Jumat, 14 September 2012

Re: Catatan MS Netters : [M_S] Validitas QS 36:39-40 sebagai dasar WH

 

Pak Tono, mohon koreksi sy kalau tdk tepat.

Memang krn ada rotasi bumi, jadi ada gerak semu seluruh objek langit.
Namun, kalau kita membicarakan yasin 37-40, kita hanya fokus pd mthr-bulan, dg bumi sbg pusat pengamatannya.  Dhomir mereka dlm yasin, hanya ada 2 alternatif, yaitu mereka yg ingkar dan mereka itu adl manusia semuanya, yg keduanya ada di bumi.

Dlm yasin 37 memang ada kalimat yg mengindikasikan adanya perubahan, yaitu kalimat "kami tanggalkan siang dari malam itu". Scr astronomis, jelas penyebab utamanya adl rotasi bumi. Namun, tanpa matahari tdk mungkin juga ada perubahan dari siang ke malam.

Kalau Yasin 37 ini ditafsirkan sbg adanya gerak rotasi bumi pd porosnya, menjadi tdk tepat.
Krn subjek utama pembicaraan pd yasin 37 adl malam, bukan gerak rotasi bumi. Dalam hal tafsir, tentu kita tdk boleh mengabaikan makna teks scr eksplisit, malah justru menafsirkan scr implisit. Kalau cara menafsirkan ayat AQ dilakukan scr implisit, ini berpotensi mengalihkan subjek pembicaraan. misal yasin 37 yg menjadi subjek adl malam, justru teralih ke rotasi bumi, yg tdk scr eksplisit diungkap dlm ayat tsb.

Kalau scr eksplisit Yasin 37 menyatakan soal malam, perubahan dari siang ke malam, lantas sifat dari malam tsb. mungkin ada yg bertanya2, ke mana arah dari yasin 37 ini?
jalan yg terbaik, ya ikuti saja terus ayat2 AQ scr eksplisitnya.

Yasin 38 mengungkap soal mthr yg berjalan di tempat peredarannya.
Kalau dihubungkan dg pengamat di bumi, tentu yg dimaksud adl gerak semu mthr. Namun dmkn, perlu disadari yasin 38 tdk mengungkap hubungan bumi atau mthr sbg pusat alam semesta. jadi, selama tdk ada ungkapan eksplisit mengenai alam semesta, cukup dipahami memang mthr bergerak dlm tempat peredarannya. kalau diamati dari bumi, memang mthr punya  tempat perjalanannya mengelilingi bumi. Selama ada pernyataan titik pengamat ada di bumi, tentu itu tdk salah. Di sini kita tdk perlu terjebk pd geosentris atau heliosentris, terkait dg pusat alam semesta. Sejauh yg sy tahu, tdk ada satu pun ayat di Yasin mengaitkan mthr-bumi dg alam semesta atau sbg pusat alam semesta.

Yasin 39 menjadikan bulan sbg subjek pembicaraan. kalau kita baca bbrp tafsir, bacaan walqamara ini juga ada problem. ada yg menbaca wal qamara ada yg membaca wal qamaru (dhomah). menurut sy, yg tepat adl wal qamaru, konsisten dg yasin 37 dan 38, dg subjek pembicaraan : al lailu, asy syamsu, semuanya diakhiri dg dhomah.
Dalam yasin 39 ini disebutkan ditentukan pada satu siklus bulan tdpt manazil, di mana pd manzilah tertentu bentuk muka bulan seperti tandan tua, urjunil qadim.
Sejauh pemahaman sy, bentuk muka bulan ini tdk disebabkan oleh mthr, terkait dg siklus semunya. posisi relatif bulan thdp mthr-bumi (manazil) yg menjadikan bentuk2 muka bulan tsb (ahillah).

Nah, kalau dikaitkan dg rotasi bumi yg membentuk gerak semu, baik mthr maupun bulan, memang jadi timbul fenomena kejar2an setiap harinya. pada separuh awal bulan mengejar mthr, pada paruh akhir mthr mengejar bulan.
Namun dmkn, perlu disadari bahwa Yasin 40 menyatakan "tidak mungkin bagi mthr mendapatkan/bertemu/mengejar bulan".
Walau kata an tudrika dipahami sbg mengejar, ketidaktepatan adl pd 2 hal yg kontradiksi.
Yasin 40 menyatakan tidak mungkin mthr mengejar bulan, sdkn pd fenomena tsb di paruh akhir siklus sinodik mthr seolah mengejar bulan.

Kalau fenomena tsb dipahami sbg mthr mengejar bulan, lantas berhasil terkejar stl konjungsi terjadi, jelas kontradiksi dg makna ayat bahwa "tidaklah mungkin bagi mthr mengejar bulan".
Inilah mengapa, sy lebih setuju dg pemahaman Pak Yusron bahwa "tidaklah mungkin bagi mthr bertemu bulan" atau dlm istilah sy "tidaklah mungkin mthr menabrak bulan". Setelah urjuunil qadim terlihat, selanjutnya terlihat seperti mthr & bulan bertemu (tabrakan), kalau dilihat dari bumi. Ya itu tdk mungkin, krn msg2 memiliki tempat peredarannya sendiri.

Itu soal mthr-bulan. kalau soal yasin 37 dan penggalan kedua yasin 40, yg mengungkap soal siang malam, perlu kita dalami lg. juga, ke mana arah yasin 37-40 ini, apakah benar membentuk pemahaman soal sistem waktu atau yg lain?
Ikuti saja pemahaman ayat2 tsb scr eksplisitnya.

Demikian pemahaman sy sampai saat ini. semoga terupdate/terkoreksi dlm diskusi para panelis tsb.


Salam
Pranoto







From: Tono Saksono <tsaksono@gmail.com>
To: Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com
Sent: Friday, 14 September 2012, 6:41
Subject: Re: Catatan MS Netters : [M_S] Validitas QS 36:39-40 sebagai dasar WH

 
Bung Pran, 

Saya agak kurang mengerti statemen antum yg ini:

Namun,...........kalau konteksnya adl membentuk sistem waktu, mana yg benar?
apakah durasi sehari semalam (yg membentuk konsep time - sehari 24 jam) dibentuk atas durasi rotasi bumi ataukah durasi siklus semu harian mthr?

Kalau yg saya maksud dg gerakan semu benda langit (Matahari, Bulan, bintang dan planet2 -jadi bukan cuma Matahari aja), itu ya justru karena efek rotasi Bumi yg 24 jam per hari itu. Karena rotasinya dari barat ke timur, maka ada efek pergerakan benda2 langit tsb seolah2 bergerak dari timur ke barat (atau Antum punya maksud dan penjelasan lain?)

Namun karena Bulan juga mengorbit (revolusi/mengelilingi) Bumi yang kecepatannya lebih rendah dari kecepatan rotasi Bumi, maka gerakan semu Bulan ini semakin terlambat, sehingga menimbulkan gambaran fase2 Bulan yang mengecil-membesar (lihat animasi yg pernah saya kirim di http://cis-saksono.blogspot.com/2011/11/moon-phase-simulation.html). Sedangkan Bumi yang mengorbit Matahari, sama sekali tidak mempengaruhi perubahan fase Bulan ini karena kemana-mana kan sinar Matahari sama moncernya. Selain itu, efek lainnya adalah tampak juga Matahari dan Bulan tampak saling kejar-2 an di langit sana (lihat box kanan bawah dalam animasi di atas). Inilah salah satu bukti bahwa peristiwa terbentuknya al'urjun dan kejar2 an ini hanya terjadi di domain Langit-1 spt definisi spatial system yg saya usulkan. Jadi Ya Sin 36-40 itu memang menjelaskan definisi awal bulan qomariyah, wujudul hilal. Enggak mungkin itu dapat dijelaskan sebagai fenomena astronomis di Langit-3, Langit-4 dan seterusnya seperti tafsirnya Pak Thomas. Kecuali bila Pak Thomas dapat memberikan animasi yang jelas pada kita atau perhitungan yang menjelaskan bagaimana pengaruh gugusan bintang terhadap terbentuknya al'urjun dan fenomena kejar2 annnya Matahari dan Bulan di sini. Naluri saya kok enggak mungkin bisa, karena pergerakan Matahari dalam galaxy (Langit-3) itu ya sebetulnya pergerakan seluruh Langit-2 (solar system) yang termasuk di dalamnya adalah sub-solar system (Langit-1). Tapi, coba kita lihat jawaban beliau.

Itulah sebabnya, Kalender Islam hanya menentukan satu siklus sinodik unt durasi satu bulan qomariyah. Jika sudah 12 kali, itulah satu tahun. Tidak seperti Kalender Syamsiyah yang dipatok justru durasi satu tahunnya. Jumlah hari dalam satu bulannya tidak ada pengaruhnya. Mau Januari itu 31 hari atau cuma 28 hari ya enggak masalah (karena tidak ada fenomena astronomis yang dapat digunakan unt mematok jumlah hari dalam satu bulan), asal satu tahunnya 365 hari (atau 366 hari pada tahun kabisat).

Nah, Kalender qomariyah itu jadi kehilangan maknanya, ketika kriteria imkan-rukyat yang digunakan karena ada bagian2 hari yang dipaksakan dimasukkan pada bulan berikutnya. Contohnya, pada 20 Juli 2012 lalu, otoritas politik di Indo ingin memaksakan agar hari itu dimasukkan sebagai 30 Sya'ban, padahal secara astronomis sudah masuk 1 Ramadan. Pemaksaan seperti ini akan menghilangkan jati diri Kalender Islam sebagai kalender qomariyah, karena definisi 1 bulannya jadi wobbly (bergoyang, enggak stabil, tak menentu). Untungnya, Rasul sudah memberikan pengaman berupa isti'mal agar umatnya yang belum pandai menghitung enggak sampai kebablasan. Kalau enggak, bisa2 satu tahun qomariyah juga menjadi 365 hari lagi karena ada 12 hari yang dipaksa2 kan. Persoalannya, apa kita ini memang bener belum pandai menghitung, kok kebanyakan isti'mal terus?

Wassalam,
Tono Saksono


__._,_.___
Recent Activity:
----------------------------------------------------------------------
"Muhammadiyah ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah
kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja. Jadilah guru kembali
pada Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembali kepada Muhammadiyah. Jadilah
Meester, insinyur dan lain-lain, dan kembalilah kepada Muhammadiyah"
(K.H. Ahmad Dahlan).

----------------------------------------------------------------------
Salurkan ZAKAT, INFAQ dan SHODAQOH anda melalui LAZIS
MUHAMMADIYAH

No. Rekening atas nama LAZIS Muhammadiyah
1. Bank BCA Central Cikini
    (zakat) 8780040077 - (infaq) 8780040051
2. BNI Syariah Cab. Jakarta Selatan
    (zakat) 00.91539400 -   (infaq) 00.91539411
3. Bank Syariah Mandiri (BSM) Cab. Thamrin
    ( Zakat) 009.0033333 -  (Infaq) 009.00666666
4. Bank Niaga Syariah
    (zakat) 520.01.00186.00.0 - (infaq) 520.01.00187.00.6
5. Bank Muamalat Indonesia Arthaloka
    (Zakat) 301.0054715
6. Bank Persyarikatan Pusat
   (zakat) 3001111110 -  (infaq) 3001112210
7. Bank Syariah Platinum Thamrin
    (zakat) 2.700.002888 -  (infaq) 2.700.002929
8. BRI cab. Cut Meutia
    (zakat) 0230-01.001403.30-9 -    (infaq) 0230-01.001404.30-5

Bantuan Kemanusiaan dan Bencana:
BNI Syariah no.rekening: 00.91539444

DONASI MELALUI SMS
a. Jadikan jum'at sebagai momentum kepedulian,
salurkan donasi anda, ketik: LM(spasi)JUMATPEDULI kirim ke 7505

b. Bantuan kemanusiaan  ketik: LM(spasi)ACK kirim ke 7505

Nilai donasi Rp. 5000, semua operator,belum termasuk PPN

email: lazis@muhammadiyah.or.id
website : www.lazismu.org
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar