi sedikit demi sedikit. Yg kalau dikaitkan dg "mereka" yg kemudian berada dalam kondisi gelap, dg penglihatan mata berada dalam kegelapan, tentu yg diperhatikan adalah berkurangnya cahaya mthr sampai terjadinya gelap. nah, apakah kejadian ini terkait erat dengan matahari dan posisinya, yg memberikan sinarnya agar siang menjadi terang lalu scr gradual berkurang cahayanya krn posisinya berubah ............ ataukah lebih dekat krn rotasi bumi, yg mengakibatkan bumi berputar?

Menurut sy, ini terkait dg keberadaan matahari dan perjalanannya (posisinya), krn ada keyword siang dan prosesnya naslakhu. Kedua kata ini jelas membuktikan yg dikeluarkan adl cahaya dari siang itu.
BUKAN bumi digerakkan sedikit demi sedikit, lalu serta merta mereka dalam kegelapan.

Kalau Pak Thomas menyimpulkan itu "menjelaskan GERAK ROTASI BUMI", dari kata apakah dapat disimpulkan begitu?
Mohon kita sama2 menjadikan kata2 dalam yasin 37 ini sbg acuan. Kalau ada ayat yg terkait silakan disampaikan dg korelasi yg jelas dari kata dalam ayat ini.


Semoga dari penjelasan dan pertanyaan ini dapat diperoleh pemahaman yg lebih dalam dan sdh dapat membedakan antara pemahaman yg berbeda.


Moderator Diskusi
Pranoto (Control System, ITB-Indonesia)



















__._,_.___
Recent Activity:
----------------------------------------------------------------------
"Muhammadiyah ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah
kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja. Jadilah guru kembali
pada Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembali kepada Muhammadiyah. Jadilah
Meester, insinyur dan lain-lain, dan kembalilah kepada Muhammadiyah"
(K.H. Ahmad Dahlan).

----------------------------------------------------------------------
Salurkan ZAKAT, INFAQ dan SHODAQOH anda melalui LAZIS
MUHAMMADIYAH

No. Rekening atas nama LAZIS Muhammadiyah
1. Bank BCA Central Cikini
    (zakat) 8780040077 - (infaq) 8780040051
2. BNI Syariah Cab. Jakarta Selatan
    (zakat) 00.91539400 -   (infaq) 00.91539411
3. Bank Syariah Mandiri (BSM) Cab. Thamrin
    ( Zakat) 009.0033333 -  (Infaq) 009.00666666
4. Bank Niaga Syariah
    (zakat) 520.01.00186.00.0 - (infaq) 520.01.00187.00.6
5. Bank Muamalat Indonesia Arthaloka
    (Zakat) 301.0054715
6. Bank Persyarikatan Pusat
   (zakat) 3001111110 -  (infaq) 3001112210
7. Bank Syariah Platinum Thamrin
    (zakat) 2.700.002888 -  (infaq) 2.700.002929
8. BRI cab. Cut Meutia
    (zakat) 0230-01.001403.30-9 -    (infaq) 0230-01.001404.30-5

Bantuan Kemanusiaan dan Bencana:
BNI Syariah no.rekening: 00.91539444

DONASI MELALUI SMS
a. Jadikan jum'at sebagai momentum kepedulian,
salurkan donasi anda, ketik: LM(spasi)JUMATPEDULI kirim ke 7505

b. Bantuan kemanusiaan  ketik: LM(spasi)ACK kirim ke 7505

Nilai donasi Rp. 5000, semua operator,belum termasuk PPN

email: lazis@muhammadiyah.or.id
website : www.lazismu.org
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar