Kamis, 24 November 2011

[kmnu2000] Banser ANSOR Surabaya : Walikota Surabaya Layak Dipidanakan terkait Pembelian 59 Mobil Senilai Rp 9 M

 

Banser ANSOR Surabaya : Walikota Surabaya Layak Dipidanakan terkait  Pembelian 59 Mobil Senilai Rp 9 M

SURABAYA – Pengadaan 59 unit mobil jenis Isuzu Panther dan mobil Pajero Sport oleh Bagian Perlengkapan Pemkot Surabaya senilai Rp 9 miliar, bakal berujung ke masalah hukum. Proses pengadaannya dinilai menabrak aturan yang ada. Walikota Tri Rismaharini dan Kabag Perlengkapan Noer Oemariati pun bisa dipidanakan.

Tak heran jika pengadaan puluhan mobil yang dipinjampakaikan ke Polrestabes dan seluruh Camat di lingkungan Pemkot Surabaya itu bukan saja menjadi perhatian sekaligus memantik reaksi kalangan DPRD. Beberapa elemen masyarakat tak ketinggalan menyoroti dan terus memantau perkembangan masalah yang kini membuat geger Kota Pahlawan.

Sekretaris Satkorcab Banser Surabaya Hasyim Asy'ari mengatakan aparat hukum skala Surabaya maupun Jawa Timur diminta segera menindaklanjuti masalah ini. "Tengara pelanggaran hukum sudah di depan mata. Mobil dibeli dulu dan anggaran baru diajukan melalui PAK (Perubahan Anggaran Keuangan) APBD 2011. Apa itu dibenarkan?," ungkap Hasyim Asy'ari saat dihubungi Surabaya Pagi, Kamis (24/11).

Indikasi kuat lain pengadaan tak sesuai prosedur berupa keberadaan surat Walikota Tri Rismaharini, tertanggal 22 November, yang ditujukan kepada Ketua DPRD Surabaya Wishnu Wardhana. Perihal dua surat yang juga diterima 22 November itu tentang permohonan dukungan anggaran operasional untuk Polrestabes dan Muspida.

"Ini kan aneh, mobil dibeli dulu tapi anggaran baru diajukan, dan bahkan pihak pemkot sampai minta dukungan dari dewan karena khawatir pengajuan anggaran tidak disetujui," ujar alumni IAIN Sunan Ampel Surabaya ini.

Menurut Hasyim, yang harus menjadi fokus perhatian adalah dari mana dan dengan anggaran apa Bagian Perlengkapan membeli puluhan mobil tersebut. Anggaran apa yang dijadikan sebagai dana talangan pengadaan. "Memang pemberian pinjam pakai kendaraan ke instansi samping itu perlu untuk mendukung pengamanan kota demi keberhasilan pemerintahan di Surabaya. Tapi kalau itu ada tujuan yang lain dan diberikan pada saat yang kurang tepat, maka sebaiknya Pemkot memberi penjelasan ke masyarakat," harap dia.

Seperti diberitakan, Bagian Perlengkapan melalui PAK 2011 menganggarkan pengadaan mobil, alat berat dan alat kantor. Jumlahnya terbilang aneh. Dari semula Rp27 miliar, tiba-tiba meningkat menjadi Rp36 miliar. Selisih anggaran Rp9 miliar itu akhirnya dipermasalahkan oleh dewan, karena diduga untuk membeli mobil operasional untuk Muspida Surabaya sebanyak 33 unit. Rinciannya, 28 unit mobil jenis Isuzu Panther diserahkan kepada Polrestabes Surabaya untuk kendaraan operasional di tingkat Polsek. Sedangkan lima unit kendaraan jenis Pajero untuk operasional pimpinan institusi samping yang termasuk dalam forum Muspida. Seluruh mobil itu diserahkan kepada institusi samping dengan status pinjam pakai.

"Jangan sampai aparat hukum tidak memproses masalah ini lantaran sudah menerima kendaraan, kendati hanya dipinjampakaikan," pinta Hasyim.

Ketua DPRD Wisnu Wardhana menegaskan yang dipersolkan dewan adalah mekanisme pembelian kendaraan tersebut. Sebab di dalam APBD 2011 yang telah disahkan tidak pernah dicantumkan, namun pemkot tetap saja membeli. "Dewan tidak menyetujui karena jika kita oke maka kita harus mempertanggungjawabkan konsekuensinya," kata Wisnu.

Dengan tanpa ada persetujuan dewan, Wisnu menyatakan segala perbuatan yang telah diambil Pemkot tentunya akan menimbulkan konsekuensi. Ia mencontohkan dalam dokumen disebutkan belanja station wagon 1500 cc tetapi kenyataannya kendaraan yang dibeli 2500 cc. Perubahan itu, kata Wisnu, tentu juga mempengaruhi harga.

"Melanggar aturan itu ada konskekuensinya. Jangan sampai karena kelalaian harus menanggung konsekuensi. Jadi jangan nabrak aturan. Mereka (pejabat Pemkot) mestinya kan sudah pengalaman," cetus Wisnu.

Penunjukan Langsung

Sementara itu, Masyarakat Pemantau Pelaksanaan Program dan Kebijaksanaan Pemerintah ( MP3KP ) Eusbius Purwadi menuding bahwa pengadaan barang berupa mobil jenis JEEP 2000 cc oleh Bagian Perlengkapan kota Surabaya terindikasi kuat melanggar UU Perbendaharaan no 1 Tahun 2004 dan Keuangan Negara no 17 Tahun 2003. Bahkan, pengadaan itu mengarah ke penyimpangan yang menimbulkan potensi kerugian negara.

Ia menjelaskan proyek pengadaan barang mobil jenis JEEP 2000 CC menggunakan sistem penunjukan langsung (PL) dengan pelaksana PT Mayangsari Berlian Motor (MBM) beralamat di Jl Gajah Mada no 224 A Jember. Anehnya, hasil penelusuran di lapangan, alamat yang dimaksud sebagai tempat PT Mayangsari Berlian Motor di kota Jember bukan dealer mobil. Tetapi, tempat bengkel mobil jenis Mitsubisi.

Jika mengacu Perpres 54 tahun 2010 pasal 13, maka Pemkot Surabaya telah menabrak aturan itu. Sebab, di dalamnya jelas tertulis bahwa pejabat pembuat komitmen dilarang mengadakankan ikatan perjanjian atau menanda tangani kontrak dengan penyedia barang dan jasa, apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai dari APBN atau APBD.

"Pemkot Surabaya tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang menyangkut keuangan negara, terkait kasus pemebelian Jeep oleh bagian perlengkapan ini," jelas Purwadi.

Dari kasus ini, selain Noer Oemiyati selaku Kabag Perlengkapan kota Surabaya, sejumlah nama lain yang terlibat proses penunjukan langsung pengadaan mobil jenis Jeep adalah Denny Irfandi, Robben Rico, Syamsul Hadi, Moh Reifkie Arijanto, dan Krisna Dwi Hariyadi. Mereka turut bertanda tangan dalam surat keputusannya.

Sementara itu, Kabag Perlengkapan Noer Oemariati ketika dihubungi melalui telepon selulernya terdengar nada sambung namun tidak diangkat. Ketika dikonfirmasi via SMS, hingga tadi malam tak ada jawaban. Isi SMS, "Bu saya dari Surabaya Pagi mau konfirmasi perihal pengadaan mobil jenis panther dan pajero sport." Padahal, SMS tersebut dengan laporan terkirim.

Berdasarkan pantauan Surabaya Pagi, mobil jenis Isuzu Panther warna hitam yang dipakai oleh semua camat terlihat memadati gedung DPRD, Rabu (23/11) lalu, ketika ada acara sosialisasi 3 Perda yang dilakukan Badan Legislasi DPRD Surabaya. n ton

http://www.surabayapagi.com/index.php?3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812982962537b99a2a04f4a08186474dcf006b260

Walikota Surabaya Harus Bertanggung Jawab, Soal Mark-Up Anggaran Mobil yang Mestinya Rp 27 M Diajukan Rp 36 M

Kamis, 24 November 2011

SURABAYA-
Kebijakan Walikota Surabya Tri Rismaharini kembali menuai kontroversi.
Pengadaan mobil yang anggarannya tiba-tiba membengkak dari Rp 27 miliar
menjadi Rp 36 miliar, dinilai sarat penyelewengan. Bahkan, diindikasi
adanya tindak pidana korupsi. Pasalnya, selain adanya perubahan
peruntukan, pengadaan mobil yang diajukan melalui Perubahan Anggaran
Keuangan (PAK) 2011 tidak melalui prosedur yang semestinya. Belum
disetujui oleh DPRD Surabaya, tapi Pemkot sudah membeli mobil-mobil
tersebut.

"Kami sudah 2,5 tahun duduk di dewan. Jadi tidak bisa
dibodohi lagi dengan cara-cara Pemkot yang menyusupkan anggaran," ungkap
anggota Komisi
C DPRD Surabaya Agus Santoso dikonfirmasi, Rabu (23/11). "Ini awal
penyelewengan," tandas politisi Partai Demokrat itu.

Agus
menjelaskan penyusupan anggaran oleh Bagian Perlengkapan melalui PAK
2011. Di dalam penganggaran mobil, alat berat dan alat kantor meningkat
dari Rp27 miliar menjadi Rp36 miliar. Selisih anggaran Rp9 miliar itu
akhirnya dipermasalahkan oleh dewan, karena diduga digunakan Pemkot
untuk membeli mobil operasional untuk Muspida Surabaya sebanyak 33 unit.
Rinciannya, 28 unit mobil jenis Isuzu Panther diserahkan kepada
Polrestabes Surabaya untuk kendaraan operasional di tingkat Polsek.
Sedangkan lima unit kendaraan jenis Pajero untuk operasional pimpinan institusi samping
yang termasuk dalam forum Muspida. Seluruh mobil itu diserahkan kepada
institusi samping dengan status pinjam pakai.

"Tapi anehnya
melalui usulan sarana prasarana 2012, Bagian Perlengkapan kembali
mengajukan lima unit Pajero. Ini apa-apaan? Kami
tidak bisa dibodohi lagi. Ini yang membuat Pak WW (Ketua DPRD Wishnu
Wardhana) akhirnya memutuskan mencoret anggaran Rp9 miliar itu karena
dinilai tidak jelas," ungkap Agus.

Hal sama diungkapkan anggota
Badan Anggaran (Banggar) Syaifudin Zuhri. Ia mengungkapkan kesepakatan
sebelumnya antara Pemkot dengan Banggar disebutkan tambahan anggaran
APBD 2011 melalui PAK adalah Rp27 miliar. Namun, lanjut Syaifudin, dalam
naskah PAK yang akan ditetapkan Selasa lalu, Pemkot menuliskan Rp36
miliar, selisih Rp9 miliar dari kesepakatan semula. Atas hal ini, lanjut
ketua Fraksi PDIP ini, Banggar memanggil jajaran Pemkot untuk rapat
banggar sebelum rapat paripurna.

"Dalam rapat tersebut Pemkot
tetap bersikukuh Rp36 miliar, namun tidak bisa menjelaskan penggunaanya.
Pihak legislatif sendiri tetap pada keputusan awal pada angka Rp27
miliar mengingat tidak ada waktu lagi untuk melakukan pembahsan ulang,"
papar Syaifudin.

Karena tidak ada
kesepakatan, tambahnya, Pemkot akhirnya melakukan walk out dari rapat
dengan alasan untuk berkoordinasi. Akibat tidak adanya penjelasan dari
Pemkot mengenai tambahan anggaran Rp 9 miliar, banyak yang
menghubungkannya dengan masalah pembelian kendaraan operasional angkutan
darat yang dinilai legislatif melanggar aturan.

Kasus pembelian
kendaraan ini, lanjut Syaifudin, memang mencuat bersamaan dengan
kengototan Pemkot untuk menambah anggaran PAK 2011. Jika dihitung
menjadi Rp36 miliar. 'Memang kalau dihitung Pemkot telah melakukang
pembelian kendaraan baru dengan nilai hampir Rp9 miliar," tambahnya.

Memang Pemkot sebelumnya diketahui telah melakukan pembelian kendaraan operasional
yang tidak sesuai Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) 2011 dan tanpa melalui PAK. Tercatat ada tiga item rencana pembelian kendaraan operasional
yang dipertanyakan Banggar, yaitu 28 unit kendaraan kelas Panther yang sudah dipergunakan untuk pinjam sewa dengan Polrestabes
Surabaya, 31 kendaraan jenis panther yang digunakan camat dan 5 unit
kendaraan kelas Jeep Pajero.

Tiga item pembelian kendaraan
operasional itu disebut menyalahi rencana kegiatan Anggaran 2011,
bahkan ada yang sebelumnya tidak dianggarkan sama sekali namun diajukan
dalam PAK 2011. Dalam RKA 2011 dianggarkan pembelian pengadaan Alat
Angkutan Darat yang terdiri dari 4 unit Jeep 2000cc senilai Rp1,359
miliar, 31 unit station wagon 1500cc senilai Rp5,413 miliar.

Namun
dalam laporan pembelian muncul pembelian yang berbeda dari RKA 2011,
yaitu pembelian Jeep 2000cc sebanyak lima unit senilai 1,699 miliar,
station wagon 2500cc sebanyak 31 unit seharga Rp6,820 miliar, dan
pembelian 28 station wagon 2500cc rotary seharga Rp6,314 miliar. Dalam
laporan kepada Banggar kemarin Pemkot menyebut 31 unit station wagon
2500 cc dipergunakan untuk kendaraan operasional camat,
sedangkan lima Jeep 2000cc untuk operasional Pemkot.

Sementara
penggunaan 28 unit station wagon 2500cc tidak dijelaskan, namun sebagian
legislaatif menyebut kendaraan ini untuk dipinjampakaikan pada
Polrestabes Surabaya sejak empat bulan lalu.

Diindikasi Korupsi

Dugaan
korupsi menyeruak dalam pengadaan mobil operasional buat camat, Polsek
dan unsur Muspida. Pasalnya pembelian tersebut mengalami cacat prosedur
karena tanpa persetujuan DPRD Surabaya. Pengamat hukum Unair I Wayan
Titib mengatakan, setiap penggunaan anggaran harus mendapatkan
persetujuan dari DPRD. Sebab, UU Pemerintah Daerah mengharuskan hal
tersebut. "Kalau tidak ada persetujuan DPRD ya cacat prosedur, patut
diduga ada unsur korupsi di situ," ungkap Wayan dihubungi secara
terpisah.

Wayan menjelaskan dalam nomenklatur anggaran sudah
tertuang jelas jenis mobilnya, lalu kemudian diubah di tengah
jalan tanpa persetujuan DPRD. Maka sudah kelihatan jelas unsur
perubahan peruntukan. Lantaran uang tersebut bersumber dari APBD, maka
patut diduga ada kerugian Negara. "Kan beda harga antara yang 1500 CC dengan yang 2500 CC, sementara
nomenklatur anggarannya berbunyi 1500 CC. Jangan-jangan ada konspirasi
antara pihak Pemkot selaku kuasa pengguna anggaran dengan pengusaha yang memenangkan tender tersebut," terang Wayan.

Masih menurut Wayan, tindak pidana korupsi terbesar se Indonesia memang terjadi di sektor pengadaan barang dan jasa. Oleh karena itu
lembaga penegak hukum harus melakukan pengawasan ekstra keras terhadap
hal ini. "Masyarakat juga harus melakukan pemantauan," paparnya.

Ketika
disinggung siapa pihak yang paling bertanggung jawab, Wayan mengatakan,
semua tanggungjawab pengadaan ada pada kepala biro perlengkapan Pemkot
Surabaya,. Sebab anak buah hanya menjalankan perintah atasan saja.
"Sistem birokrasi kita hanya
menjalankan perintah atasan saja, jadi yang bertanggungjawab ya pejabat
yang paling tinggi di SKPD tersebut, " terangnya. Namun, lantaran hal
tersebut diketahui Walikota, maka Risma juga harus bertanggung jawab.

Oleh sebab itu, lanjut Wayan, dirinya meminta kepada Kejati dan Polda Jatim untuk turun melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. "Kalau diam saja ya patut diduga ada apa-apa," pungkasnya. n ton

http://www.surabayapagi.com/index.php?3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812982962ba5356a3581751d821ca221f5246e680

Pinjam Pakai Mobil dengan Polrestabes Surabaya, Pemkot Surabaya Tabrak Aturan Berlapis

Surabaya, (BM) – Berdalih membantu kepolisian untuk operasinal
pengamanan kota sebagai kebuthan yang diprioritaskan, Pemerintah Kota
Surabaya rela melanggar sejumlah aturan, di antaranya Permendagri 17
tahun 2007 dan PP 68 Tahun 2008. Namun Pemkot kekeuh bahwa kebijakan
pinjam pakai 28 unit mobil Station Wagon Isuzu Panther dari kepada
Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) dan Polres Tanjung Surabaya
tak melanggar hukum.

Satu regulasi –di antara beberapa aturan
lain- yang nampak terang telah dilanggar pihak pemkot dalam kerjasama
ini adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Regulasi ini merupakan
turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Pemkot telah mengabaikan
regulasi yang tertuang dalam Pasal 35 butir 3 (Bagian Empat)
Permendagri. Pasal tersebut berbunyi, pinjam pakai boleh dilakukan
selama tidak mengganggu kelancaran tugas pokok instansi atau Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pada butir pertama (1) secara tegas
Permendagri malah mensyaratkan bahwa barang milik daerah yang akan
dipinjam pakaikan ke instansi lain (Polrestabes) tersebut sementara
waktu belum dimanfaatkan oleh SKPD (1).

Namun transaksi
kerjasama Pemkot yang meminjam pakaikan 28 mobil panther itu kepada
polrestabes dan polres KP3 telah mengesampingkan kebutuhan operasional
kinerja instansinya sendiri. Sebab, sebelum kerjasama itu dilakukan,
salah satu instansi di jajaran pemkot, Dinas PU Bina Marga dan
Pematusan kekurangan mobil dinas untuk operasional kerja kepala bidang
dan seksi. Bahkan, dinas yang dipimpin Erna Purnawati itu harus rela
menyewa mobil rental dengan harga Rp 4,5 juta untuk satu unitnya.

"Kami terpaksa rental. Bagaimana mereka bisa bekerja dengan baik kalau tidak ada mobil operasional," ujar Erna, Selasa (12/07).

Ironisnya lagi, saat itu Erna menyatakan jajarannya tidak mendapat
jatah mobdin kala Bagian Perlengakapn Pemkot mengadakan lelang mobil
pada 25 Januari 2010 lalu. Begitu pula keinginan untuk membeli sendiri
juga tidak bisa dilakukan karena Erna mengakui tidak ada anggaran untuk
itu. "Kalau tidak ada anggarannya, bagaimana kita bisa memberikan
mobil dinas," sambungnya.

Tak hanya dua regulasi itu, pakar
hukum tata negara Universitas Surabaya (Ubaya) Eko Sugitariu menambah
lagi singgungan kasus kerjasama ilegal ini dengan UU Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara. Kendati secara rinci, Guru Besar Hukum
Ubaya itu tidak menjelaskan pasal mana yang diduga telah dilanggar
pemkot. "Yang jelas ada disinggung di situ tentang anggaran dan aset
Negara atau daerah. Kasus ini berpotensi melanggar salah satu pasal di
dalamnya," terang Eko yakin.

Pendapat lebih tegas dilontarkan
pakar hukum pidana Universitas Airlangga I Wayan Titip. Dia yakin jika
pinjam pakai mobil Pemkot kepada dua institusi kepolisian itu sudah
tergoong tindak gratifikasi. Menurut Wayan, pasal gratifikasi ini bisa
dikenakan kepada pemkot jika tidak membatalkan perjanjian pinjam pakai
itu.

"Perjanjian ini harus dibatalkan. Karena awalnya
melanggar Permendagri. Namun jika sudah masuk proses hukum, sangkaan
gratifikasi bisa juga dikenakan dalam kasus ini," tukas Wayan.

Secara rinci, Wayan menyebut sangkaan gratifikasi itu bisa mengacu pada
UU Tipikor No 20 Tahun 2001, pasal 5,6,12 huruf b dengan ancaman
minimal 4 tahun maksimal 20 tahun.

Apalagi, kata Wayan, proses
kerjasama ini diduga kuat tanpa sepengetahuan DPRD Surabaya. Padahal
apapun kebijakan kerjasama menyangkut aset Negara/daerah harus ata
spersetujuan dewan.

Benar saja, Komisi A DPRD Surabaya yang
membidangi maslaah hukum serentak mengaku tak tahu ketika dikonfirmasi
terkait hal ini. Ketua Komisi A Armudji malah melemparkan pertanyaan
ini ke anggotanya (komisi A). "Saya gak tahu masalah itu mas, coba
tanya saja pada pak Hafid (Hafid Su'aidi) dan bu lut, (Luthfiyah),"
kilah Armudji menghindari pertanyaan wartawan Koran ini.

Karena bertumpuknya dugaan aturan yang dilanggar, kasus ini langsung
mendapat perhatian khusus dari Kejaksaan Tinggi Jati. Seorang petinggi
Kejati yang menolak disebut namanya itu menyatakan potensi pelanggaran
dalam kerjasama ini sangat terbuka. Sebab, menurtnya, perjanjian itu
cenderung dipaksakan hanya dengan dalih yang lazim, yakni menunjang
keamanan kota.

Padahal bagaimanapun, keamanan suatu daerah
sudah menjadi tanggung jawab aparat kepolisian setempat, tak
terkecuali di Surabaya. Tanpa bantuan pinjam pakai mobil dari pemkot
yang mengabaikan kebutuhan internal instansi sendiri, lanjut sumber
ini, kepolisian tetap bertanggung jawab penuh atas keamanan kota.

Karena itu, salah seorang petinggi Kejati ini masih menyelidiki lebih
jauh potensi pelanggaran yang dilakukan kedua pihak dalam kerjasama ini.
"Indikasi pelanggaran-pelanggaran yang sudah ada akan kami selidiki
lebih dalam lagi," ungkapnya.

Di bagian lain, Kabag Humas Nanis
Chairani sendiri tak berani menjelaskan panjang lebar. Terkait dugaan
melanggar aturan tersebut, mantan Camat Krembangan itu menyatakan
bahwa kebijakan tersebut sudah dipertimbangkan matang, termasuk soal
dasar hukumnya.

Lebih jelasnya, lagi-lagi Nanis tak berani
menjawab. "Lebih jelas soal hukum, langsung tanyakan ke Bu Walikota
(Tri Rismaharini) dan bagian perlengkapan yang lebih memahami
prosesnya," ungkapnya.

Sayangnya, hingga berita ini diturunkan,
Walikota Tri Rismaharini maupun Kabag Perlengkapan Noer Oemarajati
belum bisa memberikan penjelasan terkait persoalan ini.

Meski
sebelumnya, Oemarajati pernah mengatakan, penyerahan 28 Unit Kendaraan
operasional Pemkot kepada Polrestabes Surabaya dan Polres Pelabuhan
Tanjung Perak dalam rangka pinjam pakai selama dua tahun. Saat itu,
pihaknya juga mengakui bahwa peminjaman kendaraan itu masih bisa
diperpanjang. Menurut Oemarajati, pinjam pakai tersebut adalah bagian
dari upaya pemkot meningkatkan pengamanan kota. (bmb/aji/arw/hab)

http://kabarmetro.com/read/100/21/09...-berlapis.html

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
______________________________________________________________________
http://www.numesir.org untuk informasi tentang Cabang Istimewa NU Mesir dan KMNU2000, atau info-info seputar Cairo dan Timur Tengah.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kami berharap Anda selalu bersama kami, tapi jika karena suatu hal Anda harus meninggalkan forum ini silakan kirim email ke:
kmnu2000-unsubscribe@yahoogroups.com
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar