Minggu, 05 Agustus 2012

[buruh-migran] Salamuddin Daeng : Pemerintah Bohong Soal RPP Tembakau, Mereka Tunduk Pada FCTC Bukan Pada Rakyat

 

Salamuddin Daeng : Pemerintah Bohong Soal RPP Tembakau, Mereka Tunduk Pada FCTC Bukan Pada Rakyat

Jumat, 13 Juli 2012 - 19:20 · Topik: rpp-tembakau
Salamuddin Daeng (Foto: Aini/Seruu.Com)

Jakarta,Seruu.com - Polemik mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai pengamanan zat adiktif pada tembakau memicu perdebatan yang belakangan justru seolah-olah menjadi perdebatan antara perokok dan non perokok. Dalam kerangka itu pula kemudian Kementrian Kesehatan dengan tegas mengambil garis bahwa RPP Tembakau dipastikan tidak akan merugikan petani dan hanya bicara mengenai sisi kesehatan ansich, pernyataan yang kemudian justru menimbulkan kecurigaan lain dari kalangan pengamat dan masyarakat mengenai keberpihakan pemerintah yang sesungguhnya.


Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat ekonomi dan sosial, Salamuddin Daeng dari Insitute Global Justice (IGJ)kepada seruu.com dalam pesan tertulisnya Jumat (13/72012).


Menurut Salamuddin, jelas sekali pernyataan pemerintah melalui Kementrian Kesehatan telah mengaburkan fakta yang nyata mengenai kepentingan pihak-pihak asing melalui Framework Convention on Tobaco Control (FCTC) yang justru intinya adalah untuk mengendalikan produksi tembakau dan hasil turunannya di seluruh dunia.


"Jadi pada dasarnya aturan di kita dalam hal ini RPP Tembakau mengacu pada aturan itu. Jadi mana mungkin kalau kemudian pemerintah mengklaim ini pasti beda, lha wong rujukannya sama," tandasnya.


Ia mengemukakan sejumlah kasus dimana dalam beberapa waktu terakhir desakan internasional agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC semakin kuat. Bahkan agenda ini telah disusupi sebagai salah satu agenda yang dibahas dalam tingkat organisasi ASEAN.


"Framework Convention on Tobako Control atau disingkat FCTC merupakan kerangka kerja pembatasan tembakau dan rokok yang merupakan konvensi dibawa rezim kesehatan World Health Organization (WHO). Regulasi internasional ini merupakan peraturan untuk membatasi produksi, perdagangan dan konsumsi tembakau," paparnya.


Menurutnya instrumen utama yang digunakan dalam FCTC sangat beragam, mulai dari pengalihan tanaman, cukai tinggi, pengurangan kandungan tar, pelarangan iklan, dan perlindungan merek dagang. Pada intinya FCTC hendak mengurangi pasokan tembakau yang dipelukan bagi produksi rokok, mengurangi kemampuan produksi  industri rokok dan menekan konsumsi tembakau.


"Dalam rezim perdagangan internasional FCTC merupakan internationally legaly binding instrument, yang bersifat mengikat secara hukum bagi negara-negara yang telah meratifikasinya," tandasnya.


Salamuddin menegaskan bahwa Indonesia dalam hal ini memang salah satu negara  yang belum melakukan ratifikasi FCTC.
 

"Di dunia terdapat 31 negara yang belum meratifikasi konvensi ini, termasuk Argentina, Cuba dan juga Amerika Serikat (AS). Proses ratifikasi di Indonesia harus berdasarkan persetujuan parlemen. Aturan internasional yang diratifikasi memiliki kedudukan yang sama dengan Undang-undang," terangnya.


Hal ini lah menurut Salamuddin yang menyebabkan gerakan internasional dalam rangka menekan pemerintah Indonesia semakin kencang, baik yang didalangi oleh WHO maupun yang dibiayai langsung oleh perusahaan-perusahaan farmasi internasional. Kedua aktor utama internasional tersebut diatas adalah yang paling agresif berusaha menjadikan FCTC sebagai hukum positif nasional.


"Akibat tekanan internasional tersebut yang disertai dengan dukungan keuangan dalam jumlah besar menjadi penyebab pemerintah mengeluarkan UU kesehatan yang menempatkan nicotin tembakau sebagai zat adiktif," tuding Salamuddin.


Lebih jauh, ia menerangkan bahwa selain regulasi tersebut diatas ternyata  pemerintah juga telah mengusulkan UU pebatasan rokok dan tembakau untuk kepentingan kesehatan yang saat ini tengah dibahas di DPR. Tidak hanya itu rancangan regulasi untuk pengesahan FCTC di Indonesia ternyata juga sudah dibuat secara detail oleh Depkes seperti yang mereka umumkan di laman resmi Departemen Kesehatan.


"Jika publik membaca seluruh isi dari RUU ini tampaknya merupakan adopsi secara menyeluruh FCTC," tandas Salamuddin.


Bahkan ia memaparkan bahwa tidak hanya melalui pemerintah pusat, rezim internasional menyusup langsung ke pemerintah daerah, membiayai pembuatan peraturan daerah (perda) untuk menekan produksi dan konsumsi rokok . "Berbagai kota di Indonesia saat ini telah mengeluarkan perda yang merestriksi perdagangan tembakau dan rokok dengan mengacu pada FCTC. Salah satu sumber dananya ya melalui Bloomberg Initiative Program itu yang datanya sudah dirilis seruu.com kan," papar Salamuddin. [baca : Nih Daftar Lengkap Penerima 6,4 Juta USD Dana Amerika Untuk Perangi Tembakau di Indonesia ] [simon salakory/ms]

http://www.seruu.com/investigasi/kebijakan-publik/artikel/salamuddin-daeng-pemerintah-bohong-soal-rpp-tembakau-mereka-tunduk-pada-fctc-bukan-pada-rakyat


RPP tembakau ternyata 'mendua'

Iman Rosidi - Sindo Radio

Kamis,  2 Agustus 2012  −  20:55 WIB
Ilustrasi (dok.istimewa)
Ilustrasi (dok.istimewa)

Sindonews.com - Melihat ada yang tidak beres, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Siti Fadillah Supari mendukung Rancangan Peraturan Presiden (RPP) Tembakau dibatalkan demi kedaulatan serta kepentingan petani tembakau. 

Mantan Menteri Kesehatan RI ini menilai, isi RPP Tembakau bukan semata isu kesehatan, melainkan aturan tata niaga tembakau. "Untuk itu sebaiknya RPP Tembakau tidak buru-buru disahkan presiden," katanya, Jakarta, Rabu (2/8/2012).

Sedangkan Anggota Wantimpres Emil Salim mengakui belum memahami sepenuhnya isi RPP Tembakau, baik dari segi yuridis maupun dampak yang akan ditimbulkan. "Saya akan mempelajari dulu isi RPP ini baru kemudian kita akan kembali menggelar pertemuan", ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur Agus Dono Wibawanto  menegaskan, penolakan Jawa Timur terhadap RPP Tembakau karena DPRD dan Pemprov sudah sepakat untuk membuat peraturan yang lebih memberi perlindungan kepada petani tembakau.

Sedangkan Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK) menyesalkan sikap Presiden SBY yang lebih memilih tunduk pada kepentingan asing di balik RPP Tembakau. 

"RPP Tembakau itu tidak sekedar memberikan tujuan mulia terkait masalah kesehatan. Tapi ada ancaman lebih besar pada aspek kedaulatan industri nasional," kata Ketua Gabungan Pengusaha Rokok Jawa Timur Sulami Bahar. 

Sebagaimana diketahui, industri kretek nasional adalah satu-satunya industri asli Indonesia yang masih bertahan dari gempuran impor asing.

Jika RPP Tembakau disahkan, itu sama saja melapangkan jalan bagi masuk dan berkuasanya industri rokok asing (rokok putih) dan menggeser kedaulatan industri kretek sebagai warisan budaya. (ysw)


http://nasional.sindonews.com/read/2012/08/02/12/662568/rpp-tembakau-ternyata-mendua


__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar