Senin, 14 November 2011

[Media_Nusantara] Akal Sehat Publik Mengawal Kasus Century

 

Akal Sehat Publik Mengawal Kasus Century 

Bambang Soesatyo
Anggota Timwas DPR/Inisiator Hak Angket Kasus Century
bambangsoesatyo@yahoo.com

KALAU di negara ini tidak ada lagi yang peduli dengan proses hukum kasus Bank Century, sebagian rakyat Indonesia layak disebut tidak waras. Sebaliknya, karena tak mau lagi dibohongi, rakyat tidak akan pernah berhenti menggunjingkan ketidakmampuan penegak hukum menuntaskan kasus Bank Century.   
 
Prinsip tak mau dibohong itu menunjukan kecenderungan tingginya efektivitas akal sehat publik Indonesia. Produk dari kecenderungan itu boleh jadi tergambar pada tingginya intensitas protes terhadap ketidakadilan dan ketidakmampuan penyelenggara pemerintahan mengelola berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
 
Kita tidak bisa menilai buruh tidak waras hanya karena mereka berunjukrasa menuntut kenaikan gaji. Kalau warga di perbatasan 'berselingkuh' dengan negara tetangga karena diabaikan oleh pemerinthanya sendiri, tidak berarti warga perbatasan tidak waras. Dengan begitu, publik yang terus menggunjingkan kasus Bank Century pun tak sepatutnya dinilai tidak waras. Semuanya adalah kerja akal sehat, naluriah dan tak bisa dibendung dengan apa pun, termasuk pencitraan. Pergunjingan yang tak berkesudahan itu merupakan cara publik mengritisi buruknya kinerja aparat penegak hukum yang berada dalam kendali presiden.
 
Selama proses hukumnya tidak dituntaskan sebagaimana mestinya, akal sehat publik kita akan selalu mempertanyakan seperti apa akhir dari penanganan kasus Bank Century. Masalahnya, proses hukum kasus ini sudah menjadi kehendak politik rakyat,  karena ditetapkan dalam sidang paripurna DPR.  Sebelum sampai ke sidang paripurna DPR, Panitia Khusus DPR telah menggelar serangkaian sidang, memanggil banyak orang dan melakukan pemeriksaan di lapangan untuk mengumpulkan data dan fakta. Keputusan Paripurna DPR itu tentu saja mengacu pada data dan fakta yang terkumpulkan,
 
Namun, semua upaya DPR itu terkesan mentah atau dimentahkan, ketika kasusnya dilimpahkan ke penegak hukum. Jalan berliku yang telah ditempuh DPR untuk mendorong terwujudnya proses hukum kasus ini tak juga membuahkan hasil. Saat ini, DPR berharap hasil audit forensik oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat menjadi faktor baru yang bisa menambah daya dorong bagi terlaksananya proses hukum kasus ini.
 
Kedatangan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani baru-baru ini otomatis menjadi faktor yang menyegarkan ingatan publik pada kasus Bank Century. Sri Mulyani sudah menjadi news maker  sejak perannya dalam pencairan dana talangan untuk Bank  Century terungkap dan pengunduran dirinya dari jabatan Menkeu. Aspirasi para pendiri Partai Serikat Rakyat Independen (SRI) mengenai masa depan politiknya ikut menambah minat sebagian publik menyimak langkah-langkah Sri Mulyani.  Maka, walaupun dia datang untuk keperluan lain, publik tetap melihatnya sebagai salah satu faktor utama kasus Bank Century.
 
Tak perlu ditutup-tutupi bahwa kasus Bank Century menyebabkan pemerintah dan sebagian besar rakyat berbeda sikap. Sikap pemerintah tercermin dari perilaku penegak hukum yang lamban dan cenderung enggan menggarap kasus ini. Sebaliknya, sebagian besar rakyat menghendaki agar penegak hukum memrioritaskan kasus ini dan segera menuntaskannya. Kehendak sebagian besar rakyat ini menyebabkan pemerintah menjadi pihak yang sangat sensitif.
 
Risiko Kelambanan
 
Sensitivitas pemerintah itu setidaknya tercermin dari cara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyikapi dugaan kalangan tertentu terhadap pertemuannya dengan Sri Mulyani di Kantor Presiden, Selasa (8/11). Karena ada pihak yang menduga pertemuan itu sebagai bagian dari konspirasi membicarakan kasus Bank Century, Presiden menilai pihak yang memunculkan dugaan itu tidak waras.
 
Munculnya dugaan itu harus dilihat sebagai risiko atau konsekuensi logis dari kegagalan dan kelambanan penegak hukum menangani kasus Bank Century. Dan, presiden tidak bisa melimpahkan kelambanan itu ke pundak para penegak hukum.
 
Reaksi presiden terhadap dugaan konspirasi itu pun berlebihan. Soal sepele yang tak layak dikomentari oleh seorang presiden. Sebab, gambar-gambar  pertemuannya dengan Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani  mendapatkan publikasi yang luas. Gambar-gambar  itu sudah berbicara banyak dan praktis menggugurkan dugaan itu. Dugaan itu boleh jadi spontanitas dari warga negara yang kecewa berat karena megaskandal ini tak kunjung dituntaskan.
 
Kalau dicermati dengan benar, pertemuan presiden dengan Sri Mulyani yang protokoler itu dipastikan biasa-biasa saja. Lazimnya, pertemuan seperti itu tidak akan melahirkan berita yang mengejutkan.  

Banyak kalangan justru mmpertanyakan tema pembicaran dari pertemuan tertutup Sri Mulyani dengan Wakil  Presiden Boediono di kantor Wapres. Tidak seperti pertemuan SBY dan Sri Mulyani  yang terbuka, pertemuan tertutup di kantor  justru melahirkan dugaan bahwa keduanya membahas beberapa perkembangan terkini dari proses hukum kasus Bank Century. Mengingat peran sentral mereka dalam megaskandal itu, Keduanya diduga membahas strategi untuk menghadapi berbagai kemungkinan terburuk yang akan mengemuka dalam waktu dekat ini.
 
Faktor pertama adalah hasil final audit forensik tentang aliran dana talangan Rp 6,7 trilyun yang akan diumumkan  BPK akhir November mendatang. Hasil  Penelusuran BPK sejauh ini memang tidak membuat nyaman Sri Mulyani sebagai mantan ketua KKSK/menteri keuangan, maupun Boediono yang saat itu menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI).
 
Seperti diketahui, BPK memang menemukan indikasi ketidakjelasan aliran dana talangan. Dana puluhan miliar rupiah dikeluarkan dari gudang BI.
 
Bukti ini mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Deputi Gubernur BI Budi Mulya, yang kini nonaktif dari jabatannya di bank sentral. Sri Mulyani dan Boediono tentu saja tidak bisa melepaskan tanggungjawab mereka dari dugaan kasus penggelapan dana talangan ini.
 
Faktor berikutnya adalah berkhirnya masa tugas Tim Pengawas (Timwas) DPR untuk proses skandal Bank Century, Desember 2011 nanti. Tidak tertutup kemungkinan DPR akan lakukan penggalangan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) sebagai jalan akhir penuntasan kasus bank Century yg diduga melibatkan Boediono yg kini menjadi wakil presiden. Kemudian, dapat dipastikan desakan kepada penegak hukum akan menguat lagi setelah pimpinan dan ketua KPK berganti.
 
Apalagi, belakangan ini, beberapa bukti baru mulai mengemuka di ruang publik. Antara lain, bukti berupa dua-tiga surat Sri Mulyani kepada Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang berisi laporan tentang kondisi Bank Century (saat itu) dan langkah-langkah KKSK menyehatkan bank itu. Bukti ini, dengan demikian, menggugurkan klaim atau argumentasi yang menekankan bahwa presiden tidak tahu apa-apa tentang dana talangan untuk Bank Century.


__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar